🎡 BIANGLALA 🎡
| 27. Jangan ditiadakan |
.
.
.
.
.Ini sudah pertengahan Desember. Bulan yang kata Naja adalah bulan terasik selama setahun. Sebab biasanya, menjelang tahun baru akan ada banyak sekali perencanaan acara di berbagai tempat. Misalkan perlombaan futsal selepas ujian semester, perayaan tahun baru di sekolah, atau bahkan acara kecil-kecilan keluarga Abimana.
Biasanya menjelang akhir Desember akan terdengar rencana-rencana seru mengenai perayaan awal tahun tersebut. Tahun lalu, ayah mengajak ke puncak. Menginap 3 hari dengan meminjam vila temannya.
Namun sampai sekarang, dua minggu menuju puncak pergantian tahun, tak ada desas desus rencana tahun baru yang akan diselenggarakan. Dan Naja menyadari itu.
Entah mengapa bunda semakin sibuk dengan tempahan nasi kuningnya sehingga berkali-kali pulang balik rumah Bude Iza untuk membuat pesanan atau bahkan menginap satu malam jika pesanan benar-benar membludak. Padahal seingat Naja, dulu bunda tidak akan menerima orderan apa-apa jika sudah menjelang akhir tahun atau semua pesanan akan diserahkan tanggung jawabnya pada Bude Iza.
Naja paham betul sekarang musim ujian. Tekanan mental dan otak akan berbondong-bondong menyerang siswa-siswi apalagi budak-budak kelas 12 seperti mereka berempat. Dan Mas Ren adalah yang paling tampak ambisius. Tidak ada kata mengganggu cowok itu selama minggu ujian ini jadi Naja dan Hema tidak berani masuk ke kamar Mas Ren sejengkal pun.
Tapi alih-alih giat belajar, Kak Jean malah lebih giat latihan taekwondo. Terbukti dengan beberapa hari ini anak itu sering pulang agak malam yang berakhir disidang Mas Ren yang sedang diserang stress ujian itu.
Maka sambil belajar serta memantau sibuknya orang-orang di rumah, Naja dan Hema kompak duduk berdua di ruang makan dengan beberapa bungkus chiki juga buku-buku yang dibuka seolah-olah sedang dibaca. Antara semangat dan sudah tidak minat dengan mata pelajaran untuk ujian hari terakhir esok hari.
"Orang-orang pada sibuk atau sok sibuk, sih?" Dan benar saja, sebutir chiki mengenai kepala Naja saat itu juga. "Apaan, sih, Bang?!"
"Bukan orang yang sok sibuk, kita aja yang kemageran." Hema menjilati jari-jarinya yang dipenuhi bumbu micin.
Helaan napas keluar dari mulut Naja. Dia menatap buku geografinya dengan miris. Sejak lima belas menit yang lalu, lembaran buku tebal itu hanya dia balik-balik dengan tampang tak ada niat belajar. Chiki lebih menggiurkan daripada belajar untuk saat ini.
"Tahun baru ini kita nggak akan ngerayain, ya, Bang?"
Hema mengendikkan bahu, "Mana saya tahu. Saya, kan, Hema Chandra."
Begitu malas menanggapi keanehan Hema, Naja menggeletakkan kepalanya di atas meja makan. Persis seperti seonggok manusia tak bernyawa. Menatap ke arah ruang televisi, tepat di mana Kak Jean sedang sungguh-sungguh melatih tendangannya. Hembusan napas lelah kembali keluar dari mulut Naja.
"Kalau kakinya kena meja pasti enak tuh," Celetuk Hema yang dibalas cekikikan kecil dari Naja. Namun yang diperhatikan sama sekali tak terganggu. Malah semakin fokus pada teknik tendangan yang tak pernah dimengerti oleh Naja maupun Hema.
"Tahun baru nanti ke rumah Bude Iza enak, nggak, Bang?"
Hema langsung menggeleng, "Engga, banyak bocil," Jawabnya terus terang. Sebab memang, Bude Iza punya tiga anak yang masih kecil. Dan Hema begitu risih mendengar mereka berceloteh panjang lebar.
"Biasanya kalau ada ayah pasti ada aja ide buat tahun baru nanti. Kalian, mah, nggak asik!"
Berbeda dengan nada suara yang biasanya, Hema paham betul Naja saat ini sedang tidak baik-baik saja perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANGLALA ✔
Fiksi Remaja#Brothership #NCTDream #00line ❗HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA "Bianglala membawa kita berempat berputar. Memberi kita kesempatan melihat setiap sisi dunia. Memperlihatkan bahwa semesta selalu punya rahasia." Najaka tahu tak selamanya mereka berempat...