22. Bali

219 11 0
                                    

Hari sudah malam, Yusuf dan Henny belum kunjung pulang. Alasannya masih ingin berlama-lama dengan menantu kesayangan. Siapa lagi kalau bukan Ami. Kini mereka berempat sedang duduk berkumpul di ruang televisi. Dengan televisi menyala menampilkan tayangan sebuah film di chanel HBO, chanel favorit keluarga Pam. Sedangkan, sang penonton justru asyik berbincang bersama dan mengacuhkan tayangan di depan mata.

"Jadi, serius nih kalian besok mau honeymoon?" Tanya Henny pada Pam dan Ami.

"Jadilah, Ma. Pake ditanya keseriusan anak bontotnya. Bali, 'kan?" Ucap Yusuf dan ikut bertanya pada anak bungsunya itu.

Pam terkekeh sambil merangkul pinggang Ami dengan manja. Posisi duduknya adalah Yusuf di ujung kiri, Henny, Ami, lalu Pam di ujung kanan. "Iya, Pa. Mau ke mana lagi? Bali itu tujuan aku sebelum nikah. Justru aku punya niatan buat ajak Ami tinggal di sana."

"Jangan dong, Pam! Nanti Mama susah ketemu sama Ami, hmm." Rengek Henny sambil memeluk Ami dari samping. Seakan tak mau berpisah.

Ami tertawa kecil dan membalas pelukan mama mertuanya itu. "Iya, jangan-lah, Mas. Aku juga gak mau jauh-jauh dari Mama Henny sama Papa Yus. Gak mau jauh juga dari Mama Tia sama Ayah, dan yang lainnya."

Pam terkekeh lagi. "Enggak-lah, Dek. Mas bercanda kok."

"Yowis, ini kalian udah packing belum?" Tanya Yusuf.

"Hayooo, belum yaaa? Ayo, Mama bantuin packing!" Ujar Henny bersemangat. Ia langsung berdiri dan melangkahkan kaki menuju kamar Pam dan Ami.

Ami menyusul Henny ke kamar dan ikut duduk di atas kasur. "Mama sama Papa mau nginep?"

"Enggak, sayang." Jawab Henny sambil membuka koper.

"Lho? Ya udah kalo gitu gak usah bantu packing, Ma. Nanti pulangnya kemaleman, kasian Papa." Tangan Ami menahan pergerakan Henny.

"Ami, gak pa-pa, nak... Baru jam tujuh lho iki. Papa Yus terbiasa pulang malam kok sedari dulu, ya 'kan Pa?" Teriak Henny dari dalam kamar agar suaranya terdengar oleh Yusuf yang sedang sibuk menonton pertandingan sepak bola di televisi bersama Pam.

"Iya, Ma!" Jawab Yusuf, ikut berteriak.

"Kan... Udah, kamu tenang aja pokoknya. Okay?"

Ami tersenyum lebar. "Makasih banyak ya, Ma." Matanya memancarkan ketulusan.

•••

Keesokan paginya, jam sudah menunjukkan pukul lima pagi. Ami segera membangunkan Pam untuk solat Subuh berjamaah. Setelah ibadah, keduanya mandi secara bergantian. Ami yang mandi terlebih dahulu karena akan membuat sarapan.

Pagi ini Ami membuat roti bakar isi telur mata sapi. Ia membuat empat roti bakar. Baru saja selesai memasak, Pam datang ke dapur sambil menghirup wangi masakan isteri tercintanya itu dan duduk di kursi meja makan.

"Pagi, sayang." Sapa Pam dengan suara khas bangun tidur.

"Pagi, Mas. Kamu udah mandi 'kan, yang?" Tanya Ami sembari meletakkan roti bakar di atas piring.

"Udah dong, sayang."

"Kok kayak masih ngantuk gitu sih?"

"Iya, masih ngantuk aku. Buatin Mas kopi dong, Mi."

"Iya, aku buatin. Selalu."

Pam tersenyum lalu menarik piring yang dihidangkan oleh Ami. Ia segera menyantap roti bakar itu.

"Tiket aman 'kan, Mas?" Tanya Ami sambil membuatkan kopi untuk Pam dan teh manis untuk dirinya sendiri.

Future Is BrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang