15 hari kerja terlewati dengan damai, Aca mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya. Memahami ritme kerja Deepa Vishaka hanya dengan satu omelan kejam dan tajam. 11 rekan team yang berada di bawah naungan PM yang sama juga menyambutnya dengan baik, ramah tiap ditanyai pekerjaan atau saat diberikan pekerjaan. Tugas administratifnya juga berjalan mulus. Dan hari ini tepat hari ke 16–atau hari ke 18 hitungan normal yang Aca tandai tiap angkanya pada kalender meja sejak hari pertamanya masuk tanggal 12 lalu, guna menghitung mundur satu bulan waktunya bekerja disini, bukan magang. Tetapi mengisi posisi sementara staff yang sedang berada di masa akhir cuti hamil—kantor mengalah hingga akhirnya mengambil satu lagi tambahan di bagian administrativ karena pekerjaan yang menggunung. Padahal sudah sejak 2 bulan lalu Via mengambil cuti, semoga saja Aca bisa tetap berada disini walaupun Via kembali nanti—doa para rekannya yang merasa cocok dengan ritme kerja Aca dan bagaimana si perempuan itu bersikap.
Bahkan saat hari ke 6 kerjanya, Aca berhasil memukau beberapa Bapak-Bapak. Tak lain karena dirinya yang mampu membuat si Boss Besar—Abi bersikap welcome padanya di minggu pertama bekerja.
Kembali pada keadaan saat ini, Andika masih dengan sarung melingkari lehernya mendekati meja Aca dengan satu map biru ditangannya. "Aca, tolong telpon Pak Deepa ya, ini apa aja yang dibutuhin." Ujarnya sambil menyerahkan map yang ia bawa pada Aca. "Siap, Mas." Tanpa bertele-tele, Aca mengambil ponselnya yang ia letakkan di bawah layar komputer. Menekan aplikasi berlogo W dan memilih opsi telepon. Log panggilan berderet panjang disana, lebih banyak berwarna merah karena panggilannya tak sempat ia jawab—sengaja sebenarnya. Lalu memilih dua nomor teratas di log panggilan, nama Deepa Vishaka memenuhi layar. Kebiasaan buruk, Aca selalu menyimpan kontak telepon dengan nama asli tanpa imbuhan Pak atau Ibu. Bahkan kontak orang tuanya pun begitu.
"Ya, kenapa?" Aca membuka map yang disodorkan Andika sebelumnya, "Pak, maaf menganggu. Mas Andika bertanya perihal Preorder Pak. Sudah sesuai dengan apa yang Bapak sampaikan kemarin atau ada perubahan?"
"Nanti saya cek sekalian tanda tangan. Saya masih ngawasin dulu."
"Baik Pak siap. SPK yang kemarin juga sudah Bapak tanda tangani?" Tanya Aca lagi. "Sudah, coba cek di meja saya. Langsung kamu kirim deh, biar uangnya cepet cair juga."
"Baik Pak siap." Belum sempat memberi salah, Deepa lebih dulu memutus teleponnya. Pasti si bossnya itu sudah mendapatkan panggilan dari yang lain.
"Mas.." panggil Aca pelan, Andika menoleh dengan gerakan cepat. "Pak Deepa bilang, nanti beliau lihat lagi. Biar sekalian tanda tangan." Andika memberikan tanda Ok pada jemarinya dan tak lupa mengucapkan terima kasih.
Menjalankan perintah baru Deepa, Aca mengirimkan SPK yang telah selesai dari meja atasannya dan membawanya serta ke ruang keuangan. Tak memutuhkan waktu lama karena hanya berbeda ruang, Aca kembali 10 menit kemudian dan meneruskan pekerjaannya.
"Aca.." panggilan Andika setelah berpuluh menit berlalu berhasil menarik kembali atensi Aca yang sibuk dengan dokumen di mejanya.
"Ya Mas?"
"Kok kayaknya saya nggak pernah lihat kamu dijemput pacar ya selama ini? Padahal kamu sudah punya pasangankan?" Tanya Andika to the point, penasaran sebenarnya. Karena sepanjang 16 hari terlewati, Andika tak juga menemukan keberadaan pasangan si perempuan yang katanya sudah memiliki pasangan alian taken. Padahal harusnya pasangan Aca ini merasa khawatir. Aca itu cantik, sekali malah. Senyumnya menarik, wajahnya apalagi. Tubuhnya mungil tetapi memiliki lekukan yang pas hingga mampu membuat tiap pria pasti berlomba-lomba ingin melindunginya untuk dirinya sendiri. Jadi Andika merasa keheranan dengan keabsenan kekasih si perempuan jelita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
tale
Fanfictale /tāl/ noun a fictitious or true narrative or story, especially one that is imaginatively recounted. Gambar berasal dari pinterest.