Kebenaran

13 11 0
                                    

"Makanan yang ada di meja itu, boleh nggak di bungkus dan di berikan ke dua anak itu? Nanti biar saya yang bayar" Kataku sembari menunjuk kedua anak yang masih menyanyi di meja Alif dan kedua temannya.

"Aduh neng kirain apaan, boleh dan itu gratis, masnya tadi udah bayar kok" katanya.

Aku mengangguk dan menunggu makanan itu di bungkus,"Makasih yah pak, bu" ucapku dan menghampiri kedua anak itu.

Aku memberikan plastik berisi dua bungkus nasi pada mereka,"Ini untuk kalian" kataku.

Mereka menoleh begitu pula ketiga cowok itu,"Makasih kak" ucap seorang dari mereka.

"Nggak usah berterima kasih, orangnya udah pergi" dan ucapanku tak di mengerti oleh keduanya.

"Emang yah pacar Arvi baik bak malaikat" ledek kedua teman Alif.

Aku tidak perduli dan meninggalkan meja mereka.

"Ne, kita balik ke kelas yuk, kita udah selesai makan, sebaiknya kita tidak terlambat masuk kelas pak Joko, Lo tau kan kalau kita terlambat, dia tidak akan mengizinkan kita masuk dan menganggap kita akan absen" keluh Nela begitu takut.

Aku hanya tersenyum simpul dan memukulnya,"Sadar! Kita udah nggak kuliah lagi".

Aku melihat jam di laptopku,"Ini sudah pukul sepuluh malam dan aku masih mengerjakan beberapa berkas yang seharusnya ku kerjakan dengan Arief, untung saja aku baik, kalau tidak aku tidak akan membiarkan dia seenaknya, gara-gara tugas ini waktu baikku untuk istirahat terganggu karenanya" gumamku.

Setelah menyelesaikan segalanya, aku meraih ponselku dan mengirimkan pesan pada cowok brengsek itu.

Besok kita harus ketemu, aku sudah menyelesaikan bagian akhirnya dan seterusnya kau yang kerjakan.

Tak selang beberapa detik, ku dengar ponselku berdering.

Baik, memangnya kamu mau ketemu di mana?

"Sial, kok kedengaran aku sih yang seolah sangat ingin menemuinya" kataku kesal dan kembali membalas pesannya.

Di perpustakaan kampuslah, di mana lagi kita bisa bertemu.

Baiklah.

Dia memang selalu seperti itu, membalas dengan satu kata. Aku sudah tidak perduli lagi, aku mematikan ponselku dan berbaring di kasurku hingga terlelap.

Anak itu memang sudah keterlaluan, aku kan sudah katakan padanya datang sebelum jam 8 pagi, tapi jam sudah menunjukkan pukul 9 tapi batang hidungnya sama sekali tidak kelihatan. Gerutu Aneta di ujung kursi baca.

Dari arah pintu masuk, Aneta melihat Arief berjalan dan lagi bersama gadis yang kemarin dia temui.

Ya ampun, apa dia ingin mengumumkan hubungan mereka pada seluruh orang di sini? Aku tidak akan heran.

Aneta membaca novel yang di tinggalkan orang di sampingnya, dia ingin seolah-olah dia tidak menyadari kedatangan Arief dan dia benar-benar larut dalam bacaan itu.

Arief sudah ada di hadapannya tapi dia masih membaca novel itu.

Sebuah ketukan di meja menyadarkannya dan mendongak melihat siapa orang itu.

"Oh kamu sudah datang?" Ucapnya dia lalu menaruh tasnya di atas meja dan menyodorkan berkas itu pada Arief dan lanjut membaca novelnya.

"Apa novelmu lebih menarik di banding diriku?" Tanya Arief dan membuat Aneta bingung dan juga tak habis pikir dengan jalan pikirannya.

Aneta menutup sedikit novelnya,"Apa maksudmu berkata seperti itu? Memangnya apa yang salah jika aku lebih menyukai melihat novel ini di banding denganmu?".

ANETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang