Bab 34: Akhir dari sebuah hubungan

32.7K 2.9K 184
                                    

Belum lagi selesai masalah dengan Mas Libra, kini muncul satu masalah baru lagi. Kali ini datang dari keluargaku sendiri. Tiba-tiba Papa menghubungiku menyuruh datang ke rumahnya.

Firasatku mengatakan ini pasti ada hubungannya dengan Evelyn. Entah apa yang dikatakan si rubah itu kepada Papa, yang pasti kutebak bukan hal yang baik untukku.

Tak ingin semakin menebak-nebak, aku segera berangkat menuju rumah masa kecilku itu tanpa didampingi oleh siapa pun. Bahkan terhadap Mas Libra pun tidak kuberitahu tentang kepergianku ini. Kupikir nantinya aku tidak akan lama di tempat Papa. Jadi ngapain repot-repot memberitahunya. Lagi pula aku tidak yakin dia akan mengizinkanku pergi.

Setibanya di kediaman Papa, seorang pelayan langsung mengantarku ke ruang kerja Papa. Ternyata di situ sudah menunggu Papa, Mama Emi dan Evelyn.

Melihat ketiganya tidak ada menyapaku, aku berusaha untuk tetap bersikap tenang. Pura-pura tidak melihat kemarahan di wajah mereka.

Menguatkan hati, aku segera mendekati ketiganya di tempat duduk mereka. Niat hati ingin menyalim Papa terlebih dahulu, namun belum sempat kulakukan Papa sudah lebih dulu berdiri lalu melayangkan tangannya ke pipiku.

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di wajahku. Kejadiannya begitu cepat hingga membuatku tidak sempat mengelak.

Perih adalah hal pertama yang kurasakan. Tapi kesakitanku itu seperti tidak berarti ketika Papa selanjutnya meneriakiku dengan kata-kata kasarnya.

"Dasar anak kurang ajar. Sudah hebat kamu ya berani menggoda kakak iparmu? Di mana akal sehatmu, Erika?!" Teriakan Papa begitu menggelegar hingga membuat nyaliku sedikit ciut.

Aku yang langsung paham situasi, seketika mundur selangkah. Berjaga-jaga agar Papa tidak mengulangi tamparannya kembali.

Di belakang Papa kulihat senyum kemenangan terukir sempurna di wajah Evelyn dan Mama Emi. Setelah belasan tahun bersama akhirnya mereka berani terang-terangan menunjukkan sifat sebenarnya di depanku.

Mampus lo! Ucap Evelyn tanpa suara sambil tersenyum licik menatapku.

Menarik nafas dalam-dalam aku mencoba untuk tidak terpancing olehnya. "Pa, apa yang dikatakan Evelyn tidak benar. Kalau Papa mau, aku bisa menceritakan kejadian yang sebenarnya."

"Apa lagi yang harus Papa dengar darimu, Erika?" Sahut Papa gusar. "Dari dulu kerjaanmu selalu buat ulah. Hampir semua kelakuanmu mempermalukan keluarga ini. Menyesal Papa membesarkanmu dengan baik. Kalau tahu begini, mending kamu ikut saja dibawa pergi oleh ibumu yang tidak berguna itu. Sia-sia saja aku merawatmu selama puluhan tahun ini. Seharusnya kamu tidak terlahir sebagai putriku."

Kata-kata Papa membuatku sakit hati. Rasanya tidak pantas seorang ayah bicara seperti itu terhadap darah dagingnya sendiri. Berkali-kali sudah aku mencoba memaklumi sikapnya yang pilih kasih kepadaku, tapi sepertinya tidak ada gunanya. Tetap saja bagi papa aku adalah orang asing. Yang kedudukannya jauh lebih rendah dibanding Evelyn dan Angga.

"Sekarang cepat minta maaf kepada Evelyn!" Perintah Papa tegas.

"Tidak mau." Tolakku tegas. Hilang sudah hormatku kepada Papa.

"Sudah berani kamu membantah Papa?!" Hardik Papa murka.

"Papa seharusnya yang bertanya kepada diri sendiri, apakah pantas seorang ayah meragukan anaknya?" kataku balik balas menantangnya.

Rahang Papa mengeras, tampak tak terima dengan ucapanku. "Jaga bicaramu Erika! Sejak kapan Papa mengajarimu sebagai anak pembangkang?"

"Sejak Papa tidak lagi pernah memedulikanku," jawabku lantang. "Lagian apa pernah Papa mengajariku? Bukannya Papa lebih sering memerhatikan dua anak Papa yang lain," senyumku sinis, menyindir kelakuannya selama ini.

Suami PilihanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang