24. Someday, We All Fall Down

1.4K 205 18
                                    

🎡 BIANGLALA 🎡
| 24. Someday, We All Fall Down|
.
.
.
.
.

“I can be the one with you always,
And I walk with you, always all the time.
It's okay to cry. Someday, we all fall down.”

Dan ketika matahari sudah benar-benar meninggalkan langit, saat itulah Najaka menyadari bahwa tidak ada siapapun lagi yang bisa dia panggil Ayah. Bahwa kini, Ayah hanya sebuah sebutan dengan nama yang selalu melekat di hati. Abimana, mulai saat ini menjadi sebuah kenangan.

Anak itu berdiri tepat di depan pintu. Menatap angkasa dengan sisa-sisa warna birunya yang mulai menggelap. Belum ada 24 jam sejak penguburan Ayah, tapi Najaka sudah ingin memeluknya kembali.

Tanpa sadar benih air jatuh dari matanya. Sudah tidak terhitung berapa kali dia menangis tiba-tiba hari ini. Melihat bagaimana orang-orang bertadangan di malam pertama ini membuat jantungnya bergemuruh kembali. Masih tidak percaya jika yang berduka sekarang adalah dirinya.

"Di hidup hanya ada dua hal yang datang silih berganti."

Pada detik itu Najaka tersentak. Di sebelahnya berdiri Jean dengan mata sembab. Rambut hitamnya berantakan.

Usaha Jean untuk mengulas senyum justru membuat hati Najaka hancur. Dengan bergetar dia menubruk tubuh besar Jean, menangis hebat di sana. Di hadapan malam temaram yang begitu menyedihkan.

Jean berusaha keras menahan tangis, "Hal tersebut adalah kabar buruk dan kabar baik. Dan sayangnya, kabar buruk terlalu egois untuk datang lebih sering."

Jujur, Jean bukan bermaksud membuat adiknya itu lebih banyak menangis malam ini. Cukup Hema yang datang ke kamarnya sambil menangis hingga tersimpuh. Cukup melihat bagaimana pintu kamar Rendra tertutup rapat dengan suara isak tangis dari dalam. Jean tidak ingin Najaka seperti itu.

"Aku pengen minta sama Allah untuk kasih Ayah hidup satu hari aja, Kak. Satu hari untuk melakukan banyak hal dengan Ayah, satu hari untuk menanyakan banyak perkara sama Ayah. Satu hari aja. Banyak hal yang belum bisa aku lakuin tanpa Ayah, Kak." Terlihat begitu mudah. Namun Najaka mengatakan penuh sesak. Sebab sekeras apapun doanya, Allah sudah tetapkan jalan ini untuknya, untuk keluarganya.

Dan Jean hanya diam begitu saja. Sibuk menahan sesak yang dia sembunyikan satu hari ini. Dia juga ingin Ayah kembali walau satu hari saja. Mengatakan selamat tinggal dan pesan-pesan yang belum sempat terbilang. Mengatakan kata-kata sayang beribu-ribu kali sebelum berpisah. Satu hari saja, mereka ingin Ayah kembali.

🎡🎡

Zinia baru berani menampakkan diri sekarang. Setelah melihat Najaka yang kacau balau di sebelah tubuh Abimana seminggu yang lalu, baru hari ini gadis itu berani menyapa kembali. Di bangku besi koridor, di sebelah mesin minuman berwarna merah Najaka duduk bersandar. Matanya kosong menatap dahan pohon mangga yang bergerak ke kanan dan kiri.

"Mau minum, nggak, Jaka?" Zinia sudah berdiri di depan mesin minuman, bersiap memasukkan dua lembar uang lima ribu rupiah yang masih mulus.

Najaka menoleh, lantas tersenyum pada Zinia. Lalu mengangguk untuk menjawab, "Apa aja, jangan kopi tapi, ya."

Teringat kembali beberapa waktu yang lalu. Dua insan yang sedang duduk berdua di koridor yang sepi ini pada kenyataannya adalah sepasang mantan kekasih walau pacaran hanya satu hari.

Suara tutup botol teh pucuk dibuka entah kenapa membuat Zinia tersenyum. Dan melihat Najaka langsung meneguk minumannya hingga setengah membuat Zinia lega.

BIANGLALA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang