3 Menjadi Babu?

349 14 0
                                    

Kantin yang sangat ramai dan banyak siswa dan siswi yang sedang memesan makanan, kericuhan kantin menjadi kantin seperti pasar..
Seorang gadis yang baru masuk ke dalam kantin hendak mengisi perut karena sudah menyelesaikan jam pertama, langkah demi langkah Deva menuju meja kosong untuk ia duduki. Namun sebuah teriakan membuat seisi kantin terdiam dan membuat Deva mematung dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

“BABU GUE UDAH DATANG!”

Kalian tau pasti siapa yang berteriak? Ya Dafa. Dafa yang berteriak, dan kalian pasti tau itu buat siapa? Deva ya teriakan itu buat Deva.

“WOY BABU! PESANIN GUE MAKAN!”

“DAN SELURUH YANG BERADA DI KANTIN INI KALIAN BISA MENYURUH APA SAJA YANG KALIAN INGINKAN KEPADA BABU DEVA TERHORMAT!”

Semua tertawa puas, namun ada juga yang merasa iba. Deva hanya bisa diam ia tak bisa melakukan apa-ala.

“Woy babu, pesankan gue bakso!”

“Gue juga pesanin Nasgor!”

“Gue  pesanin batagor!”

“Gue somay!”

“Kalau gue mau di temani malam nanti!”

Semua tertawa puas “Ini belum seberapa!” gumam Dafa penuh penekanan.

“BABU! GAK DENGAR CEPAT LAKSANAKAN!”

Dan kalian tau apa yang sedang di lakukan Deva sekarang? Ia sekarang sedang mondar-mandir memesankan pesanan penghuni kantin saat ini “Gima nanti malam kita ke Apartemen,” goda seorang cowok kepada Deva yang sedang mengantar makanannya.

Deva hanya diam tak merespons membuat geram “DASAR SOK JUAL MAHAL!”

Saat ini Deva benar-benar begitu di rendahkan. Deva benar-benar ingin menangis saat ini juga, namun ia harus bertahan jangan sampai ia menangis ‘Bertahan Dev, jangan menangis!’ batin Deva.

Baru saja Deva duduk bel masuk sudah berbunyi membuat Deva menuju kelasnya hingga ia tak menjadi mengisi perutnya yang sudah sedari tadi berbunyi ia sungguh lapar namun apa boleh buat.     

Deva memasuki kelas namun guru belum memasuki kelas sehingga ia membuka buku harian untuk mencatat isi hatinya
Apkah ini takdirku? Jika memang ini takdirku apakah aku bisa bertagan?
Seberapa lamakah aku bertahan?
Aku saja tidak tau pasti berapa lama aku bertahan menjalaninya, aku seperti orang yang tak ada harganya dimata orang, mereka selalu menjadikan seperti sampah! Samlah yang seharusnya tidak ada dan tidak pantas ada.

Hatiku ini tidak sekuat baja. Hatiku ini lemah sangat lemah hanya saja aku pura-pura tegar, mereka pikir hatiku terbuat dari sebuah benda yang kuat namun itu semua salah aku rapuh, aku tersiksa.

     Tuhan, kapan semua akan     
          berakhir?    

                Deva  Dinata Kena

Deva langsung memasukkan buku hariannya dalam tas karena guru sudah memasuki kelas. Dan kalian tau? Jika saat ini Deva tak bisa fokus karena perutnya yang ia belum isi tapi Deva harus bertahan!

**
Sepi dan sunyi adalah dua perasaan yang paling tidak mengenakan dalam hidup ini. Tidak ada satu pun orang yang menyukai kondisi seperti ini. Namun Deva ia sekarang hanya sebuah sepi sunyi yang ia inginkan tidak dengan keramaian yang membuat luka itu akan terus terukir.

Nyatanya bagi Deva Tidak perlu malam untuk sekedar menyaksikan kegelapan, di sudut sepi hidup, karena setiap detik memang kesunyianlah yang dirasakan Deva walau ia sedang ada di tempat ramai.

  Terkadang bukan malam yang membawa sunyi, tapi hati yang sudah terlanjur sepi. Hati yang sudah kosong. Karena ada rindu yang selalu jatuh di setiap detiknya.
Di suatu malam, langit menangis, seakan menemani sekeping hati yang sunyi. Dan tangisan itu menghidupkan semula setiap rasa yang telah mati. Dan di situ pula Deva merasakan bahwa alam pun tau kesedihan di setiap malam yang ia lewati.

Kadang sepi menjadi sahabat paling mengerti, bahwa sunyi adalah bagian dari hal yang paling memahami. Memahami perasaan yang menyerbu. Karena apa? Hidup tak selalu indah, langit tak selalu cerah, siang malam tak selalu berbintang. Begitu pun dengan hati Deva tak selamanya akan sedih ada saatnya akan bahagia namun entah kapan akan terjadi.
“Mah Pah bantu Deva,” gumam Deva.

“Deva gak tau sampai kapan Deva akan bertahan.”

Saat ini Deva sedang berada di perpustakaan ia enggan pergi ke kantin, mengingat saat jam pertama begitu menyakitkan sekali “Kenapa Gue harus di persatuan dengan orang yang begitu---.” Deva tak melanjutkannya.

“Rasanya gue lupa gimana senyum kebahagiaan.”

“Tersenyum padamu adalah hal yang harus kulakukan nanti. Terpaksa aku membohongi tentang sakit ini.”
Sejenak Deva mengingat senyuman dan tawa Dafa namun sayang senyum dan tawa itu kebahagiaan atas penderitaan yang dialami untuk Deva. Miris sekali tertawa bahagia dengan sebuah penderitaan orang yang tak lain menjadi istrinya.

***
Berjalan koridor sekolah menuju gerbang, di setiap langkah hanya hinaan yang Deva dapat.

Byurrr

Deva di guyur air yang kotor membuat semua tertawa terbahak-bahak. Deva hanya menunduk tega sekali melakukannya “Gimana? Lo belum mandi siang kan?”

Tawa kembali keras, Deva hanya memandang Dafa yang menyiram dirinya menggunakan air yang begitu bau “Ihh bau!” seru semua mengejek.

Deva memandang Dafa “Terima kasih.”

Deva berucap dengan senyuman lalu meninggalkan Dafa, semua mematung kala Deva berucap ‘Terima kasih’ dengan sebuah senyuman. Namun sorot matanya begitu terluka.

Senyuman apa itu? Senyuman menutup luka? Senyuman menutup ke pedihan? Apa? Senyuman apa?!
Karena Deva tahu bahwa Allah Maha Mengetahui, maka hanya satu kata yang Deva bisa bisikkan dalam doa: Semoga. Sisanya? Deva mencoba kuatkan dalam hati.

Hari ini Deva bergeming di bawah siraman hujan. Ia tau tidak akan ada kendaraan yang akan menerima dengan keadaan basah dan bau. Biralah ia berjalan dengan sebuah hujan dan tangisan yang ia lakukan.
Dafa sedang asyik menonton siaran yang ia tonton, ia tak berduli dengan Deva yang masih di guyur hujan di luaran sana. Ia menonton dengan tawa yang begitu bahagia tampa ada rasa sedikit khawatir terhadap Deva “Untung orang tua ku di luar kota, jadi Gue gak perlu dengar kemarahan mereka.”

Dafa tiduran di sofa dengan memegang ponsel dengan TV yang masih menyala, ia mendengarkan musik dengan dirinya ikut bersenandung mengikuti lirik yang ia dengar.

Hujan selalu tau yang Deva alami saat ini, hujan tau betapa pedihnya hati ini, hujan menenangkan hatinya biarlah tangisan ini jatuh bersamanya air hujan yang membasahi dirinya, agar mereka tak tau jika ia sedang menangis.

Deva memejamkan matanya menikmati setiap jatuhnya air hujan Deva ingin menjadi Hujan.  

Hujan
Betapa sakit jika kita jatuh.
Tapi ... aku bisa belajar dari adanya hujan, bahwasanya kita harus bangkit jika kita terjatuh.
Hujan.
Kau berkali-kali terjatuh namun kau tak pernah berhenti, namun jika hujan telah berhenti kau akan datang dan menjatuhkan lagi dari langit ke bumi. Ajari aku sepertimu jika jatuh akan bangkit kembali tampa rasa takut akan terulang kembali.  


Jumat 22 Januari 2021

Marriage Hurdle(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang