Arief 3

15 12 0
                                    

Ada juga yah cowok segitunya batinku.

Tak puas mengatai gadis itu, Arief memberinya tatapan tajam yang kuyakin bisa menusuk jantung.

"Kau nggak pernah di ajarkan orang tuamu yah? Dari kecil kita sudah di ajarkan jika lelaki dan perempuan itu tidak boleh saling menyentuh, karena kita bukan mahrom, ngerti nggak?" Celotehnya.

Lalu aku mengerutkan keningku. Terus tadi waktu kami di atas motor dan dia menyuruhku memeluknya apa dong? Bukannya dia melanggar mottonya? Atau jangan-jangan dia nggak nganggap gue cewek? Protesku dalam hati.

Dan dia tiba-tiba menoleh ke arahku, dia memalingkan wajahnya saat kuberikan senyuman ejekanku
Aku kesal dengan pria itu.

Aku pikir ini bukan waktunya memberi almamater ini padanya, aku berbalik untuk mencari Nela dan juga teman yang lain, tapi sesuatu menahanku. Aku menoleh ke bawah dan kulihat seorang anak kecil yang sangat tampan. Aku berlutut untuk bisa sejajar dengannya. Aku mencubit pipinya chubby nan putih itu.

"Hai sayang kamu cari siapa?" Tanyaku sembari mengelus pundaknya.

"Kakak antik aku mencalimu" ucapnya yang terdengar cadel.

Aku menunjuk diriku girang,"Kau mencariku? Tapi kenapa?".

"Kalena kakak antik, kata kakak Lian kakak cantik pacal kak Alief" ucapnya lagi sambil memanyun-manyunkan bibirnya.

Aku terkejut dengar ucapannya itu,"Kamu nggak usah dengar kakak Rian yah, dia itu nggak bener orangnya, suka ngaco. Tapi itu nggak penting, sini aku mau meluk kamu, kok kamu gemesin sih".

Dia lalu melepas pelukannya,"Kalau kakak ukan pacal kakak Alief, aku mau bukti".

Wah ngeyel juga nih anak batinku.

Aku memegang kedua bahu anak itu,"Kamu mau bukti apa sayang?" Tanyaku lagi.

"Aku oleh nggak cium pipi kakak antik" dia lalu memasang wajah imutnya dan mengangkat satu jarinya sembari memiringkan kepalanya,"Catu kali aja" ucapnya.

Aku tertawa geli, lalu ku katakan padanya,"Sayang jangankan sekali, berkali-kali juga nggak apa-apa kok".

Dia lalu mencium pipiku senang, tapi Arief datang lalu menarik kerah baju anak itu menjauh dariku,"Kamu mengajarkan apa pada anak yang masih bayi ini? Kau menanamkan pikiran mesum padanya?" Lagi-lagi dia mengeluarkan perkataan tak masuk akal.

Aku mengigit bibir bawahku, aku menepuk lututku dan bangkit dari dudukku dan saling berhadapan dengannya.

"Kamu itu ngomong apa sih? Aku sama sekali ngggak paham sama jalan pikiranmu itu, nggak apa-apa dong kalau anak sekecil dia nyium aku". Tantangku padanya.

Dia lalu membawa anak itu kebelakang betisnya.

"Apa-apa dong dia itu bukan mahrammu".

Dia memang ahli dalam membuat orang naik darah,"Memangnya pengertian mahram bagi kamu yang gimana sih?" Tanyaku kesal.

"Kalau mau tahu, kau datang saja ke poskoku besok, biar aku jelasin padamu secara detail, gimana?" Tawarnya.

Sekarang aja, dia menjelaskan sesuatu bikin kepalaku mumet gimana ceritanya jika dia menjelaskannya lebih dalam lagi, aku nggak bisa membayangkan itu batinku.

"Ogah, yang ada aku tambah mumet. Lagian yah anak kecil itu nggak tahu apa-apa, dia nggak akan ada nafsunya sama sekali ke aku, jadi mahram itu belum berlaku padanya, walau aku nggak paham-paham amat ama agama, tapi gue itu tahu dasar-dasar hukum agama yang memang harus di tanamkan di hati" celotehku panjang lebar dan dia selalu menganggukkan kepalanya di saat aku berbicara.

"Oh gitu yah, jadi kamu menolak mempelajarinya lebih dalam meski kamu tahu itu sesuatu yang benar? Memang sulit mengajak orang mendalami agamanya karena menyombongkan apa yang mereka tahu" sindirnya padaku.

"Aku mau mendalami, tapi yang pastinya bukan dengan orang sepertimu".

Dia tersenyum tipis,"Memangnya aku orang seperti apa bagimu".

Ya ampun Ne kamu pasti sudah gila, harusnya kau tidak mencari masalah dengan cowok keras kepala dan galak ini batinku.

"Bagiku kamu orang yang sangat membosankan dan menyebalkan" akuku.

"Memang aku seperti itu, tapi itu diriku dan aku tidak pernah menjadi orang lain, apalagi ingin menjadi orang sepertimu yang suka mencium dan dicium orang lain" katanya mulai ngelantur.

Rasanya kepalaku penuh dengan ucapan bodohnya itu, aku marah padanya lalu ku ayunkan tanganku yang kukepal dan memukul-mukul dadanya, aku memukulnya sekali, dua kali dan untuk yang ketiga kalinya dia menangkap tanganku dan menarikku dekat dengannya.

Sumpah demi apa? Dia tersenyum padaku dan senyumannya sungguh menawan, yah berhenti tersenyum seperti itu jika tidak aku bisa terpesona batinku.

"Sudah puas mukulnya? Kamu udah nggak marah? Kamu tahu nggak jika kamu memukul seseorang itu rasanya sakit?" Katanya dengan nada lembut yang malah membuatku merinding setengah mati.

Lalu anak yang sedari tadi bersembunyi muncul dan berkata pada kami.

"Kak Alief cemburu sama aku karena kakak antik menciumku".

Pipiku merona saat anak itu mengatakan cemburu, sangat tidak mungkin orang semenyebalkan ini menyukaiku batinku.

Aku memandang Arief lalu menatap tangannya yang masih menahan tanganku,"Katanya laki-laki dan perempuan tidak boleh saling menyentuh atau bisa disebut bukan mahram" balasku padanya.

"Sudah ngomongnya? Aku ingin pergi" ucapnya dan melepas cengkraman tangannya padaku.

"Ayo Musa kita pergi" Ajaknya pada anak kecil itu dan anehnya anak itu mengikutinya.

Tapi dia menghentikan langkah kakinya, berbalik dan kembali menghadap padaku.

Aku mundur selangkah darinya,"Mau apalagi?" Tanyaku.

"Bukannya kamu mencariku karena ingin mengembalikan almamaterku?" Ucapnya dia lalu memberi almamaterku.

"Nih almamatermu" sodorku padanya.

Aku langsung pergi mencari Nela setelah menukarkan almamater kami.

Arief mengendus almamaternya yang berharga, jelas tercium bau aneh di almamaternya itu,"Akh! Gadis itu benar-benar keterlaluan" keluhnya.

Sementara itu Aneta sedang mencari Nela di keramaian.

"Kemana sih Ibu anak satu itu? Dia selalu saja hilang dari pandanganku".

"Cari siapa?" Tanyanya dan membuatku terkejut.

"Cari anda Ibu Nela".

"Ee Ne, gue punya kabar penting buat loh".

"Paling berita nggak berbobot".

"Ya elah gue serius neh" ucapnya dengan raut wajah serius.

"Apa?".

"Ne ada teman KKN kita yang diam-diam suka sama Lo".

Aku tersentak dengan ucapan Nela, siapa juga yang suka sama aku, lagipula aku tidak pernah menebar pesona di manapun batinku.

"Serius? Siapa? Lo salah denger kali" belahku.

"Gue serius sister, ini akurat pokoknya sumber beritanya".

"Lelaki bodoh mana yang suka sama gue?" Ucapku sedikit merendah.

"Arief".

Aku merasa ada beberapa suara gendang terdengar di telingaku.

"Whats? Sumpah demi apa dia suka sama gue? Eii kayaknya nggak mungkin deh.

"Serius Ne, tadi Lo kan lagi bicara tuh sama Arief lalu teman poskonya Lia dan Fitri itu saling bisik tapi gue masih dengar sih, dia ngomong gini ciee sih Arief lagi ngomong sama gebetannya, gue denger mereka ngomong gitu Ne".

Masa sih? Tapi perlakuannya ke gue tadi lebih ke dia itu benci ke gue, gue yakin itu nggak akan mungkin terjadi batinku.

ANETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang