17. cacar

197 13 0
                                    

Ami baru saja selesai mandi, kini ia sedang duduk di atas ranjang. Pam sedang ada di luar kamar, entah sedang apa. Ketika Ami mengusap tangannya menggunakan handuk, ia menemukan sebuah bentol dan terasa gatal.

"Ini apa ya? Gatel lagi. Cacar bukan ya? Ih takuuut! Tanya Mama aja apa ya?" monolog Ami. Pasalnya, sedari kecil ia belum pernah cacar. Karena katanya cacar itu hanya sekali seumur hidup.

Ami segera mengirim pesan kepada Tia setelah selesai memakai baju. Ia memasang raut wajah cemas dengan kening yang mengkerut.

"Kenapa, Dek? Mukanya kok gitu banget," tanya Pam yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan langsung tertuju pada wajah Ami.

Ami meletakkan ponselnya lalu fokus melihat Pam. Ia mengulurkan tangannya ke arah Pam yang duduk di sebelahnya sambil menunjukkan bentol tadi.

"Mas, tau gak ini apa? Gatel, Mas." keluh Ami.

Pam menyentuh tangan Ami dan melihat bentol tersebut dengan seksama. "Gatel? Kalo campak bukan kayak gini, Dek. Kamu udah pernah cacar belum?"

Ami menggeleng lemah. "Belum, Mas. Aaa takut..." Ami memasang wajah cemas.

"Mau ke dokter?" tawar Pam lalu ia menatap ke arah ponsel Ami. "Tadi kamu abis ngapain?"

"Aku abis tanya Mama tapi gak tau tuh udah dibales apa belum,"

"Coba liat,"

Ami membuka ponselnya dan mendapat sebuah balasan dari Tia.

"Dibales nih, Mas." Ami membuka pesan itu. "Katanya kayak cacar... tapi..."

Ami langsung teringat kejadian semalam ketika baru sampai Jakarta, ia ketiduran di dalam mobil dan sampai rumah badannya panas dan menggigil. Alhasil ia digendong oleh Pam sampai ke kamar.

"Semalem aku demam ya, Mas?"

"Iya, Mas gendong kamu dari mobil ke kamar. Mas gantiin kamu baju terus kompres jidat kamu." jelas Pam.

Ami tak kaget karena saat ini yang terpenting ialah ini cacar atau bukan?

"Mas,"

"Hm? Ke dokter ya?" Pam menatap Ami penuh perhatian lalu dijawab dengan sebuah anggukan dari Ami.

"Mas gak capek?"

"Enggak, abis ini juga Mas mau latihan."

"Terus aku sendiri gitu di rumah?" Ami merenggut.

Pam berpikir sejenak. "Abis dari dokter Mas anter kamu ke rumah Mama deh, gimana?"

Ami cemberut. "Enggak ah, nanti ngerepotin Mama. Nanti Mama heboh lagi aku sakit,"

Pam tersenyum. "Ya udah, tunggu di rumah aja sendiri gak pa-pa? Mas cuma sebentar kok janji. Atau mau ikut Mas?"

Belum saja Ami menjawab, Pam sudah bicara lagi. "Jangan deh, kamu gak boleh keanginan. Lagi pula kalo bener cacar, nanti nularin ke orang lain. Di rumah aja ya?"

Ami memejamkan matanya sekejap. "Iya, udah di rumah, iya..."

Pam terkekeh sambil mengusap puncak kepala Ami. "Ya udah, sekarang kamu pake kerudung dulu."

"Gak usah ganti baju, Mas?"

"Gak usah, pake baju itu aja biar cepet."

"Beneran? Gak pa-pa?" Pasalnya, saat ini Ami memakai baju rumah berlengan panjang dan celana panjang.

Pam tersenyum gemas. "Iya, sayang. Gitu aja kamu tetep cantik kok." Lalu, ia mengecup pipi Ami cepat.

"Ya udah deh." Kemudian, Ami segera memakai hijabnya.

Future Is BrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang