1. Malam Minggu

8.7K 502 68
                                    

🎡 BIANGLALA 🎡
| 1. Malam Minggu |
.
.
.
.

Keluarga Pak Abimana dan Bu Dinastri mungkin adalah keluarga terbahagia seantero Komplek Bumi Permai. Mungkin juga adalah keluarga terdamai sejagat Jalan Veteran. Isinya ada enam orang; sepasang suami istri dan empat anak lelaki. Tetapi para tetangga sampai berani bersumpah, belum pernah sekalipun mereka mendengar pertengkaran dari dalam rumah yang halamannya penuh dengan bunga Aglonema tersebut.

Jika ditanya rahasianya oleh para tetangga, Pak Abimana hanya tersenyum sambil mengatakan, "Bahagia itu kita yang ciptakan, Bu, Pak. Saya dan keluarga hanya berusaha selalu bahagia dan damai. Karena nggak ada gunanya juga keluarga saling bermusuhan. Sekali salah paham, ya diluruskan. Sekali ada yang salah, ya di tegur. Jangan dibiarkan. Terkadang karena ego dan sudah kesal sendiri, masalah-masalah itu jadi terbiarkan. Akibatnya ya jadi banyak bersiteru."

Kalau Bu Dinastri lain lagi. Kadang saat beli sayur di tukang sayur keliling, dua sampai tiga ibu-ibu selalu menanyakan resep kerukunan keluarganya. Jadi dengan senyum manis Bu Dinastri menjawab, "Laki-laki di rumah saya bisa berpikiran dan bertindak dengan dewasa, Bu. Sesekali mungkin ada sedikit perdebatan. Tapi saya biarkan saja. Saya percaya mereka bisa menyelesaikan. Tapi kalau saya rasa saya harus turun tangan, ya saya ikut menyelesaikan. Kebahagiaan itu dari kita untuk kita, Bu. Resepnya cuma ada di hati." Lucunya, setelah mendengar jawaban Bu Dinastri itu, ibu-ibu yang bertanya malah bengong. Sibuk memikirkan arti perkataan Bu Dinastri.

Tapi yang pasti, alasan keluarga Pak Abimana dan Bu Dinastri selalu bahagia adalah karena adanya empat anak lelaki dengan bermacam karakter. Mungkin seluruh rumah di Komplek Bumi Permai sudah tahu tentang empat orang anak tak sedarah ini. Empat sejoli yang sering dipanggil Pak Abimana dengan sebutan Tuyul Tampan ini merupakan idola komplek. Dari mulai bayi gemes, ciwi-ciwi komplek, ibu-ibu gosip, bahkan sampai oma-oma yang sering jalan pagi, semuanya menyukai mereka.

Sampai-sampai, ada satu ibu-ibu yang tinggal tepat di sebelah rumah keluarga Abimana, setiap tiga hari sekali bertamu ke rumah hanya untuk melihat ketampanan empat anak lajang Bu Dinastri itu. Berkedok membagi makanan yang dibuat atau dibelinya, Tante Sri rasanya tak pernah puas datang ke rumah empat bersaudara itu.

Kata Tante Sri, empat anak Pak Abimana itu punya aura positif. Siapa yang melihat pasti bahagia. Berasa kecanduan. Tapi untuk empat bersaudara tersebut, pemikiran Tante Sri itu rasanya sedikit berlebihan. Sering sekali mereka berempat tertawa terbahak hanya karena Tante Sri bilang, "Mereka ini baik budi, ya, Tri," katanya pada Bu Dinastri.

Baik budi dari mananya? Untung Bunda Astri tidak ada riwayat darah tinggi. Kalau ada, mungkin ambulance bakal mondar-mandir di depan rumah.

Sebenarnya empat tuyul tampan peliharaan Pak Abimana itu jauh dari kata baik budi. Sebutan baik budi sepertinya terlalu berlebihan untuk mereka yang biasa-biasa saja. Mereka hanya berusaha mengerti dan mengkondisikan suasana. Mengontrol sikap dan mengatur perkataan. Karena mereka sadar, untuk hidup di keluarga berada seperti ini adalah sebuah bentuk keajaiban yang tidak bisa terjadi di setiap kehidupan manusia. Mereka bertiga --kecuali si bungsu-- harusnya bersyukur bisa bertemu Ayah Abim dan Bunda Astri.

Jika ditanya siapa pemimpin pasukan Tuyul Tampan, maka semua kompak menjawab, "Mas Ren!!" kecuali Mas Ren sendiri. Namanya Rendra Maulana Huari, pemimpin pasukan Tuyul Tampan, walaupun dia sendiri menolak. Katanya, menjadi pemimpin di pasukan ini sama saja bunuh diri. Hidup nggak akan tenang. Setiap hari ada saja hal nggak masuk akal yang terjadi. Tapi mau bagaimana lagi? Dirinya anak paling besar. Ayah Abim juga mempercayai dirinya untuk menjaga tiga adik tuyulnya.

BIANGLALA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang