5. lamaran

632 54 0
                                    

Selang dua hari setelah dari Bogor, Pam mengajak Ami untuk berkunjung ke rumah orang tuanya. Sebenarnya Ami takut dan malu. Takut tidak diterima kedekatannya dengan Pam dan malu menampakkan diri di keluarga Pam karena Ami hanyalah orang biasa.

Namun Pam meyakinkan Ami bahwa kedua orang tuanya itu sederhana dan tidak akan melihat Ami dari kalangan mana.

"Gak pa-pa, Mi. Gak usah takut, orang tua aku gak semenakutkan itu kok. Tenang aja ya? Ada aku." Ucap Pam saat di perjalanan menuju kediaman orang tuanya, menenangkan Ami.

Sesampainya di rumah orang tua Pam, Ami disambut hangat oleh keluarganya. Bahkan ia dipuji-puji karena attitude-nya yang sangat baik. Karena Ami kerja di hotel jadi sudah terlatih.

"Ami senyum terus nih, bibirnya gak pegel emang?" Tanya salah satu kakaknya Pam yang bernama Raden. Niatnya memang hanya untuk bercanda saja. Biar tidak garing.

Ami terkekeh. "Enggak kok, Kak. Udah biasa,"

"Oh iya-ya, front office emang kerjaannya senyum mulu 'kan." Ami terkekeh.

Jujur, Ami baru tahu kalau Raden dan Resya itu adalah kakak-kakaknya Pam. Mereka adalah anggota band dari The People People dan bergabung juga dengan Pamungkas. Terkejut sekali Ami ketika mengetahui hal ini.

Mamanya Pam yang bernama Henny tersenyum hangat sambil menatap Ami terus menerus. Bahkan ia duduk di samping kanan Ami dan memeluknya dari samping.

"Mama suka sama kamu, Mi. Jadi bagian dari keluarga kami mau ya?"

Napas Ami terhenti seketika. Ia terlalu kaget mendengar penuturan Henny tadi. Ami tersenyum kaku.

"Papa juga setuju kalau Pam menikah dengan Ami. Seiman, berhijab pula. Top markotop!" Papanya Pam yang bernama Yusuf mengacungkan dua jempol ke arah Ami sambil tersenyum lebar.

Pam tersenyum senang sambil melihat ekspresi Ami. "Tapi Papa jangan suka ya sama dia,"

"Ya iyalah Pam, masa suka sama calon istri anaknya sendiri." Yusuf memutar bola mata jengah.

"Udah jadi hak milik ye Pam sekarang," goda kakaknya Pam yang bernama Resya.

"Tapi, udah resmi belum nih hubungannya?" Tanya salah satu kakak ipar Pam, isterinya Resya yang bernama Nida.

Ami melipat bibirnya ke dalam. Pam menghela napas pelan.

"Kita emang belum jadian, tapi Pam rasa itu gak perlu. Lebih baik dilangsungin aja ya gak, Pa?" Pam bertanya pada Yusuf.

"Tepat sekali, anak bontotku! Kamu sudah tua sebaiknya dipercepat saja. Ngomong-ngomong, Ami usianya berapa?"

Ami menatap wajah Yusuf. Lalu menjawab, "dua puluh tahun, Om."

"Walah... mantap ini Pam. Bedanya cukup jauh. Ndak pa-pa. Papa sama Mama juga bedanya lima tahun, setengahnya dari kamu dan Pam." Yusuf tertawa.

"Ndak gitu lho, Mas. Masalah perbedaan usia yang jauh itu gak perlu terlalu dipermasalahkan. Tapi, Ami anak ke berapa, sayang?" Henny bertanya pada Ami.

"Aku anak pertama, Tante." Jawab Ami dengan sangat sopan.

Raden menepuk tangan sekali, sangat keras. Membuat semua orang yang berada di ruangan itu terkejut mendengarnya. "Nah, anak terakhir sama anak pertama itu bagus, Pam, Mi. Pam bisa manja-manjaan ke Ami, Ami yang penyayang bisa lebih manjain Pam. Mantep Pam, gue demen sama pilihan lo kali ini!" Pam diacungi jempol oleh kakaknya.

Pam tersenyum memperlihatkan giginya. "Iye dong, siapa dulu." Pam teringat sesuatu. "Gue kayaknya harus berterima kasih banyak sama temen-temen gue nih."

Future Is BrightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang