BAB 23

18 9 6
                                    

Warning 17++!! 

Ehemmm, disini agak sensitif yaa. Jadi mohon maaf jika kurang berkenan :) Happy Reading

Bisma yang tengah sibuk dengan berkas penyelidikkan, dikejutkan oleh suara beberapa anggota yang tengah berjaga malam itu. Pria itu memutuskan untuk keluar dari ruangan, dan melihat para anggota dengan senjata lengkap bersiap untuk pergi.

"Kalian mau kemana?" tanya Bisma kepada salah satu anggota yang berada didekatnya.

"Café milik keluarga Abraham diserang sekelompok orang asing pak," Bisma membeku sesaat.

Perasaannya menjadi gelisah.

Monica.

Hanya nama itu yang ada dipikirannya sekarang. Ia pun langsung berlari menuju motornya, dan memacu kendaraan itu secepat yang ia bisa.

Monica, apakah wanita itu baik-baik saja?

Bisma sampai sesaat sebelum mobil dari pihak kepolisian tiba.

Kacau, semua terlihat sangat kacau. Ia melihat dua orang karyawan Monica yang dibawa ke dalam ambulance. Bisma berusaha masuk ke dalam dan melihat salah seorang karyawan Monica yang menangis dengan Bimo dipelukannya.

Pikiran Bisma kembali tertuju kepada Monica, dimana keberadaan wanita itu?

Pak Abra terlihat sangat gelisah saat itu, ia sedang menghubungi seseorang seraya melayangkan ribuan sumpah serapah pada orang disebrang panggilan.

Bisma memilih mendekat kepada karyawan wanita itu dan juga Bimo. Pria itu berjongkok dihadapan Bimo yang menangis histeris.

"Apa yang telah terjadi?" tanyanya lembut.

"Mom-mommy, han-hantu, membawa Mommy," jawab Bimo terbata-bata.

"Hantu?" Bisma menatap gadis yang memeluk Bimo, seolah meminta penjelasan.

Dengan sesenggukkan gadis itu menjelaskan, "Kak Monica, ia dibawa oleh sekelompok orang yang menggunakan topeng."

"Topeng?"

Suara derap kaki yang terdengar terburu-buru menghampiri mereka, "kakak! Dimana kakak?!"

Hans, pria itu terlihat sangat berantakan. Ia menghadap pak Abra, kedua tangannya memegang kedua bahu pria tua itu, "Wat is er gebeurd, oom?1 Dimana kak Monik?"

"Uncle..." panggil Bimo tergugu. Hans langsung menghampiri keponakan kesayangannya itu, "tak apa sayang, uncle disini."

"Mom-mommy, uncle, mommy di-di-diculik han-hantu," Hans memeluk erat Bimo, mengusap lembut punggung kecil yang bergetar itu. Matanya tertuju kepada Dian yang sedari tadi menatapnya.

"Apa yang terjadi, Dian?" sorot mata Dian tak bisa menutupi segalanya, Hans seolah mengerti apa yang dikatakan gadis itu tanpa perlu mendengarkannya secara langsung.

"Aku paham sekarang," ia memberikan Bimo kepada Dian.

"Tuan," cegah Dian ketika Hans berusaha bangkit menjauhi mereka.

"Jangan coba-coba hentikan aku sekarang!" kalimat perintah yang begitu rendah dan dingin itu tak menyurutkan nyali Dian. Ia tak bisa membiarkan Hans bertindak bodoh saat ini.

Tapi, apa yang bisa ia lakukan? Disini terlalu banyak orang, terutama para pihak kepolisian.

Ia tak tau, apakah dewi fortuna sedang berpihak kepadanya atau malah sebaliknya. Bimo, anak itu bergetar hebat didalam pelukannya.

"BIMO!!" teriaknya.

Semua orang mengalihkan atensi mereka kepada Dian. Lebih tepanya kepada anak kecil yang sedang kejang itu. Hans berbalik, dan berlari menuju keduanya.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang