BAB 19

22 10 4
                                    

"AKU TANYA SEBENARNYA APA YANG TERJADI?!" wajah Monica terlihat memerah.

"KENAPA KALIAN MEMBISU?! SEBENARNYA ADA APA?! KENAPA KALIAN SEMUA SEPERT..."

Monica menghentikan kalimatnya. Suaranya tercekat, ia kesulitan mengambil nafasnya sendiri. Pandangannya berputar dan kepalanya terasa sangat berat. Sekilas beberapa bayangan menghampiri dirinya.

"Monik!" Bryan langsung melepaskan cengkraman Jodi dan Arga, memeluk tubuh mungil istrinya itu yang sudah hampir luruh.

"Tenang, kamu harus tenang dulu," Bryan benar-benar panik melihat tingkah Monica.

"Pelan-pelan, kamu tarik nafasmu pelan-pelan," ia mengusap tubuh Monica untuk memberikan ketenangan.

Bisma berusaha mendekati tubuh Monica, namun segera dicegah oleh Kaori. Perlahan Monica kembali tenang, nafasnya mulai teratur walaupun pening di kepalanya masih terasa.

"Kita ke ruanganmu sekarang ya?" Monica menggelengkan kepalanya.

"Mas mohon, mas akan menjelaskan semuanya nanti" tanpa menunggu jawaban Monica, Bryan langsung menggendong Monica dan membawa tubuh mungil itu menjauh dari tempat mereka.

"Kita ke rumah sakit ya kak?" pinta Kaori yang baru saja selesai membersihkan luka-luka Bisma dan mengompres beberapa bagian yang masih mengeluarkan darah segar.

"Nggak, aku harus menyelesaikan ini secepatnya, Ri." Arga membantu Bisma untuk duduk disalah satu sofa yang ada. Sedangkan para pegawai kafe sudah menutup kafe mereka, dan membersihkan kekacauan yang ada.

Jodi masih memperhatikan tiga orang manusia yang ada dihadapannya. Ia ingin sekali menanyakan banyak hal kepada mereka, terutama Bisma.

Setengah jam berlalu, pintu ruangan Monica terbuka dan Bryan berjalan keluar menghampiri mereka. Arga maupun Jodi sudah berjaga jika saja Tuan Abraham yang satu ini akan mengamuk kembali.

Ternyata tidak, masih dengan tatapan tak bersahabat, Bryan duduk dihadapan Bisma.

"Untuk apa kau kembali? Apa yang kau inginkan? Monica sudah menjadi istriku, dan kau sudah tak memiliki hak apapun untuk mengusik hidupnya." ujar Bryan datar.

"Penyelesaian. Aku ingin menyelesaikan semuanya. Baik permasalahanku dan Monica, atau pun permasalahanmu."

"Apa maksudmu?"

"Aku tau semuanya kak, kau juga memiliki masalah yang juga belum kau selesaikan dengan kak Alletta, bukankah begitu kak Ryan?"

BRAKKKK

Bryan menggebrak meja dihadapannya sebelum menarik kembali tubuh Bisma.

"Tutup mulutmu brengsek!"

"Kau masih mencarinya bukan? Dan kembaran dari anakmu, Bimo" semua orang yang ada disana menatap Bisma dengan tatapan terkejut. Bryan menatap sinis Bisma.

"Kau pasti penasaran bagaimana aku bisa mengetahui semua ini bukan?" Bisma berusaha melepaskan kra pakaiannya yang berada di dalam genggaman Bryan.

"Aku bertemu dengan kak Letta, beberapa hari setelah aku tiba disini. Dia bersama anak kalian, yang wajahnya sangat mirip dengan Bimo. Anak yang Monica sebut sebagai anak kandungnya itu." Bryan masih terdiam, membiarkan Bisma melanjutkan ucapannya.

"Aku tau, tak seharusnya aku menemui Monica kembali. Aku pun tak ingin, jika saja kak Letta tak membaritahuku tentang keadaan Monica. Aku menemui Monica kembali hanya untuk memastikan kebenaran dari apa yang dikatakan kak Letta."

"Langsung saja ke intinya, kau ingin apa sekarang?"

"Ingatan Monica."

"Kebodohanmu memang tak pernah berubah, kau tau ingatan Monica adalah senjata yang paling ampuh untuk membunuh dirinya sendiri!"

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang