BAB 3

51 13 1
                                    

Mereka keluar ruangan pak Abra dengan perasaan lega. Bisma bersyukur mendapatkan dukungan penuh seperti ini. Ia rasa akan sangat mudah menyelesaikan misi ini, dengan begitu Ia dapat segera kembali ke Pusat.

Ya, tak ada yang lebih Ia inginkan selain kembali ke Jakarta atau setidaknya pergi ke kota lain secepat mungkin.

Ketika mereka berdua sampai di ruang kerja mereka, terdengar perbincangan dan gelak tawa ringan dari dalam ruangan tersebut.

"Apa pasukan yang di minta pak Abra sudah datang ya?" Batin Bisma sebelum membuka pintu dihadapannya.

Tunggu.

Itu suara perempuan.

Siapa?

Monica?

"Ada apa pak?" Tanya Rio yang memperhatikan partner sekaligus atasannya tersebut hanya berdiam sembari memegang gagang pintu.

"Ah?"

"Oh ngga, saya hanya sedang memikirkan langkah selanjutnya untuk kasus ini." Jawab Bisma sembari menekan gagang pintu yang Ia pegang dan membukanya.

Benar saja, pertama kali yang Ia lihat ketika pintu terbuka adalah wajah cantik bermanik Almond dengan kornea berwarna kecoklatan milik wanita tersebut langsung menyapanya.

Ah dan tak lupa dengan senyum hangat miliknya.

"Bertemu lagi pak Bisma, pak Rio." Bisma hanya tersenyum membalas sapaan wanita tersebut, lalu kembali ke meja kebesarannya sembari membuka berkas berkas yang ada disana.

"Bu Monica kesini membawakan mini cake untuk kita pak Bisma. Sebagai ucapan terima kasih telah menolongnya kemarin." Kini Joan yang bersuara.

Monica hanya tersenyum, tak lama Ia berkata.

"Saya benar benar berterimakasih untuk masalah kemarin, maaf kalau terkesan berlebihan. Tapi memang ada hal yang membuat saya ingin sekali membalas jasa kalian." Seutas senyum sendu tampak di wajah manisnya tersebut.

"Dian, dia adalah salah satu anak asuh saya yang memiliki trauma psikis karna dulu, Ia pernah dilecehkan oleh Ayah tirinya sendiri." Monica sempat menarik nafas panjang, dan melanjutkan.

"Butuh waktu yang cukup lama untuk membuatnya keluar dari sekat kokoh yang Ia buat. Sampai akhirnya saya mengajaknya untuk bekerja juga di cafe saya, mengajarinya menjadi waitres dan kembali bersosialisasi dengan orang orang baru. Membangun mental dia yang terlanjur luluh lantah."

"Saya bersyukur kemarin dia mulai berani mengatakan ketidakadilan yang terjadi padanya. Walau hal tersebut masih menguras emosi dan keberaniannya habis habisan." Setitik air mata, muncul di ujung kedua matanya.

"Sekali lagi terimakasih banyak untuk kemarin." Kata Monica lagi seraya menundukkan tubuhnya.

Melihat Monica seperti itu, membuat suasana yang tadinya penuh kehangatan menjadi kaku dan hening.

Sampai akhirnya Bisma membuka suara.

"Sudah, itu merupakan tugas kami. Ibu tak perlu lagi sungkan yang berlebihan seperti ini." Dalam hati Bisma ada sedikit rasa menggelitik yang aneh.

Ibu Monica.

Batinnya lagi seraya menyembunyikan senyum kecutnya. Ya, bagaimanapun sekarang dia sudah memiliki suami. Sudah selayaknya seperti ini sekarang.
Monica menatap Bisma dengan senyum tulus nan manis yang Ia punya.

Lagi,

Lagi,

Dan terus lagi

Senyum itu membekukan Bisma beberapa saat.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang