BAB 7

37 12 6
                                    

Bisma mengamati setiap barang yang ada dihadapannya saat ini. Puluhan butir peluru, serpihan bom yang tersisa, dan beberapa foto dari rekaman CCTV.

"Bahkan peluru yang mereka pakai ini diimport dari pabrik senjata di Rusia pak." Ujar Rio yang tengah menjelaskan hasil investigasi yang ia peroleh.

"Rusia ya? Sudah cek daftar impor yang masuk selama beberapa tahun terakhir?"

"Sudah pak, tapi kami tak mendapatkan informasi apapun tentang daftar barang impor yang mencurigakan. Ini datanya"

Rio memberikan beberapa lembar dokumen yang berisikan daftar data ekspor maupun impor dengan Negara Rusia beberapa tahun terakhir tersebut.

Bisma memfokuskan dirinya pada data data yang tertulis diatas kertas tersebut.

"Bisa saja barang barang itu tidak dikirim dari Rusia langsung." Kali ini pak Abra yang bersuara.

"Bukan hal baru mentransitkan barang ke Negara lain sebelum mengirimkannya kembali ke Negara tujuan. Bukannya itu sering terjadi saat transaksi Narkoba?"

"Benar juga pak."

"Kalau begitu, tugas kita tak akan mudah. Ada banyak sekali Negara yang melakukan kegiatan ekspor dan impor ke Negara kita ini pak."

"Apa perlu kita melakukan invertigasi langsung ke Tanjung Perak atau Juanda pak?"

"Itu diluar wilayah kita Jo, disana ada Bripka Adji dan Bripka Tito kita hubungi mereka saja."

"Bapak mau melepaskan ini kepada mereka?" tanya Rio kali ini tak percaya.

Senyum Smrik milik Bisma kini mengembang.

"Mana mungkin Rio, kali ini aku sendiri yang akan turun."

"Kita akan membagi tugas sekarang." Bisma mecondongkan tubuhnya dan memberikan isyarat kepada tim nya tersebut untuk mendekat.

Sebuah rencana klise namun cukup ampuh untuk situasi saat ini.

________

Sebuah ketukan membuyarkan konsentrasi pak Abra yang tengah menelaah beberapa dokumen berisikan laporan dari bawahannya.

Pintu ruangan sudah sedikit terbuka bahkan sebelum pak Abra mempersilahkan. Pak Abra yang sudah hafal dengan hal tersebut lantas menyingkirkan berkas berkas yang ada dihadapannya.

"Ayah, boleh Monik masuk?"

"Bahkan kepalamu sudah masuk Monik." Ujar pak Abra seraya tertawa.

"Masuklah nak."

Sebuah senyuman merekah di bibir kemerahan milik Monica.

"Monica bawakan makan siang untuk Ayah. Bukan untuk Ayah seorang sih, Mas Bryan dan juga Bimo akan makan bersama disini." Penjelasan Monica seraya menata makanan diatas meja tamu yang ada di ruangan Ayahnya itu.

"Oh iya, Bryan sudah kembali ya? Kenapa dia tak mengabariku?"

"Mas Bry tau, ayah lagi sibuk banget akhir akhir ini. Apalagi setelah kejadian mobil tahanan yang meledak kemarin." Nada bicara Monica merendah.

Ia sangat takut mengungkit hal sensitive itu kepada Ayah kesayangannya.

Kini helaan nafas berat terdengar.

"Ya begitulah nak, diusia ayah saaat ini seharusnya ayah sudah pensiun dan menikmati waktu bersama cucu ayah. Tapi, tanggung jawab ini ngga mungkin ayah lepas."

Monica menatap ayahnya yang masih duduk di kursi kebesarannya.

"Ayaah." Panggil Monica, pak Abra lantas menatap anak kesayangannya tersebut.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang