04

2.9K 156 1
                                    

Setelah memandang lekat wajah Tania, Aldo jadi bimbang. Entah perasaan apa yang tiba-tiba saja melingkupinya saat ini. Aldo tidak membenci Tania. Tetapi, Aldo juga tidak pantas mencintai wanita sebaik Tania.

"Huft." Aldo menghembuskan nafasnya gusar.

Di rooftop Apartemen, lelaki itu termenung merasa dirinya tak layak mendapatkan istri sepolos Tania. Dia merasa sangat bersalah sudah merenggut kesucian gadis itu. Walaupun itu tanpa disegaja.

"Sorry, Tan. Gue emang cowok bejat, brengsek, bajingan! Gue emang nggak pantes dapetin istri sebaik lo," umpat Aldo untuk dirinya. Tak terasa, air mata lelaki itu mengalir membasahi kedua pipinya.

Merasa semakin terpuruk, Aldo meraih sebatang rokok dari bungkusnya untuk melampiaskan kekesalannya. Membakar, kemudian menghisap benda yang mengandung nikotin itu. Sesekali lelaki bermata elang itu terbatuk karena tak biasa menghisap benda bernama rokok.

Dret ... Dret ....

Aldo mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya. Setelahnya menekan tombol hijau dan didekatkan ponsel tersebut ke telingannya.

Woy lu di mana?

Apartment

Cepetan ke base camp. Anak-anak udah kumpul.

Otw

L

Lelaki berkulit putih itu, mengakhiri sambunganya sepihak.

Aldo bangkit dan berjalan turun dari rooftop. Kemudian dia kembali ke kamarnya untuk mengambil kunci motor dan jaket kesayangnya. Untunglah saat itu, Tania tidak ada di kamar. Membuat Aldo leluasa mengambil barang-barangnya.

Dengan mengendari motor sportnya, Aldo menyapu ramainya jalanan kota. Setelah sampai, Aldo memarkirkan motornya di bagunan tua yang sudah disetting menjadi base camp itu.

"Bang Satria, di mana?" tanya Aldo saat masuk ke dalam bangunan itu. Satria merupakan ketua dari anak-anak jalanan di base camp ini. Aldo mengenal Satria karena dia pernah dibegal dan Santria-lah yang menolongnya.

"Dateng juga lo. Bang Satria ada di belakang," jawab Fahri, salah satu anak buah Satria.

Aldo bergegas menuju ruangan belakang. Tepatnya di dapur, lelaki bernama Satria itu tengah duduk dan menyesap rokoknya.

"Bang," panggil Aldo dengan menepuk pundak Satria.

Satria membalikkan tubuhnya dan tersenyum mendapati adik angkatnya berdiri di hadapannya. "Aldo?"

"Gimana kabar lo, Bang?" tanya Aldo kemudian memeluk erat Satria.

"Baik. Lo?"

"Kurang baik." Satria mengerutkan keningnya mendengar jawaban tak mengenakan dari Aldo.

"Ada masalah? Cerita ke gue," ujar Satria.

"Ini tentang istri gue, Bang."

Kaget? Tidak. Satria malah tersenyum mendengar adik angkatnya memiliki masalah dengan istri barunya. Aldo menceritakan segalanya kepada Satria. Mulai dari kecelakan itu yang membuatnya menikahi Tania secara mendadak.

"Gue ngerasa nggak pantes jadi suami buat cewek sebaik Tania," jujur Aldo. Lalu lelaki itu menundukan kepalnya ke bawah.

"Gue berdosa banget dengan nikahin dia terus ngasih harapan palsu ke dia. Nyatanya, gue nggak bisa dengan bener ngelakuin kewajiban gue sebagai suami." Satria membiarkan Aldo menceritakan keluh kesahnya. Dia saat ini memilih menjadi pendengar yang baik.

"Menurut lo gimana, Bang? Apa gue cerai aja sama Tania?"

Barulah jika seperti ini, Satria membuka mulutnya. Menunjukan jalan yang benar untuk lelaki muda yang tengah berada di ujung kehancurannya.

"Masalah nggak akan selesai dengan lo nyerah gitu aja, Do. Lo bisa ngulang dari awal. Izinin istri lo itu buat ngelakuin kewajibannya. Begitupun sebaliknya. Lo juga harus ngelakuin kewajiban lo. Kesalahan itu, bukan hanya istri lo yang buat. Tetapi kalian berdua. Mulailah, kehidupan kalian dengan membuka lembaran yang baru. Jangan ngungkit masa lalu yang akan membuat kalian menderita," jelas panjang lebar Satria.

Aldo mengangkat kepalanya. Apa yang dikatakan Satria ada benarnya. Nasi sudah jadi bubur. Lebih baik jika menambahkan bubur yang hambar itu dengan beberapa bumbu, supaya lebih nikmat saat disantap. Seperti itulah saat ini jalan hidupnya bersama Tania.

"Makasih, Bang. Lo udah ngasih pencerahan buat gue."

"Syukur deh, kalo lo ngerti," ujar Satria dengan menepuk pundak Aldo.

'Kita bakal mulai buka lembaran baru, Tan,' ucap Aldo dalam hatinya.

***

Tok tok tok!

Tania membuka matanya merasa terganggu dengan suara ketukan pintu. Padahal, baru saja matanya terlelap. Dan jarum jam sudah menunjukan angka 11 malam.

"Siapa sih. Ini udah malem juga masih ketok-ketok pintu!" kesal Tania. Dia mengacak rambutnya frustasi. Kemudian berjalan menuju pintu depan.

"Iya bentar!" keluh Tania lalu dia membuka pintu dan bersamaan dengan itu tubuh Aldo hampir terjatuh untunglah dengan sigap, Tania menariknya ke dalam pelukannya.

"Astaga, Aldo!" pekik Tania terkejut.

"Lo mabuk ya?" tanya Tania saat mencium bau alkohol dari mulut Aldo.

Kemudian Tania memapah tubuh Aldo dengan susah payah. Pasalnya, tubuh Aldo besar dan jangkung. Berbanding balik dengan dirinya yang bertubuh mungil. Dari ruang tamu ke kamar saja sudah membuatnya ngos-ngosan!

Dengan hati-hati Tania, membaringkan tubuh Aldo di kasurnya. Setelah itu, Tania melepas sepatu juga jaket yang Aldo kenakan. Kemudian menarik selimut untuk membuat lelaki itu nyaman dalam tidurnya.

Saat Tania ingin beranjak pergi, Aldo tiba-tiba saja menarik pergelangan tangannya. Alhasil, tubuhnya jatuh di atas tubuh Aldo. Tangan Aldo memeluk erat pinggang ramping Tania.

"Lepas, Do," lirih Tania mencoba melepas pelukannya.

Bukannya melepaskan pelukannya, Aldo malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Biarin, Tan. Untuk kali ini aja," gumam Aldo berhasil membuat semburat di pipi Tania muncul. Kupu-kupu seolah berterbangan di perutnya.

Degh!

'Aldo, kenapa hanya dalam keadaan seperti ini, lo baik sama gue? Kenapa nggak waktu lo sadar?'

Akhirnya, Tania pasrah. Dia menutup matanya dan ikut terlelap di atas tubuh Aldo.

____Bersambung____

Akankah Aldo nepatin janjinya?

Tinggalkan jejak!

Salah Masuk Kamar [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang