16. Sudah Jadi Mantan

1.3K 233 29
                                    

🎡 BIANGLALA 🎡
| 16. Sudah Jadi Mantan |
.
.
.
.
.
.

Najaka selalu berusaha agar hari selanjutnya lebih baik dari hari sebelumnya. Setidaknya selangkah lebih baik saja, itu sudah termasuk sebuah pencapaian besar. Dan akan sangat menyesal jika harinya lebih buruk dari sebelumnya.

Tadi, pagi-pagi sekali setelah mandi dan shalat subuh dia tidak tidur lagi. Dia keluarkan Boris --si sepeda biru dongker kesayangannya. Terhitung sudah hampir dua bulan Boris tidak dia mandikan sejak sepeda ganteng itu masuk bengkel untuk dipoles.

"Ris, curhat dong!" Masih dengan matahari yang malu-malu menerangi, selang air membasahi besi-besi tubuh Boris.

Tak mendapat jawaban dari Boris, Naja menghela napas, "Gue udah punya pacar sekarang. Biutipul banget sumpah."

Dengan spons pembersih milik Jean dan sabun cuci milik Ayah yang biasa dipakai untuk cuci mobil, Naja membersihkan sela-sela tubuh Boris yang kotornya minta ampun. Jangan bilang siapa-siapa kalau tadi Naja nyuri spons dan sabun cuci mereka.

"Tapi gue ngerasa kayak nggak pacaran gitu, Ris. Apa karena gue nggak pandai pacaran, ya? Tadi malam gue chat nggak dibalas, kalau ditelpon nanti katanya nggak sopan. Tapi kan gue pengin chattan atau telponan kayak orang pacaran lainnya. Mas Ren sama Mbak Rina seru banget kalau udah chattingan. Kak Jean sama Niyara juga, kalau lagi telponan suaranya pasti kedengaran sampai sekomplek. Lo dengar juga kan?"

Setelah dirasa seluruh bagian tubuh Boris sudah tersabuni dengan merata, diguyurlah kembali tubuh besi Boris dengan air dari selang hingga semua busa di tubuhnya turun dan hilang terbawa air yang jatuh ke tanah.

"Mungkin karena dia sama gue nggak pernah pacaran, ya? Rasanya tuh kayak lawakan Kak Jean, garing banget. Padahal kan gue pandai ngegombal, tapi mulut gue ini kayak dikunci waktu mau ngomong. Susaaaah banget!"

Naja mengeluarkan kanebo yang dia curi dari kamar Mas Ren dan dia sembunyikan di dalam kantong celananya. Lalu dengan telaten dia lap tubuh sepedanya dengan pelan-pelan. Siluet tubuhnya dengan Boris terlihat menakjubkan di atas paving akibat sinar matahari yang kian terang.

"Terus caranya gimana, ya, Ris? Salah gue sih yang gegabah, pengin cepat-cepat pacaran. Jadinya krik banget begini. Nggak mungkin putus tiba-tiba kan, Ris? Tapi jujur, gue cintaaaa benget sama dia. Zinia namanya kalau lo belum tahu."

Kalau Boris bisa menjawab, saat itu dia ingin sekali bilang begini, "Yeuu ni bocah! Sok-sokan ngomong cinta. Kencing aja belum lurus! Minum susu dulu banyak-banyak, kalau udah besar baru cari pacar."

Pasalnya Boris pun iri sebenarnya. Sebab sejak Naja memikirkan tentang rasa bucinnya terhadap Zinia, Boris sering terbengkalai. Dulu setidaknya seminggu sekali dia dimandikan, tapi sekarang hampir dua bulan baru sekali dia kena air. Boris mana bisa mandi sendiri.

"Padahal Mas Ren sama Kak Jean juga baru sekali pacaran. Tapi kok mulus-mulus aja, ya? Gue pengen curhat sama siapa coba, kalau bukan sama lo? Yang lain pada ceramah, katanya seharusnya gue nggak langsung terobos. Ditunggu dulu, dekati dulu, dekati bapaknya kalau perlu. Ya mana kuat mental gue! Ngeliat mukanya aja jantung gue udah deg-deg-ser!"

Naja langsung berdiri dari posisi jongkoknya setelah dirasa Boris sudah mengkilap layaknya sepeda baru. Matanya cemerlang, seakan bangga dengan hasil kerjanya yang maksimal.

Sesaat setelahnya Naja bertolak pinggang. Masih dengan menatap Boris yang mengkilap bercahaya seperti gigi Pak Udin yang tinggal di komplek depan.

"Kalau-kalau nanti Ayah beliin gue motor, nasib lo gimana, ya, Ris?" Naja menggeleng sendiri. Dia usap-usap stang sepedanya seperti membelai anak sendiri. "Bukannya gue mau membuang elo, tapi kan gue juga pingin kelihatan keren kayak Kak Jean. Sebentar lagi pasti disuruh Ayah buat SIM. Tapi lo tenang aja, gue nggak sekejam itu untuk buang lo. Paling gue museumkan di bagasi."

BIANGLALA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang