33. Seikat Bunga Serta Harapan

861 116 12
                                    

🎡 BIANGLALA 🎡
|33. Seikat Bunga Serta Harapan|
.
.
.
.
.

Seikat bunga yang sudah disusun sedemikian rupa oleh balutan kertas berwarna diletakkan tepat di atas brankar perawatan Hema, di samping tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seikat bunga yang sudah disusun sedemikian rupa oleh balutan kertas berwarna diletakkan tepat di atas brankar perawatan Hema, di samping tubuhnya.

Jean berdiri di sana tanpa berkata. Matanya berkedip melihat betapa banyak harapan yang dia toreh pada masing-masing kelopak bunga itu. Harapan akan kesehatan adiknya -adik satu-satunya.

Lantas pandangannya beralih pada Hema. Tidak banyak lagi selang-selang melintang di tubuhnya. Hanya selang oksigen, selang infus dan gips yang membalut kaki kanan dan tangan kiri anak itu.

Satu-satunya yang menjadi pengamat perkembangan Hema dari hari pertama hingga hari kesepuluh tak sadarkan diri di ruangan ini adalah Jean. Mengamati perubahan wajah Hema yang perlahan-lahan kembali memerah setelah sebelumnya seperti mendekati kematian. Menjadi saksi satu persatu alat penunjang hidup dilepas. Menjadi orang pertama yang dipanggil dokter untuk menjelaskan kondisi terkini Hema. Menjadi orang paling siaga yang tetap menggenggam jemari Hema yang sedingin malam.

Karena dalam benaknya, Hema adalah satu-satunya yang harus dia jaga saat ini. Tidak boleh terlepas dari pandangan sedikit pun. Tidak boleh menghilang untuk ikut yang sudah-sudah.

Kali ini Jean mulai dudu di bangku sebelah ranjang Hema, memandangi anak tu sambil tersenyum haru. Karena sudah berapa banyak ketakukan yang dia lewati untuk menunggu kondisi Hema yang sebaik ini walau anak itu belum juga membuka mata.

"Kakak yakin kamu kuat, Hem. Jangan ikut pergi, ya? Kakak, Mas sama Bunda nunggu kamu." Setetes air mata meluruh kembali, kali ini dengan ulasan senyum tipis di bibir.

Pagi tadi dokter berkata bahwa kondisi Hema mendekati sempurna. Artinya adiknya itu akan segera mendapat kesadaran. Artinya sebagian ketakutannya lenyap. Artinya Hema tidak akan pergi seperti -Ayah dan Naja.

Detik berikutnya sebuah tepukan di bahu Jean dapatkan. Pelakunya adalah Rendra yang datang dengan senyuman.

"Jangan nangis, kalau Hema sadar dia bakal ketawain lo," Ujarnya dengan nada bercanda. Jean pun ikut tertawa kecil di sela air mata harunya.

Rendra sadar, sejak kejadian tersebut Jean berubah. Adiknya itu berubah menjadi pria cengeng yang seperti sudah bosan hidup, tak bersemangat. Bukan lagi Jean yang anti menangis, anti lemah dan akan melawan semua yang menyakiti.

Bunga di samping Hema dipindahkan pada vas di nakas. Kemudian Jean mengambil baskom berisi air dan lap biru muda yang sudah disiapkan perawat untuk Jean membersihkan tubuh Hema.

Dimulai dari tangan, sedikit hati hati sebab ada infus dan beberapa bekas infus yang membengkak akibat terlalu banyak ditusuk jarum. Kemudian tangan yang satu hanya sebatas bahu sebab bagian lainnya tertutup gips.

BIANGLALA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang