🎡 BIANGLALA 🎡
| 9. Plot Twist! |
.
.
.
.
.Plot twist!
Ternyata oh ternyata Naja sudah sadar sejak tadi malam dan Rendra maupun Jean tidak ada yang menyadari. Naja sih ngakunya masih lemas makanya nggak mau bangun dulu. Tapi Rendra dan Jean yakin, anak itu nggak mau bangun biar bisa nguping. Ya gini jadinya. Semua percakapan mereka semalam ditangkap dan direkan oleh Naja di kepalanya.
"Bentar, bentar, bentar!" Hema mengangkat kedua tangannya, ia biarkan mengambang di udara. "Ini pada ngomong apa, sih? Kali ini gue akui gue dongo. Makanya coba jelasin kalian dari tadi bicarain apa?"
"Ck! Bang Dongo!"
"Astaghfirullah, Naja. Aku ini abangmu loh."
"Mas Ren sama Kak Jean semalem obrolin tentang orang tua mereka. Mas Ren ditelfon mamanya, Kak Jean ketemu papanya."
"Terus?"
"Terus apanya?"
"Terus kenapa?"
Naja mengacak rambutnya frustrasi. "Kita dalam bahaya dong! Mereka mau diambil!"
Hema masih loading, dia lihat satu-satu Rendra dan Jean yang duduk bersampingan di sofa. "Pfft! HAHAHAHAHA! Ya Allah Naja. Udah tua mereka, mana ada yang mau ambil. Ya Allah keram perut gue."
Naja menekuk wajahnya, menatap tidak suka pada Hema yang ngakak bukan main nggak tahu karena apa. Rendra dan Jean pun jadi ingin tertawa.
"Kok malah ketawa?! Gue serius!" Naja mengepalkan tangan, menghentak-hentakkan pada pahanya.
"Eh, eh, eh! Jangan gitu! Darahnya naik nanti." Hema menghentikan tangan Naja yang diinfus. Ya masak dia gerakan tangannya agresif banget. Udah tau darahnya susah berhenti, pake acara tangannya lasak lagi.
"Pokoknya gue nggak suka ya! Gue nggak suka kalian ketemu sama orang tua kalian. Kalau kalian diambil gimana? Bisa pastiin kalau kalian nggak diambil? Kak Jean udah bilang, 'kan, kalau papanya Kak Jean ngajak Kak Jean ikut dia. Terus nanti Mas Ren apa lagi?"
Renda sama Jean cuma bisa garuk-garuk tengkuk. Bisa-bisanya mereka nggak tau kalau Naja sudah sadar dari tadi malam. Jadinya nggak jadi mau main rahasia-rahasian.
"Kalau nggak suka, kasih kucing aja, Ja." Hema lebih memilih scroll ponsel sambil duduk di sebelah ranjang Naja.
"Nggak usah ngelucu! Nggak lucu juga."
Hema menghela napas capek, "Serah Tuan Najaka, deh. Nggak komen lagi, janji."
"Udah main rahasianya?" Naja sekarang sudah duduk, dibantu Hema yang menaikkan bagian atas brankar. "Jadi kalau gue belum sadar tadi malam, acara main rahasia ini masih terselenggara, ya? Atau malah bakal jadi rahasia selamanya? Bunda sama Ayah udah dikasih tau?"
"Bel--"
"Belum, lah!" Naja memotong saat Jean mau menjawab. "Tau gue. Emang kalian udah niat dari awal mau hal ini dirahasian, 'kan? Mau sampe kapan? Sampe Ayah Bunda tau sendiri gitu?"
Hema dari tadi cuma pura-pura sibuk saja. Kuping dia terpasang sempurna kok untuk mendengar repetan Najaka yang entah kenapa hari ini emosi sekali. Padahal Najaka ini tekanan darahnya selalu rendah. Mustahil lah pokoknya kalau tekanan darahnya tinggi.
"Heh, Naja, Naja! Udah kek! Udah mirip Bu Limbong lu." Hema mencoba menahan Naja saat anak itu kembali akan membuka mulut. Ngomong-ngomong, Bu Limbong itu guru sosiologi kesayangan Hema. Iya, soalnya yang dia sebut waktu marah nama Hema melulu. Berarti kesayangan, 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANGLALA ✔
Teen Fiction#Brothership #NCTDream #00line ❗HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA "Bianglala membawa kita berempat berputar. Memberi kita kesempatan melihat setiap sisi dunia. Memperlihatkan bahwa semesta selalu punya rahasia." Najaka tahu tak selamanya mereka berempat...