BAB 8

35 13 9
                                    

Langit Surabaya masih sama, cerah dan panas secara bersamaan.

Bisma benar benar ingin mengabsen semua penghuni Kebun Binatang Surabaya yang ada diseberang jalan. Sudah dua puluh menit mobil yang ia kendarai bersama Dimas hanya berdiam diri tanpa bisa bergerak barang satu meter saja.

Kemacetan memang sudah menjadi makanan wajib bagi pengguna jalanan Ibu Kota, tak termasuk Ibu Kota Jawa Timur ini.

"Sejak kapan Surabaya jadi sepadat ini, astaga."

"Dari dulu Dim, tapi ngga separah sekarang."

"Benarkah? Bapak pernah tinggal disini?"

"Ya bisa dibilang seperti itu." Dimas hanya menatap aneh kepada atasannya tersebut, namun yang ditatap seolah enggan untuk menjelaskan lebih lanjut.

"Aaaargh, tau gini kita belok ke daerah Taman Sidoarjo lalu lewat jalan tikus sekitar Kampus Unesa tadi."

"Apa Kantor Polrestabes masih jauh pak?"

"Masih, posisi kita ini di daerah pintu masuk Surabaya Dim. Sedangkan Kantor ada jauh ditengah. Bahkan hampir ujung mungkin." Ujar Bisma setengah frustasi.

Setelah menempuh kurang lebih dua setengah jam perjalanan, akhirnya mereka sampai juga di Kantor Polrestabes Surabaya. Seusai memakirkan kendaraan mereka, beberapa orang yang sangat mereka kenal datang menghampiri mereka.

"Pak Bisma! Pak Dimas!"

"Oii Dimas!" panggil seorang Briptu yang merupakan sahabat karib Dimas sejak masa pendidikan.

"Alibaba!!"

"Brengsek lo!" sebuah tendangan hampir saja mengenai Dimas, beruntung ia sudah hafal dengan semua pergerakan sahabatnya tersebut.

Kedua sahabat itu tertawa terbahak bahak lalu saling merangkul.

"Gimana Mojokerto? Banyak yang geulis ngga?"

"Lo mah kebiasaan, Lidya mau lo kemanain anjir? Klo udah ngga mau kasih gua aja dah." Ejek Dimas kepada sahabatnya tersebut.

Seketika wajah Ali berubah datar.

"Berani berani lo deketin Lidya, abis lo ditangan gua!" mendengar hal tersebut tawa Dimas semakin menjadi.

Inilah Ali, satu satunya sahabat terbaik yang Dimas miliki. Walau dia sering lirik kanan dan kiri ketika berada di suatu tempat yang terdapat banyak wanita di dalamnya , tetapi tetap saja hanya ada satu wanita yang akan selalu ada di hati dan juga hidupnya.

Sahabat sekaligus kekasihnya, Lidya.
Dia benar benar mencintai wanitanya tersebut, seperti seekor serigala yang selalu menjaga teritorinya seperti itu pula dia selalu menjaga wanita kesayangannya dan memastikan ia selalu baik baik saja.

"Kalian mau ikut masuk atau tetap disana saja?" tanya Bripka Tito menghentikan tawa mereka.

"Siap Komandan, kami datang." Ujar mereka seraya setengah berlari mengikuti jejak Tito dan Bisma.

"Lo belom jelasin euy tentang Mojokerto? Gimana? Seru?"

"Kota nya kecil sih Al, tapi serba lengkap. Dan juga jalanannya lebih tertata, jauh banget klo dibandingin Jakarta."

"Ye, lo mah bandingin ama Ibu Kota! Ya jelas bedalah." Dimas terkekeh.

"Eh soal mobil tahanan kemarin, lo kan yang bertugas waktu itu?" seketika raut muka Dimas berubah.

"Gua ngga bermaksud Dim, gua cuma pengen bilang. Syukur lo selamat dari peristiwa itu. Jujur gua pengen banget ngehubungin elo waktu itu, tapi gua pikir lebih baik ngeliat keadaan lo langsung."

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang