🎡 BIANGLALA 🎡
| 4. Berjanji Untuk Menjaga|
.
.
.
.
."JEANO!"
Rasanya Jean ingin mengutuk gedung kursus yang punya banyak lantai ini. Turun dari lantai tiga rasanya sangat lama. Anak tangga seperti ada ratusan. Jean sibuk melihat ke belakang, memastikan bahwa Pak Tua yang datang tak diundang itu sudah tak lagi mengikuti. Tapi sayang, bahkan sepertinya kecepatan menuruni tangga lelaki tua itu lebih cepat dari Jean sendiri.
"JEANO!"
Baru saja kakinya menginjak lahan parkir, tangan kanannya sudah ditarik paksa oleh sebuah tangan yang sudah keriput.
"Apa lagi?!" Jean menepis tangan itu. Matanya merah, kilatan marah terlihat.
"Ikut Papa pulang."
Dahi Jean berkerut, "Mudah, ya, bilangnya. Seakan saya ini barang yang bisa dipindahkan dengan gampang."
Lelaki tua yang bahkan Jean sendiri pun tidak ingat lagi namanya itu masih kukuh berdiri di depan Jean. "Ikut Papa pulang. Hidup kamu akan lebih bahagia sama Papa."
Jean tertawa sinis, "Bahagia? Anda punya apa sampai bisa memastikan hidup saya akan lebih bahagia jika ikut anda?"
Lelaki itu tertawa, terdengar sangat sombong hingga Jean geram. "Papa sudah punya perusahaan besar sekarang. Hidup Papa penuh kekayaan. Kamu jangan takut, kalau ikut Papa, kebutuhan kamu akan terpenuhi."
"Kekayaan? Tapi maaf, kebahagiaan saya bukan karena kekayaan, tapi kasih sayang. Lagi pula mana ada preman yang kasar dan suka memukuli anaknya sendiri bisa punya perusahaan besar seperti anda. Mus-ta-hil." Jean menekan kata-katanya.
Plak!
Jean berdecih saat panas menjalar pipinya. "Dan terjadi lagi. Sifat anda memang tidak akan bisa hilang."
"Setidaknya saya masih ingat kamu! Walaupun dulu saya ingin kamu mati, tapi sekarang saya masih peduli sama kamu lebih dari perempuan itu!"
Jean diam saat kata perempuan disebutkan. Matanya yang memerah siap untuk meluncurkan setetes air.
"Kenapa? Kamu masih berharap perempuan itu datang menemui kamu? Hah? Mana mungkin! Dia meninggalkan kamu! Dia tega ninggalin kamu yang saat itu sedang sekarat." Lelaki tua dengan muka berlagak hebat itu melipat tangan di depan dada, menyaksikan bagaimana muka emosi Jean yang berdiri tegak di depannya.
"Bedanya dengan anda apa? Anda mambuang saya! Anda membuang saya saat saya sedang sekarat. Iya 'kan?! Saya sekarat juga karena anda. Jadi anda nggak berhak melimpahkan semua kesalahan pada mama saya."
Dengan dada naik turun tak beraturan, Jean berlari ke arah motornya yang terparkir sendirian karena sudah hampir pukul sepuluh.
"Jean--"
"Apa lagi?!! Pergi! Dan jangan muncul di depan saya lagi!" Bentak Jean dengan suara bergetarnya.
Sebelum dia melajukan motornya, disempatkannya menoleh ke arah lelaki tua yang brengsek itu, "Ingat, saya masih menunggu Mama datang. Mau sampai kapan pun, saya akan tetap menunggu karena dia sudah janji. Dia janji akan kembali."
Setelahnya, lelaki tua yang berdiri dengan santai itu membiarkan motor besar Jean berlalu. Dia membenarkan jas hitamnya yang sedikit berantakan karena dibawa berlari.
"Yakin sekali dia perempuan itu akan menepati janjinya." Gumamnya disertai tawa gamang.
Untuk hari ini rasanya sudah cukup. Jean sudah mengetahui bahwa dirinya masih hidup, bahkan sehat dan kaya. Tinggal bagaimana cara mengambil alih anak itu dari keluarga angkatnya. Rasanya itu hal yang mudah bagi Bratama Adiguna.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIANGLALA ✔
Teen Fiction#Brothership #NCTDream #00line ❗HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA "Bianglala membawa kita berempat berputar. Memberi kita kesempatan melihat setiap sisi dunia. Memperlihatkan bahwa semesta selalu punya rahasia." Najaka tahu tak selamanya mereka berempat...