10. Bapaknya Leon

1.7K 254 16
                                    

🎡 BIANGLALA 🎡
| 10. Bapaknya Leon |
.
.
.
.
.

"MAS!! CEPETAN!!"

Itu teriakan Naja yang sudah bungkuk-bungkuk di depan kamar mandi dapur sambil memegangi perut. Dia belum mandi dan sialnya malah kebelet buang air besar. Tapi Mas Ren tidak keluar-keluar dari kamar mandi sejak dua jam yang lalu.

"Lo ngapain sih, Mas?! Bersemedi?! Mas!! Ya Allah!" Naja sudah buang-buang angin saja dari tadi. Kan nggak enak sama Bunda yang lagi masak, bisa bau semua makanannya.

"Heh Naja, pake kamar mandi di atas kan bisa." Hema datang dengan tangan yang sibuk memasang dasi di leher.

"Jangan! Lo keracunan nanti, Ja. Bau banget, gue aja terpaksa." Jean menyahut dari atas tangga, menuruni satu per satu anak tangga dengan tas hitam yang dijinjing. "Hema kalau kencing nggak pernah disiram!"

"Terus ini gimana?!" Naja sudah tidak tahan lagi sumpah. Rasanya bokongnya sudah mau meledak saja.

"Woy Mas! Lo ngapain di dalam? Beranak?" Hema mengetuk pintu kamar mandi.

"Sabar! Jangan ganggu konsentrasi ngeden gue!"

"Yaah boker juga ternyata."

Kemudian Hema duduk di kursi meja makan diikuti Jean yang langsung mencomot tempe goreng krispi buatan Bunda.

"Pake kamar mandi Ayah aja, Dek. Siapa suruh bangunya kelamaan." Ayah datang dari kamarnya, lalu duduk di kursi meja makan dengan kopi hitam yang sudah tersedia di depannya.

"Enak banget pake kamar mandi Ayah Bunda." Hema menyela, tidak terima karena Naja memakai kamar mandi Ayah Bunda.

"Salah siapa mandi kecepatan!" Teriak Naja yang sudah berlari masuk ke kamar Ayah Bunda.

"Haduuuh leganya...." Suara penuh kepuasan dari Rendra yang keluar dari kamar mandi dengan mengelus perutnya. Mukanya lega, seperti tidak ada beban.

"Lah udah mandi?" Bunda meletakkan semangkuk besar nasi goreng di meja. Dia bertanya saat Rendra keluar dari kamar mandi sudah memakai seragam.

"Iya, Bun. Antisipasi aja mana tau aku panggilan alamnya lama, jadi mandinya aku cepetin." Rendra cengegesan sambil meneguk susu putih yang disediakan Bunda untuknya.

"Perasaan kita kalau boker nggak lama-lama banget. Perut lo jadi tempat daur ulang apa gimana?"

Rendra memutar matanya malas. Hema kalau sudah dipancing, hal yang sama sekali nggak berguna akan dibahas sampai ke akar-akarnya.

"Ini namanya normal. Kalau perut lo nggak buang-buang, perlu dicurigai lah."

"Kok malah ngomong ini, sih, kalian? Jorok, Mas, Bang!"

Jean udah nahan ketawa saja waktu Rendra dan Hema terdiam saat Ayah mengeluarkan suara. Bunda sih kompak sama Jean, nggak ikut-ikutan.

Sudah lima belas menit, yang ada di ruang makan sudah menghabiskan semua menu sarapan kecuali Najaka yang baru saja turun dari lantai atas dengan baju putihnya yang belum terkancing semua.

"Ya Allah ini anak! Pake baju yang bener!" Bunda berkacak pinggang. Naja sekarang modelnya berantakan banget. Dasi belum terpasang, kancing baju masih setengah, bajunya juga belum dimasukin ke celana. "Mau jadi preman kamu?"

Naja menekuk wajah, lalu duduk di sebelah Rendra dengan tangan yang masih sibuk memasukkan satu persatu kancing. Masih tidak berani menatap Bunda yang berkeringat akibat baru siap memasak.

BIANGLALA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang