3. Sekilas tentang masa lalu.

35.6K 3.3K 48
                                    

Awalnya aku terlahir dari keluarga bahagia. Terlahir dari keluarga yang berkelimpahan membuatku tidak pernah merasakan apa itu yang namanya penderitaan. Ditambah lagi posisiku sebagai anak tunggal, membuatku menjadi semakin disayang. Tak ayal dengan segala kelebihan yang kumiliki tersebut membentukku tumbuh menjadi pribadi yang manja.

Namun seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Yang artinya tidak ada yang sempurna di dunia ini. Begitu juga yang terjadi kepadaku. Di usiaku ke sembilan, Mama menemukan bukti perselingkuhan Papa. Tidak tanggung-tanggung, perselingkuhan Papa tersebut bahkan telah menghasilkan seorang anak laki-laki, yang selama ini begitu diharapkan sebagai penerus keluarga.

Saat itu aku tidak begitu paham tentang apa yang terjadi dalam keluargaku. Yang kutahu hanyalah Papa dan Mama sering berteriak sambil memecahkan barang. Bahkan beberapa kali kulihat Papa memukul Mama hingga pingsan di kamarnya. Tidak hanya itu saja, sikap Papa pun semakin berubah kepadaku. Tak ada lagi senyuman dan pelukan yang sering dilakukannya kepadaku. Di mata Papa aku berubah bagai orang asing. Entah apa alasannya ia melakukan hal itu kepadaku.

Puncaknya, Mama memutuskan untuk menyerah dengan pernikahannya. Ia memilih lari dari rumah tanpa membawaku. Dibandingkan diriku, Mama lebih membawa beberapa surat berharga dan juga perhiasan dari dalam lemari. Sepertinya itu jauh lebih berharga daripada diriku yang merupakan darah dagingnya. Dan sampai sekarang baik aku maupun Papa, tidak mengetahui dimana keberadaannya.

Semuanya terlalu tiba-tiba bagiku, hingga aku tidak sempat untuk menangisi kepergian Mama saat itu. Tidak sampai di situ saja, beberapa minggu setelah kepergian Mama, Papa menjual kediaman kami kemudian membawaku kepada keluarga barunya. Pada saat itu untuk pertama kalinya aku bertemu dengan wanita yang telah menghancurkan keluargaku. Ia adalah seorang ibu dua orang anak yang kecantikannya jauh melebihi mamaku. Pantas saja papaku tergoda. Tak tanggung-tanggung, Papa juga menyuruhku untuk memanggilnya dengan sebutan mama, persis seperti panggilan kepada ibu kandungku selama ini.

Dari wanita itu, aku memiliki seorang adik laki-laki dan juga seorang saudara perempuan yang usianya berbeda setahun denganku. Otomatis aku seharusnya memanggilnya sebagai kakak. Kakak tiri yang sama sekali tidak ada hubungan darah denganku. Namun hingga usiaku sedewasa ini, aku sama sekali tidak pernah sudi memanggilnya kakak. Sikapnya yang jahat dan licik terhadapku, membuatku enggan untuk menghormatinya.

Hidup terus berjalan. Tahun-tahun yang kulalui semakin berat. Papa lebih menyayangi keluarga barunya tanpa mengikut sertakan aku. Alhasil membuatku tumbuh menjadi gadis yang tertutup. Berbanding terbalik dengan Evelyn-kakak tiriku- yang tumbuh menjadi gadis cantik dan memiliki banyak kelebihan, membuat semua orang yang mengenalnya menyayanginya. Bahkan Papa dan lebih mengangapnya itu putrinya dibandingkan diriku.

Semakin hari aku semakin jauh dari keluargaku. Otakku yang pas-pasan membuat nilai akademisku biasa-biasa saja. Tidak ada sama sekali prestasi yang dapat kubanggakan. Hal itu membuatku semakin dipandang sebelah mata oleh keluargaku. Satu-satunya yang peduli terhadapku hanyalah sahabat Mamaku, Tante Rima. Ia dan suaminya menyayangiku persis seperti anak kandungnya. Tak jarang aku mengunjungi rumahnya setiap akhir pekan tanpa diketahui oleh keluargaku.

Salah satu anak Tante Rima adalah sahabatku. Namanya Adrian. Cinta pertamaku dan juga sekaligus pemberi luka yang paling sakit dalam kehidupanku.

Karena persahabatan kedua ibu kami, saat TK dan SD kami berdua selalu disekolahkan di tempat yang sama. Membuatku terbiasa akan kehadiran Adrian di sekitarku. Sayangnya semenjak Papa menikah dengan Mama baru, aku terpaksa harus berpisah darinya. Untungnya saat SMU kami kembali bersama lagi.

Kalau ada yang mengatakan tidak ada persahabatan antara pria dan wanita, maka aku dengan lantang menyetujuinya. Terbukti saat di SMU aku mulai merasakan jatuh cinta kepada Adrian. Saat itu ia merupakan sosok idola di sekolah kami. Sudah tampan, pintar, bahkan cukup ramah kepada siapapun. Tak heran banyak perempuan yang menyukainya saat itu.

Suami PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang