8. Rumah Sehat Kata Jean

3K 310 36
                                    

🎡 BIANGLALA🎡
| 8. Rumah Sehat Kata Jean|
.
.
.
.
.

Satu-satunya yang ada di pikiran Jean sekarang hanya Naja. Ada apa, kenapa dan karena apa. Dari parkiran sampai ruang UGD, entah berapa orang yang ditabrakinya. Lucunya Niyara hanya mengikuti saja sambil menggenggam tangan Jean kuat-kuat, seperti balita dan mamanya.

Paniknya Jean bertambah saat tidak menemukan Naja di semua bed yang ada di ruang UGD. Tangannya bergetar saat mengeluarkan ponsel dari saku untuk menghubungi Rendra.

"Tenang, jangan panik dulu." Dari tadi cuma kata-kata ini yang bisa Niyara ucapkan.

"Mas! Naja di mana, sih? Kenapa di UGD nggak ada?!" tanya Jean langsung saat panggilan sudah tersambung. Suaranya kuat, sampai orang-orang yang ada di sana meliriknya tidak suka.

Niyara yang bertugas meminta maaf. Lalu tangannya mengelus lengan Jean agar cowok itu tenang. Tapi dalam kondisi seperti ini, mana bisa Jean tenang. Untung tadi Niyara memaksa untuk ikut. Kalau nggak ikut, mungkin Jean udah nggak selamat di jalan, bawa motornya pasti ngebut. Kalau Niyara ikut 'kan Jean jadi bisa mikir, dia bawa Niyara. Kalau dia ngebut dan tabrakan, Niyara juga ikut luka.

Sesaat kemudian Jean menghela napas lega selega-leganya. Dia sampai terduduk lemas di kursi tunggu ruang UGD. Napasnya masih naik turun nggak beraturan.

Niyara ikut duduk. Dia tepuk-tepuk punggung Jean pelan. Pacarnya itu nunduk sambil nutup mukanya dengan tangan.

"Kenapa?" tanya Niyara lembut.

"Udah di ruang rawat rupanya."

Jawaban Jean membuat Niyara langsung terkikik. Tapi dia tahan. Mana mungkin dia tertawa di saat-saat begini.

"Makanya, kalau ada apa-apa itu jangan panik dulu."

"Mana bisa, sih, aku tenang, Ra." Suara Jean serak, kebiasaannya kalau sudah menangis, suaranya hilang mendadak.

"Yaudah jangan nangis." Niyara mengusap air mata di pipi Jean. "Nggak mau ketemu Naja?"

Jean menjawab dengan anggukan kecil. Matanya masih berkaca-kaca. Di saat-saat tertentu, bagi Niyara Jean hanyalah anak kecil yang butuh dituntun. Jean itu kuat memang, siapa pun yang nyentuh Niyara, habis sama dia. Tapi terkadang Jean itu lebih lemah daripada roti sobek kena air.

.
.
.
.
.

"Dia butuh dua kantung. Tapi rumah sakit cuma ada satu kantung, jadi Hema lagi donor."

Jean mengangguk mengerti setelah Rendra menjelaskan. Dia masih tidak berani masuk. Naja belum sadar dan hati Jean tidak akan kuat. Di dalam ada Bunda sama Ayah yang langsung melesat pergi ke rumah sakit setelah dapat telfon dari Hema.

"Kenapa bisa, sih, Mas?" Jean mengacak rambutnya kasar hingga tidak lagi berbentuk.

"Nggak usah kayak orang stres. Lo panik, gue panik, Hema juga, apalagi Bunda sama Ayah." Baju putih Rendra masih ada bekas darah Naja. Setelah Hema berteriak memanggilnya di rumah tadi, dia dengan sigap menggendong tubuh Naja yang udah kayak ketumpahan sirup kurnia itu ke mobil.

Jelas Rendra panik. Dia habis rapat osis, lehernya saja masih sakit karena terus menunduk mengerjakan laporan. Saat sampai di rumah malah dibuat merinding sama Naja yang mukanya udah pucat bukan main. Bahkan dia menitipkan rumah yang nggak dikunci pada Fajarina yang saat itu lagi jemur kain di halaman.

"Hema sampai di rumah duluan. Dia nemuin Naja di dapur, ada pisau di sebelahnya. Mungkin dia mau makan buah atau masak apa gitu. Tunggu aja dia sadar."

BIANGLALA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang