Si Pengejar Cinta

17 11 0
                                    

Di kampus ini nggak ada yang tidak kenal Ramon. Sebenarnya Arief dan Ramon adalah idola di kampus. Arief yang Cool, dingin, tampan dan otaknya juga nomor satu. Lalu Ramon si tampan, si pencinta wanita dan agak sedikit berbahaya. Kedua orang ini cukup dekat tapi mereka berdua sama-sama memiliki kubu fans masing-masing. Jadi keduanya selalu di banding-bandingkan meski sebenarnya Arieflah yang selalu menang dari segala sisi.

Ramon merasa ada pandangan aneh yang sedang menghujaninya, dia menegak air botolnya dan melirik Arief,"Kenapa? Segitu benci lo ke gue" katanya ngelantur.

Arief masih saja memasang wajah tak sukanya apa ini bentuk wajah saat dia merasa cemburu, Arief mengangkat kedua alisnya dan menatap ke depan,"Cewek yang lo temuin tadi itu memang kenalanku" Ungkap Arief membuat Ramon tersedak air.

"Apa? Jadi dia memang kenalanmu? Apa kalian sudah bertemu? Apa katanya tentangku?".

"Iya. Dia bilang lo itu penganggu, tidak sopan dan berbahaya"

"Dia menganggapku seperti itu?" Kata Ramon kecewa.

"Kenapa? Lo pikir gue berbohong?"

"Tidak, lo kan nggak pernah bohong".

Arief lalu bangkit dari kursi dan melempar bantal kursi padanya dengan sengaja,"Minggir, gue mau lewat, lo tuh bisanya ganggu gue muluh" katanya dan tak lupa menyenggol Ramon karena masih kesal.

Arief kembali berbalik sebelum dia benar-benar pergi,"Sebelum tidur lo makan, di lemari ada lauk juga nasi, hari ini giliran lo yang nyuci piring" Katanya dan terdengar suara keras pintu kamar yang tertutup.

Ramon memanyunkan bibirnya dan mengigiti botol airnya,"Dia kenapa sih? Dendam apa dia ke gue, apa gue buat kesalahan? Tapi apa?" Gumamnya dan berjalan menuju dapur.

Ramon menggosok piring dengan cepat, mengeringkannya dan duduk sambil menikmati secangkir teh kesukaannya.

"Arief? Lo udah tidur?"

"....."

"Udahlah jangan pura-pura, lo nggak pernah tidur di atas jam delapan malam" kata Ramon sembari menendang tepi ranjang Arief yang tak jauh dari tempatnya duduk.

"Gue lagi malas ngomong".

"Kenapa? Apa lo lagi marahan sama cewek cantik itu?".

"Diam lo berisik"

"Jadi gue bener yah, kok kalian bisa berantem? Apa gara-gara gue?".

Arief melempar bantal gulingnya tepat di wajah Ramon,"Jangan kegeeran, gue mau tidur jadi jangan berisik"

Ramon lalu mengambil bantal Arief dan memberikannya,"Kurang baik apa coba gue ke lo".

"Berbuat baik itu nggak perlu di ucapin, nanti nggak ada gunanya jatohnya jadi pamer" Kata Arief yang begitu menusuk.

"Ya udah deh gue nyerah, gue juga bakalan tidur cepat"

"Lakuin apapun yang lo mau".

"Jutek amat jadi cowok"

*****

Nela dan Ria terus mencoba menghubungi ponsel Aneta, tapi Aneta tidak mengangkatnya, mereka khawatir jika sesuatu terjadi pada Aneta, bahkan sekarang sudah pukul sepuluh malam tapi Aneta juga belum pulang.

Nela mengigiti kuku jarinya cemas,"Ria? Aneta kemana sih? Gue khawatir, jangan-jangan dia"

"Udah jangan berpikir negatif dulu, siapa tahu aja dia ada teman di luar terus ketemu jadinya lupa waktu".

Nela mendorong bahu Ria pelan,"Pikiran lo terlalu positif, sejak kapan Aneta punya teman di Jogja".

"Ada dong, selain lo dan teman-teman kita, Aneta kan juga dekat sama teman kelas kita di kampus ini".

Nela berpikir sejenak dan tersenyum bodoh,"Kau betul, untung saja kau ngomong hampir gue mau ngaduh ke Ka Jian kalau Aneta ngilang".

"Aduh Martini lo itu terlalu kaku jadi teman"

"Martini martini, nama gue Nela bukan Martini".

"Yah soalnya lo terlalu pro beb, santailah Aneta kan juga butuh waktu sendiri dan kita nggak meski selalu ada di samping dia" kata Ria sok bijak.

Nela menaikkan ujung bibirnya dan menatap Ria,"Nah lo kenapa selalu di samping gue?".

"Yah karena gue mau lah"

"Aduh udah deh gue nggak ngerti lagi sama jalan pikiran Lo, pokoknya jangan bosan buat hubungin Aneta, kita harus tahu dia ada di mana, kalau dia masih nggak bisa di hubungin kita harus keluar".

"Ngapain? Nyariin Aneta? Tapi ke mana".

"Nggak kita keluar buat laporan ke kantor polisi kalau Aneta hilang".

Ria terjatuh dari kursinya karena terkejut,"Oh Shit! Lo jangan nekat dong, lebih baik kita tunggu Aneta aja dulu, mungkin dia udah jalan kemari kan" kata Ria coba menenangkan Nela.

Nela marah dan memukul meja karena sudah sangat khawatir, dia menarik jaketnya dan hendak keluar tapi Ria menghentikannya lagi,"Aduh Nel, Aneta bukan anak kecil lagi, lagipula kalau kita lapor sekarang laporan kita tidak akan di terima, toh Aneta belum hilang 24 jam"

Nela menunduk dan berjalan ke tepi ranjangnya, dia menghela dan menatap Ria,"Emangnya lo nggak khawatir sama Aneta, apalagi tadi kita melihat dia sangat sedih, apa dia akan bunuh di..." Sebelum menyelesaikan ucapannya Ria dengan cepat menarik kedua bibir Nela kesal.

"Lo jangan ngomong yang aneh-aneh dong"

Nela lalu mengatupkan kedua bibirnya tanda penyesalan,"Maaf, tapi aku benar-benar sangat khawatir pada Aneta" Katanya dan akhirnya Nela tertidur lelap.

Ria menyelimuti Nela lalu dia juga berbaring di atas kasurnya, dia terus bergerak gusar karena tak bisa tidur,"Kok gue juga malah kepikiran Aneta? Ya Allah semoga Aneta baik-baik saja" Ucapnya sembari memejamkan matanya.

Sementara di tempat lain tepatnya di dalam sebuah bus Aneta duduk di kursi barisan nomor dua. Aneta terus menunduk dan bahunya terus bergerak menandakan dia sedang menangis tersedu-sedu.

Ya Allah kenapa hati ini sakit sekali, aku nggak kuat lagi, orang yang aku cintai Arief kenapa dia jahat sekali padaku, selalu memberiku harapan, memegangku, memelukku dan melakukan banyak hal denganku dan membuatku merasa jika dia memang menyukaiku tapi apa yang kulihat tadi dia sama sekali tidak marah jika di sentuh oleh orang lain, apa sekarang dia sudah bisa melupakan aku, dia hanya butuh lima bulan untuk melupakan seorang Aneta, sementara aku. Aku sama sekali tidak bisa melupakannya,walau sehari saja batin Aneta

Aneta turun dari bus dan menyusuri lorong di malam hari, dia berhenti tepat di rumah paling pojok dari lorong, dia melepas sepatunya dan mengetuk pintu rumah itu. Seorang wanita tua membuka pintu dan menatap Aneta,"Aneta? Apa yang kau lakukan di sini?"

Aneta tidak mengatakan apapun, dia hanya langsung memeluk wanita itu erat. Setelah puas memeluk wanita itu, wanita itu mengantar Aneta masuk ke dalam kamar dan membantunya duduk sembari mengelus lembut rambut Aneta,"Sayang? Kau kenapa? Apa terjadi sesuatu? Bukannya kau di Jakarta? Apa yang kau lakukan di Jogja sayang?"

Aneta menangis lagi karena kelembutan dan perhatian wanita tua itu.

"Nenek, Aneta sekarang kuliah di Jogja, aku sakit nek, itu sebabnya Aneta berkunjung ke rumah nenek".

Nenek lalu memeluk Aneta penuh kasih sayang,"Kamu sakit apa sayang, sakitnya di mana? Kepala atau apa?"

Aneta menunjuk dadanya dan berkata,"Aku sakit di sini nek, rasanya sakit dan sesak nek".

"Sepertinya luka yang akan sangat susah untuk sembuh" kata nenek dan terus memeluk Aneta hingga Aneta tertidur lelap.

ANETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang