39. Penjelasan

34.5K 3.6K 237
                                    

Maaf, telat update ya teman- teman 🙏



Setelah usai pembicaraan kami, Ibu Rahardjo membawaku masuk ke dalam rumahnya.

Di dalam, kehadiranku langsung disambut oleh suaminya. Pria kaya yang merupakan klien Mas Libra beberapa bulan lalu.

Demi kesopanan dengan canggung aku menyapanya penuh hormat. Tapi yang sama sekali tidak kuduga adalah Pak Rahardjo membalas sapaanku dengan sebuah pelukan hangat.

Mendadak aku jadi gugup sekaligus salah tingkah, mengingat bajuku masih basah dan juga kotor. Bayangkan saja aku berlari menerobos hujan tanpa menggunakan alas kaki beratus meter jauhnya. Otomatis bukan hanya kakiku ikut kotor, celanaku juga ikut terkena becek di jalan.

Tak lama pelukannya terlepas dari tubuhku. Aku hanya bisa meringis melihat kemejanya ikut basah karena terkena bajuku. Aku berharap semoga saja Pak Rahardjo tidak kesal kepadaku.

Melihat reaksi suaminya terhadapku, Bu Rahardjo tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

"Jangan buat Erika takut. Sikap Papa membuatnya tidak nyaman." Ucapan Bu Rahardjo memang benar adanya, namun menurutku itu tidak perlu dikatakannya. Takutnya itu akan menyinggung perasaan suaminya.

"Benar begitu, sayang?" Pak Rahardjo menatapku hangat. Sedikit pun beliau tidak terlihat terganggu dengan ucapan Bu Rahardjo barusan. Senyumannya sekilas mengingatkanku terhadap ayah mertuaku. Lembut dan juga penuh kasih. Sayangnya anaknya tidak mewarisi sikap tersebut.

Ck, ngapain juga aku mengingat si bajingan itu.

"Saya hanya tidak enak karena membasahi baju Bapak." kuberanikan diri menjawab pertanyaan Pak Rahardjo sambil menunjuk kemejanya yang basah.

"Hahaha...ini tidak masalah. Jangan pikirkan itu." beliau tertawa keras sambil menepuk bahuku pelan. Seolah aku tidak asing lagi baginya. Padahal ini adalah pertemuan kedua kami. Yang pertama bahkan kami sama sekali tidak ada interaksi. Percakapan hanya antara Mas Libra dan juga Pak Rahardjo.

"Sudah, sudah, nanti lagi pembicaraannya. Erika sudah basah, biar dia ganti baju dulu di kamar. Besok-besok Papa masih ada waktu bicara dengannya."

Ucapan Bu Rahardjo bagaikan penyelamat di tengah kecanggungan ini. Lagi pula memang aku butuh untuk mengganti baju agar tidak kedinginan. Berjam-jam di luar menahan air hujan membuat kulitku sudah mengeriput.

Syukurnya Pak Rahardjo tidak keberatan. Dia mengizinkanku untuk pergi dibawa istrinya ke kamar yang berada di lantai dua di rumah besar ini.

Di atas tangga sebelum sampai ke kamar, aku menyempatkan diri bertanya mengenai pengemudi ojek yang kutumpangi tadi. Karena seingatku tadi aku meminta tolong kepada Bu Rahardjo untuk membayar ongkosnya lebih dari tarif biasanya. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasihku kepadanya. Memang sih pertolongannya tidak bisa dibalas dengan materi, namun paling tidak aku dapat menggantikan waktunya yang tersita karena diriku. Hitung-hitung mengganti uang minyak untuk motornya.

"Dewi sudah mengurusnya. Kamu tenang saja."

Jawaban yang diberikan Bu Rahardjo membuatku dapat bernafas lega. Sepertinya Dewi yang dia maksud, adalah wanita muda yang mendampinginya tadi ketika menemuiku di luar.

"Terima kasih Bu. Mengenai uang ibu yang saya pakai saya janji akan secepatnya menggantinya," kataku sungguh-sungguh. Aku bertekad besok aku akan mengurus semua administrasiku. Baik data diri mau pun yang berhubungan dengan transaksi bank.

"Tidak usah pikirkan itu. Saat ini sampai seterusnya kamu akan menjadi tanggung jawab saya."

Aku terdiam tidak tahu harus menjawab apa lagi. Karena hingga saat ini aku masih tidak berani memperjelas hubungan kami.

Suami PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang