28. Januari Tanpa Ayah

998 148 17
                                    

🎡 BIANGLALA 🎡
| 28. Januari Tanpa Ayah |
.
.
.
.
.

Empat puluh lima menit sebelum pukul 12 malam, Jean dengan hoodie hitam yang kebesaran sudah duduk di pelataran ruma Bude Iza. Rencana si bungsu yang ingin merayakan tahun baru di rumah kakak dari ayahnya itu terwujud. Jean mulai mencari nada, memetik senar gitarnya satu persatu.

Hema tergopoh-gopoh datang kemudian dengan membawa senampan jagung dan sosis yang siap untuk dibakar. Sedangkan Rendra sedang membuat bara api dari arang hingga matanya tampak memerah.

Irama petikan gitar dari Jean mulai terdengar, membuat Rendra yang sedang sibuk mengipas arang menoleh. Dia mengenal lagu ini.

Naja duduk di sebelah Jean dengan tangan yang dia masukkan ke saku hoodienya, malam ini lebih dingin dari biasanya.

Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buat ku melambung
Di sisimu terngiang
Hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala
Mimpi-mimpi serta harapanmu

Dua manusia yang punya suara lumayan berat itu mulai bernyanyi. Dengan muka berseri ceria. Padahal Rendra tahu betul, hati dua adiknya itu sakit bukan main.

Dia teringat tentang ayah yang sering mengajaknya duduk berdua di halaman rumah. Ayah bercerita banyak, tentang bagaimana bisa jatuh cinta dengan bunda, bagaimana cerita mendapatkan Naja, bagaimana akhirnya mereka memutuskan untuk mengangkat anak. Ayah ceritakan semua dengannya, seakan-akan dirinya dijadikan tempat penyimpanan cerita agar suatu saat bisa diceritakan kembali.

Tawa kecil keluar dari bibirnya, Rendra ingat semua yang Ayah ceritakan. Tentang rencana ayah yang ingin melihat dirinya menjadi dokter profesional, tentang ayah yang ingin menjadikan Jean atlet Taekwondo hebat, tentang Ayah yang ingin menjadikan Najaka seniman, juga tentang ayah yang ingin menjadikan Hema tenaga Advokat andal.

Rencana-rencana masa depan yang sudah ayah rencanakan sejatinya sudah tersalin di otak Rendra.

Arang sudah menjadi bara. Nyanyian Jean dan Naja masih berlanjut dengan lagu yang sama. Saat Rendra beralih pada Hema untuk mengambil beberapa sosis, dia menangkap Hema menyembunyikan wajahnya.

Anak itu menunduk sambil berpura-pura menyusun sosis di nampan. Isakkan tidak bisa dia sembunyikan. Lantas Rendra mendekat, tidak ingin terang-terangan menenangkan. Dia tepuk pelan punggung Hema beberapa kali. Namun isakkan anak itu semakin parah.

Nyanyian Jean dan Naja sudah di penghujung, tetapi Hema belum juga berhenti.

"Ini tahun baru pertama tanpa Ayah, Mas. Masih banyak yang harus kita lalui tanpa Ayah. Apa kita sanggup?"

Hema menatap Rendra menuntut jawaban. Sedangkan Rendra tidak tahu ingin menjawab apa, lebih tepatnya dia baru memikirkan fakta itu.

"Ulang tahun lo, ulang tahun Kak Jean, bulan Ramadhan, Idul Fitri, ulang tahun gue, Idul Adha, ulang tahun Naja. Banyak, Mas. Kita sanggup?"

Rendra menelan ludahnya. Ayah meninggalkan banyak sekali tanggung jawab, salah satunya menjadi tonggak paling kuat untuk keluarganya. Melihat bagaimana parahnya tangisan Hema membuatnya sadar bahwa dirinya sekarang punya peran ganda.

"Sanggup, kita kuat. Kita jalani bareng-bareng, ya?" Rendra meremat pundak Hema. Menyalurkan kekuatan di sana. Memberikan harapan bahwa kehidupan ke depan mereka akan baik-baik saja.

🎡🎡

5.... 4.... 3.... 2.... 1....
Happy new year!!!

Sorak sorai mereka terdengar begitu lantang. Seolah-olah menjadi keluarga paling bahagia di muka bumi malam ini.

BIANGLALA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang