BAB 4

51 13 8
                                    

Bisma menghentikan kendaraan kesayangannya didepan sebuah swalayan yang sangat terkenal seantero Kota Mojokerto.

Bukan karna kemegahannya namun karna swalayan tersebut merupakan salah satu swalayan tertua di kota Mojokerto.

Sanrio.

Waktu yang tertera di jam tangan kesayangannya tersebut menunjukan pukul 8 malam. Keadaan swalayan itu masih sangat ramai. Terlihat dari pintu kaca yang menjadi akses keluar dan masuk tempat tersebut.

Ah, 15 tahun telah berlalu tapi tak banyak yang berubah dari tempat ini.

Swalayan ini teletak di jalan Bhayangkara, hanya berjarak 1 km dari kantor ia bekerja. Swalayan ini terdiri dari dua lantai, dimana lantai pertama merupakan tempat perlengkapan rumah tangga.

Mulai dari peralatan sampai sembako tersedia lengkap disana. Sedangkan dilantai dua terdapat Timezone dengan permainan yang cukup lengkap. Walau dibeberapa sisi masih terdapat permainan yang terlihat kuno, namun masih bisa berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.

Kenangan masa lalu kembali menghampiri Bisma ketika memasuki swalayan tersebut. Masih terekam dengan jelas kenangan masa kecilnya dibeberapa sudut tempat itu.

Bisma yang merupakan anak tunggal, disetiap awal bulan selalu mengikuti ibu dan juga ayahnya untuk berbelanja bulanan disana. Ia masih mengingatnya, ketika ia berumur 5 tahun dan duduk didalam troli yang didorong oleh ayahnya sedangkan ibunya berada di depan mereka, memilih berbagai keperluan mereka lalu memasukannya kedalam troli yang sama.

Saat mereka melewati rak berisikan mainan, Bisma selalu merengek dan membujuk sang ayah untuk berbelok menuju sudut yang merupakan surga bagi setiap anak seumurannya. Tanpa memberikan aba aba kepada ibunya, sang ayah langsung berbelok dan membiarkan anaknya tersebut memilih mainan yang ia suka dengan posisi sama, masih berada didalam troli belanjaan mereka.

Setelah Bisma menentukan pilihannya, ia dan juga ayahnya akan menyembunyikan mainan tersebut ditumpukan sembako yang telah diambil oleh ibunya. Tanpa memberitahukan apa yang mereka ambil, sesampainya di kasir ibu Bisma selalu menautkan kedua alisnya dan menggelengkan kepalanya memperhatikan mainan yang ia ambil dari dalam troli.

Sedangan dua orang pria kesayangannya tersebut hanya menunjukan cengiran manis mereka.

Mereka sangat mirip ketika melakukan hal tersebut.

Bisma mengambil kerangjang plastic yang berada tak jauh dari pintu masuk, dan mulai berjalan menuju tempat kebutuhan sehari hari.

Ia mengambil sebuah kotak susu, sereal, roti, oatmeal, dan beberapa mie instan dengan berbagai macam rasa.

Bisma bukan tipikal orang tak memperhatikan kesehatannya. Justru diantara semua teman temannya dia yang paling giat berolahraga dan menjaga pola makannya.

Namun selayaknya manusia yang hidup di Indonesia, dia tak pernah bisa menampik kenikmatan dari sebungkus mie instan dengan merk yang sudah terkenal sejagat raya itu. Dia memiliki tanggal tanggal terkhusus ditiap bulan untuk menikmati makanan yang sudah jelas tak membawa kebaikan bagi tubuh tersebut.

Ketika ia hendak mengambil sekotak keju dibarisan rak paling atas, tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan seorang disampingnya.

“ah, maafkan saya.” Ujar Bisma.

Orang tersebut masih terdiam ditempat, Bisma yang merasa tak enak mengambil dua kotak keju tersebut dan menyodorkannya kepada wanita dihadapannya.

“Bisma ya?” dua kata yang terucap oleh wanita dihadapannya tersebut sukses membuat ia menyeringit heran.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang