Bab 42: Mama vs Mama Emi

27.1K 3.1K 237
                                    


Kemunculan kami berhasil menarik perhatian para tamu undangan. Bisik-bisik langsung terdengar ketika kami berjalan melewati mereka menuju tempat sang pemilik acara, yang lucunya belum menyadari kehadiran kami.

"Hei, bukankah itu Erika? Untuk apa dia datang ke sini?

"Pstt...bukankah dia sudah diusir oleh ayahnya?

"Wow, dia sungguh nekad untuk datang ke tempat ini!"

"Evelyn jauh lebih berkelas darinya. Dasar wanita tidak tahu malu!"

"Tidak usah di dengarkan. Mereka hanya sekumpulan kecoa yang sedang mencari perhatian. Kotor dan juga menjijikkan." Mama berkata tanpa menoleh kepadaku. Tatapannya fokus ke depan tertuju kepada Papa dan keluarganya.

Andai tidak di situasi sekarang, mungkin aku sudah terbahak-bahak mendengar julukan yang diberikan Mama kepada para tamu undangan tersebut. Kecoa? Ya ampun, itu terdengar menggelikan. Semoga saja mereka tidak mendengar julukan tersebut. Kalau tidak, bisa kupastikan mereka akan menyerang kami dengan kuku terawat mereka.

Di tengah pikiran konyolku tersebut, secara bersamaan Evelyn dan yang lainnya melihat kedatangan kami dari depan.

Sepersekian detik tatapan kami bertemu. Ada kemarahan membara terlihat jelas di mata mereka saat melihat diriku.

Mama yang turut melihatanya tersenyum sinis lalu menyuruhku agar tidak takut. "Jangan tundukkan pandanganmu, sayang. Balas tatapan mereka dengan berani."

"Mereka seperti ingin mengusirku, Ma..." bisikku pelan.

"Itu tidak akan pernah terjadi. Sebelum mereka melakukannya, Mama sudah lebih dulu mengeluarkan mereka dari rumah ini."

Aku tersenyum tipis menanggapinya.Menurutku itu tidak mungkin terjadi, tapi aku senang melihat cara Mama membelaku. Sudah lama rasanya aku tidak diperlakukan seberharga ini.

Tiba-tiba Evelyn berjalan ke arahku meninggalkan yang lainnya, lalu menarikku kuat hingga membuatku sedikit oleng. "Siapa yang menyuruhmu datang, pelacur! Tempatmu bukan di sini lagi." Desisnya marah, takut kedengaran para undangan lainnya. Wajahnya menatapku sengit penuh kebencian. Kurasa penghinaanku tempo hari masih membekas diingatannya.

Aku segera melepaskan diri dari genggamannya. Untungnya tenaganya tidak lebih kuat dariku. "Tenanglah kakak. Sebagai anak yang baik, aku hanya ingin mengucapkan selamat kepada pernikahan orang tua kita," ucapku lantang, sengaja agar di dengar semua yang hadir di ruangan ini. "Meskipun aku tidak diundang, tapi aku tulus melakukannya," kataku menyindir kelakuan mereka secara terang-terangan di depan orang banyak.

Wajah Evelyn berubah merah padam. Seketika suasana di ruangan ini berubah senyap. Kini fokus mata berganti ke arah kami.

"Jahat sekali bicaramu, Nak. Kami tidak pernah membeda-bedakanmu. Kamu saja yang selalu menjauh dan berprasangka buruk terhadap kami." Itu bukan suara Evelyn, melainkan Mama Emi yang ikut nimbrung datang menengahi agar nama baiknya tidak tercoreng. Tak lupa senyum sendunya untuk menarik simpati orang banyak.

Ck, drama mereka selalu memuaskan. Tidak pernah gagal dimainkan.

"Di mana suamimu, Erika?" Mama Emi kembali berakting sebagai orang tua perhatian. "Siapa yang kamu bawa ini?" tanyanya memandang Mama penuh selidik.

Awalnya aku hendak menjawabnya, namun tanpa kuduga Mama lebih dulu mengenalkan dirinya. "Saya Mamanya. Lama tidak bertemu, Emi..." sudut bibir Mama tertarik menampilkan seringai kejam.

Kulihat Mama Emi segera langsung mundur selangkah. Wajah cantiknya berubah syok ketakutan melihat Mama.

"Ayu-mi..." tunjuknya terbata-bata seperti melihat hantu. Hebat juga Mama Emi, sekali ketemu langsung tahu siapa Mama sebenarnya. Tidak seperti aku yang butuh waktu sedikit lama.

Suami PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang