Kau Kenapa?

13 11 0
                                    

"Kalian pergilah tidur, ini sudah malam dan aku akan masuk juga menyusul kalian" kataku pada Ria dan Nela setelah habis memarahi mereka.

Lima menit kemudian, aku berbaring di tempat tidurku dengan memakai piama.

"Maafkan kami Aneta, kami tidak menyangka kalau lo akan semarah ini".

"Hei kalian! Siapa bilang gue marah, gue cuman memberitahu kalian jika pacaran itu dosa kan?" Tanyaku dan membuat keduanya tak berkata apa-apa lagi dan memutuskan untuk tidur.

Keesokan paginya aku tidak terlambat lagi dan aku duduk di kursi mobil paling belakang, aku duduk di antara Dipta dan juga Sari. Sementara Nela dan Citra duduk di mobil bagian tengah.

Seperti biasanya aku dan kedua sahabatku itu berjalan bersama menuju kelas dan lagi-lagi aku bertemu dengan teman aneh Arief. Kudengar Ria dan Nela berbisik saat melihat teman Arief.

"Demi apa? Dia itu siapa Nel? Sumpah ganteng banget woi" bisiknya meski aku masih bisa mendengarnya.

Nela membungkam mulut Ria dan memukul bahunya,"Lo gila yah? Kalau orangnya dengar gimana?" Keluh Nela.

Bukannya sadar Ria malah semakin berulah dia bertingkah seolah sedang tersengat listrik,"Its ok, asal gue bisa kenalan ama tuh cowok kalau perlu jadian" Ucapnya seolah ceramah atau nasehatku kemarin tak ia ingat.

Nela memeluk Ria agar dia berhenti bergetar-getar yang akan membuatnya malu,"Istigfar Ri! Lo kenapa sih?" Ucapnya dan melirikku,"Ne tolong lakukan sesuatu" Kata Nela memelas.

Sementara aku tidak tahu harus melakukan apa pada sahabatku yang aneh bin ajaib ini.

Teman Arief menghentikan langkah kakinya dan menatapku, dia berjalan mendekatiku lalu aku berjalan mundur dan kedua sahabatku menatapku bingung.

"Hai temannya Arief, kita bertemu lagi" Katanya aneh dan membuat kedua sahabatku tertawa.

Teman Arief berbalik dan melirik Nela dan juga Ria, dia melempar senyumnya dan sudah pasti Ria malah semakin gila.

"Oh kalian juga temannya Arief yah" Tanyanya untuk membuang gugupnya.

"Iya" Kata Ria dan dengan cepat mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Arief dan Aneta hanya menggelenggkan kepalanya.

Teman Arief juga menyambut tangan Ria dan mereka saling berjabat tangan dan kulihat ekspresi Ria yang begitu senang wajahnya bahkan terlihat merah seperti tomat.

Teman Arief lalu mengeluarkan tiga botol air minum yang memiliki rasa, dia memberinya pada Ria dan juga Nela.

Keduanya menerima lalu teman Arief memberikannya padaku botol terakhir.

Aku hanya meliriknya tanpa ada niat untuk menerimanya.

Ria yang tak ingin jika teman Arief itu malu dia lalu mengambil tindakan dan meraih botol itu.

"Ini buat lo di ambil" kata Ria dan dengan terpaksa aku mengambil botol itu.

"Makasih yah, kalau boleh tahu nama kalian siapa?" Tanyanya dan Aneta memutar bola matanya malas, Aneta sudah mengira jika dia pasti akan mencari tahu namanya.

Ria yang antusias lalu bertepuk tangan dan menunjuk ke arah kami,"Dia ini namanya Nela, dia udah nikah dan punya satu anak" katanya lalu Nela menyikut Ria malu.

"Kenapa lo malah cerita detail hidup gue" Katanya kesal tapi Ria membalasnya dengan senyuman.

"Nah aku Ria kalau dia yang paling cantik, jutek dan juga tak perduli namanya Aneta" Ucap Ria dan membuat teman Arief mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Oh kalau aku Ramon, senang bertemu dengan kalian" Katanya dan pergi berjalan melewati kami.

"Ne, dia itu ganteng banget" Aku Ria.

"Bagi gue nggak, udah nggak usah bahas dia" Kataku dan menarik kedua sahabatku ke dalam kelas.

Kelas selesai dan kami diberi tugas kuliah secara berkelompok.

"Ah gue pusing, tugas kuliah harus di kerja berkelompok. Gue pasti akan berakhir mengerjakannya sendiri" Keluh Aneta dan memandangi kedua sahabatnya karena lagi-lagi mereka bertiga satu kelompok.

Ria dan Nela cengir karena apa yang di katakan Aneta benar. Nela merangkul lengan Aneta dan bersikap manja.

"Aneta lo jangan khawatir gue pasti bantu lo" Katanya.

Aneta menepis pelukan Nela dan berdecak,"Lo pikir gue percaya kalau lo akan membantu gue" Ucapnya sembari menggelenggkan kepalanya.

Aku menyuruh kedua sahabatku untuk pulang lebih dulu. Sementara aku yang gila belajar memutuskan segera mengerjakan tugas kelompok kami hari ini di perpustakaan.

Alasanku tak mengikutkan ibu anak satu dan juga Ria karena mereka hanya akan menjadi hambatan.

Aku yakin keduanya hanya akan bergosip dan tidak akan membantuku sama sekali.

Ku telusuri rak tinggi yang penuh dengan buku-buku. Ku hentikan langkahku saat aku menemukan buku yang ku cari dan berada di rak paling atas.

Berapa kalipun aku berusaha untuk meraihnya tetap tak bisa ku gapai meski aku sudah menjinjitkan kakiku.

Aku berjalan meminta bantuan pada penjaga perpustakaan tapi kulihat setiap meja tak memiliki penghuni lalu kuurungkan meminta bantuan pada mereka dan aku kembali berusaha meraih buku itu.

Kurasakan seseorang menyentuh punggung tanganku, aku terkejut dan ku jatuhkan badanku tapi aku seperti menabrak dada orang itu.

Aku sangat marah, aku yakin dia adalah seorang lelaki, bagaimana mungkin dia berani melakukan ini.

Aku berbalik dan kulihat lelaki itu memegang buku yang sedari tadi ingin ku ambil dari tempatnya yang susah di jangkau.

"Kau kenapa? Aku sudah mengingatkan jangan menyentuhku sembarangan, aku tidak suka" Kataku penuh tekanan.

Ramon terlihat bersalah dan menunjukkan buku itu,"Maaf Aneta, tapi aku hanya ingin membantumu" Ucapnya yang kudengar ada nada penyesalan.

Aku tidak mengatakan apa-apa, aku merampas buku di tangannya dan berjalan melewatinya.

Dia sama sekali tidak perduli dengan gertakanku padanya, Ramon masih mengikutiku dan duduk di sebelahku.

"Apa yang kau inginkan dariku?" Tanyaku tanpa basa basi.

Ramon tersenyum dan berkata,"Aku hanya mencoba untuk berteman denganmu" Katanya.

Aku meletakkan polpenku di atas meja dengan kasar,"Tak ada alasan lelaki dan perempuan berteman, aku yakin salah satunya ada niat yang tidak baik" Kataku mencoba untuk mengusirnya.

"Aku janji Aneta, aku tidak akan menganggumu atau bertingkah tak sopan lagi seperti tadi, jadi ku mohon jadilah temanku" Katanya dengan raut wajah memelas.

Aneta memutar bola matanya malas, dia lalu bangkit dari duduknya, meraih tas dan buku catatannya.

"Berapa kalipun ku jelaskan padamu kau tidak akan pernah mengerti, maaf Ramon tapi aku sama sekali tidak ingin menjadi temanmu" Kata Aneta ketus dan hendak meninggalkan Ramon.

Ramon lalu menghalangi jalan Aneta dan merentangkan tangannya,"Aku tidak akan membiarkanmu pergi Aneta, sebelum kau menerimaku sebagai temanmu"

Aneta memijat kedua keningnya yang mulai berdenyut dan menatap Ramon tajam,"Apa kau sudah gila? Kau tidak paham bahasa indonesia? Aku kan sudah bilang aku tidak ingin berteman denganmu!" Teriak Aneta dan berlari meninggalkan Ramon.

ANETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang