9. pindahan rumah

441 25 0
                                    

Tiga hari menginap di hotel, kini keduanya bergegas pulang ke rumah milik Pam. Ya, rumah Pam, hanya Pam seorang diri. Tidak ada kedua orang tua maupun asisten rumah tangga.

Pertama-tama, mereka singgah terlebih dahulu ke kost-an Ami untuk mengambil semua barang-barang miliknya. Pam dan Ami melakukannya hanya berdua saja. Tanpa bantuan siapa pun. Hal itu membuat keduanya menjadi saling mengenal lebih dalam karakter masing-masing.

"Kamu yang lipet, Mas yang masukin ke koper aja ya, Dek." Kata Pam ketika sampai di kamar kos Ami.

Sebelumnya, Ami juga sudah memberitahu kepada sang pemilik kos bahwa Pam adalah suaminya. Jadi, Pam bisa masuk ke kamar kos Ami.

"Siap, Mas!"

"Soalnya Mas kalo ngelipet baju suka kurang rapi," Pam terkekeh.

"Iya, maklum namanya juga cowok. Tapi, Mas, kalo Mas konser ke luar kota siapa yang packing?" Tanya Ami penasaran.

"Mas sendiri. Atau gak minta tolong ke temen Mas yang bisa lipet bajunya rapi."

"Temen Mas cewek?"

"Cowok dong, masa minta ke cewek. Nanti rahasia negara ketauan gimana," Pam dan Ami tertawa.

Ami mulai mengeluarkan baju-bajunya dari dalam lemari. Lalu, ia duduk di atas tempat tidur dan melipat baju-bajunya dengan rapi. Sementara Pam sedang menyiapkan koper kosong dan dibukanya lebar-lebar.

"Untung barang-barang kamu dikit ya, Dek. Sisanya masih banyak di Bogor ya?"

"Iya-lah, Mas. Masa aku ngekost bawa semua barang-barang aku, kayak pindahan rumah aja." Ami tertawa kecil.

Hal itu membuat Pam berpikir. "Mas jadi kepikiran deh."

"Kepikiran apa, Mas?" Ami menatap wajah Pam.

"Kamu mau tinggal di Jakarta sama Mas atau di Bogor?"

"Ya tinggal sama Mas dong? Masa aku di Bogor Mas di Jakarta? LDR gitu?"

"Ya, enggak. Kalo kamu mau menetap di Bogor Mas ikut. Berarti kamu tinggal di sini ya mulai sekarang?"

Ami mengangguk. "Aku bakal ikut Mas Pam ke mana pun. Karena sekarang Mas Pam 'kan suami aku, istri harus ikut sama suami."

Pam mengusap kepala Ami dengan lembut sambil tersenyum lebar. "Dewasanya istriku ini..."

"Padahal tuaan Mas ya?"

"Uh, jangan dibilang, Dek. Jauh,"

"Gak pa-pa ah, Mas. Gak usah dipikirin."

Ketika Ami lengah. Cup. Pam mengecup pipi Ami. Membuat Ami terkejut dan membulatkan matanya.

"Kaget, Mas!"

Pam tertawa. "Masa gitu aja kaget,"

"Tadi gak diitung utang 'kan, Mas?"

Pam terbahak. "Boleh banget! Kamu itung satu ciuman sama Mas ya, Dek."

"Tuh 'kan, Mas Pam mah gitu." Ami cemberut.

"Iya dong harus gitu, biar adil."

Ami mengerucutkan bibirnya. "Jangan digituin Dek bibirnya, mau Mas cium?"

"Mas Pammm!!!" Ami mencubit lengan Pam.

Pam meringis padahal tidak sakit. "Aduh, iya-iya Dek, becanda ya ampun."

"Ternyata Mas Pam suka becanda juga ya. Aku kira Mas Pam itu orangnya serius banget, jarang becanda."

"Sebenernya jarang becanda, Dek. Tapi karena kamu suka becanda jadi Mas ketularan,"

Future Is BrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang