5. Ragu sebelum pernikahan

31K 3.3K 125
                                    

Setelah bertemu dengan keluarga Libra, kini giliran mengenalkan Libra kepada keluargaku. Seperti yang kutebak, Papa dan Mama terlihat kaget saat mendengar rencana kami, namun tidak terlalu antusias seperti orang tua kebanyakan.

"Sudah lama kalian saling kenal?" Papa dengan tatapan tajamnya terlihat jelas ingin menyelidiki Libra.

Aku yang duduk di samping Libra menatap pria itu penasaran. Aku ingin tahu bagaimana cara dia menjawab pertanyaan Papa

"Lumayan lama, Om. Tapi saya dan Erika sudah merasa cocok," jawab Libra dengan mantap. Boleh juga kedengarannya. Ia tidak bohong, tapi juga tidak sepenuhnya benar.

"Kamu sudah yakin menikahi dia?" Nada suara Papa terdengar ragu. Tapi di telingaku Papa seperti merendahkanku.

"Sudah, Om." Libra menatap Papa tanpa ada keraguan di matanya. "Erika adalah orang yang tepat untuk menjadi pendamping hidup saya."

Aku tidak tahu apakah Libra mengetahui apa yang terjadi di keluargaku, tapi kalau boleh jujur aku merasa terharu atas pembelaannya terhadap diriku.

"Ya sudah, kalau kalian sudah merasa cocok apalagi yang kurang?" ucap Mama Emi menengahi. Ia juga sepertinya dapat merasakan ketegangan yang tak kasat mata ini. "Kami sebagai orang tua hanya bisa berdoa dan  berharap semoga yang terbaik yang akan kalian dapatkan." Lihatlah betapa manisnya perkataannya. Tak lupa juga senyum keibuan yang tak pernah lekang dari bibirnya. Yang membuat Papaku semakin menyayanginya. "Ya kan, Pa?" lanjut Mama Emi sambil mengelus lengan Papa, membuat ayah kandungku itu dengan terpaksa mengiyakan.

Ya ampun, betapa mudahnya seorang Mama Emi mempengaruhi Papa. Hanya dalam beberapa detik, Papa langsung menyetujui perkataannya. Berbeda sekali dengan diriku, yang merupakan putri kandungnya.

Akhirnya malam itu juga restu sudah kami dapatkan. Tanpa menunggu lama Libra langsung bergerak menyelesaikan semuanya. Baik dokumen maupun persiapan pernikahan semuanya dia yang mengatur. Aku hanya cuma kebagian menyiapkan pakaianku saja.

Disela-sela menjelang hari pernikahan, beberapa kali Libra membawaku menemui keluarganya dengan maksud untuk membuat aku semakin akrab dengan mereka. Karena rencananya begitu selesai pemberkatan, kami akan tinggal di rumah itu sebagaimana kesepakatan awal kami berdua. Yaitu, aku dipilih hanya karena untuk mengurus keluarganya.

Ternyata tidak sulit untuk mengakrabkan diri di keluarga Libra. Ibu dan Bapak-begitu aku disuruh memanggil orang tuanya Libra- adalah orang yang baik dan ramah. Sedangkan adik-adiknya, yaitu Ishak dan Radit-adiknya nomor dua-, walaupun mereka terlihat jarang bicara tapi tak terlihat mereka membenci kehadiranku. Tapi yang membuatku bahagia adalah reaksi kedua keponakan Libra yang begitu antusias atas kehadiranku. Kedua bocah yatim-piatu tersebut, yaitu Tania dan Jeremy, mengatakan sudah tak sabar rasanya agar aku tinggal bersama mereka.
Tak ayal permintaan polos mereka membuatku ikut terharu. Karena untuk pertama kalinya aku merasa kehadiranku dihargai tanpa ada rasa kasihan.

Semakin ke sini komunikasiku pun dengan Libra semakin lancar. Tak disangka ternyata kami memiliki beberapa kesukaan yang sama. Sehingga membuat hubungan kami semakin dekat.

Sampai hari ini tidak pernah ada perdebatan di antara kami. Baik aku maupun Libra memilih untuk tidak pusing memikirkan masalah pernikahan. Aku menyerahkan semua keputusan kepada Libra, sedangkan Libra mempercayakan semuanya kepada WO, jadi tidak ada yang perlu diributkan. Toh, ini hanya pernikahan yang didasari kesepakatan. Jadi tidak perlu baperan.

"Kamu sudah siap Erika?" Menjelang hari-H, Libra menyempatkan diri menemuiku di sebuah kafe tanpa sepengetahuan keluargaku. Soalnya aku permisi dari rumah untuk membeli keperluanku. Tidak usah bingung kenapa aku masih bisa keluar dari rumah, kan sudah kubilang bahwa keluargaku tidak terlalu memperdulikanku.

Suami PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang