19

299 22 3
                                    

Hari sudah malam, jam berdenting mengingatkan kenangan. Hingga sepi berkutat dengan huruf dalam pikiran.

Duhai malam mengapa begitu gelap kau palingkan pandang. Hingga begitu sesak rindu di dada, sedang bayangnya masih menggantung dalam pikiran.
ini adalah suatu kebencian. Suatu kebencian yang tak dapat kita ceritakan kepada siapapun selain kepada dirkita sendiri. Suatu perasaan di mana kita terus tersakiti secara ruhaniyah.

Ini berbeda dengan sekedar ketidak puasan,
Namun, ini adalah perasaan benci, marah, yang senantiasa menaungi hari-hari kita.

Bagaimana bisa kita hidup di dalam tubuh yang membuat kita lemah. Bukankah itu sangat menyakitkan? Bahkan ketika kau tidur hanya ada sebuah tangisan, sehari tidak akan membuat kau merasa segar, karena asa ini terus menyeruak di kepala maupun di dadaku.

Setiap hari hanya ada gelap gulita tak ada cahaya, terkadang menjadi suatu phobia, yang membuatku memilih untuk ditemani oleh kegelapan yang seharusnya terasa mengerikan. Setiap kata-kata maupun tawa yang menghampiri daun telingamu terasa menakutkan, sampai membuatku menikmati untuk berdiam diri di kamar yang sunyi.

Kebencian ini terus menaungiku, berjalan seperti hantu, yang membuatku menikmati kesendirian bersama sayup-sayup olokan yang tercipta dari kepalaku
.
"Aku benci diriku,"

"Aku sangat tidak berguna,"

“Aku hanya bisa menyusahkan orang.”

“Aku hanya membuat orang lain susah!”

Dengan guyuran air hujan Deva enggan untuk bangkit, semenjak pulang sekolah Deva enggan untuk pulang ke rumah ketika mengingat ucapan Dafa.

🌼🌼

“Lo itu orang yang menyusahkan!”
Deva menatap Dafa yang menatap penuh benci! Sedangkan Deva sudah berkaca-kaca.

“Adanya lo di dunia ini membuat gue tertekan!”

“Kenapa lo gak mati aja susul orang tua lo!”

Air mata Deva sudah tak bisa idi bendung lagi, “Aku salah apa sama kamu Daf?! Tanya Deva yang sudah menangis.

“Salah lo adalah karena lo masuk ke hidupan gue!”

Deva mengusap wajahnya dengan kasar, “Lo maunya apa?”

“Pergi dari kehidupan gue!” tegas Dafa dan meninggalkan Deva dalam rooftop sendirian yang sudah menangis, untung sekarang sudah sepi hingga tidak akan ada yang mendengar dan melihat.

🌼🌼
“Jangan hujan-hujan’an nanti sakit,” ucap seseorang sambil memayungkan.

Deva mendongkak menatap ke atas, seseorang yang membawa payung dan wajah terurup hingga membuat Deva tak melihat siapa orangnya.
“Menangislah jika membuatmu lega.”

“Lo siapa?”

“Lo gak perlu tau!”

“Sebaiknya lo pulang, ini udah jam lima.”

“Gue masih mau di sini.”

“Lo tau, hidup itu rumit. Kadang hidup membuat kita lelah ingin mengakhiri hidup, namun kita harus tetap bersabar menjalani hidup yang pahit! Jangan larut dalam kesedihan menangis lah sepuasnya hari ini, namun setelah itu jangan menangis lagi!”

“Jangan sampai orang yang membenci lo tertawa melihat kerapuhan lo sendiri!”

“Tapi gue gak mau pulang.”

“Lo boleh tinggal di rumah gue untuk malam ini, mungkin lo butuh tempat yang membuat lo tidak tertekan.”

Awalnya Deva tak mau, namun orang itu mengancam dengan alasan banyak orang jahat membuat Deva mau.

Orang itu menarik tangan Deva menuju kendaraan motornya. Orang itu memakaikan Halem dan menyuruh Deva naik, Deva hanya menurut.

Ia sendiri pun takut sendiri, apalagi hari mulai gelap, “Lo gak perlu takut sama Gue,” ucapnya dan melajukan motornya meninggalkan taman.

Tidak ada suara yang membuka keheningan, Deva hanya menangis dengan derasnya air hujan, orang yang mengendarai motor bisa merasakan jika Deva menangis dengan punggung yang bergetar itu.
**

“Lo gak mau buka masker lo?” tanya Deva.

“Gak!”

“Lo tidur di ruang tamu! Di situ ada baju juga dan pas di badan lo,” setelah itu orang itu meninggalkan Deva sendiri.

“Rumah besar tapi gak ada pembantu, atau siapa?” gumamnya.

Deva pun menuju kamar ruang tamu yang di tunjukan itu, “Oya, orang itu namanya siapa ya,” gumamnya.
“Gue gak nannya nama lagi,” lanjutnya.

Gara yang saat ini berada di ruang tengah, tengah memainkan HP nya, “Deva lagi ngapain ya?” tanyanya pada diri sendiri.

“Gue gak punya nomornya lagi,” lanjutnya dengan kesal dan menaruh Hp nya di meja.

“Sampai sekarang gue gak menyangka bisa satu sekolah sama Deva,” gumamnya.
**
Ada sebuah harapan didalam kerinduan, yakni sebuah pertemuan dalam kenyataan.

“Kamu salah satu orang yang selalu ada dalam doaku, tema yang selalu menjadi pembicaraan antara aku dan tuhan.”

“Apakah kamu juga seperti itu Daf.”
“Tapi ... itu gak mungkin,” lirihnya.
“Apa saat ini kamu menghawatirkanku Daf, aku harap kamu sedikit menghawatirkanku walau sedikit saja.”

“Gue rindu sama lo Daf, padahal kamu sering sakitin aku, bodoh banget ya!”

Cinta adalah tentang jodoh, aku selalu memohon jodoh yang baik sehingga bisa memperbaiki seluruh akhlak ku.

Cinta bukan menjadi bagaimana kamu bahagia bersamanya, namun seberapa bahagianya dirinya dapat bersanding denganmu.

Namun ... nyatanya tak seperti yang di pikirkan, ia pernah berkhayal akan bahagia, namun ...   nyatanya ia sama sekali tidak bahagia! Ia hanya bisa pura-pura bahagia di depan orang, namun orang bisa mana yang benar-benar bahagia. Mana yang hanya pura-pura bahagia!
Pernah dengar gak sih kata-kata ‘Cinta itu bagaimana menanam sebuah pohon, jika saja kita sabar maka pohon dapat menjadi sebuah pohon yang kokoh dan besar’ semoga aja Deva dan Dafa akan seperti itu, dengan akhiran cinta yang kokoh.

“Daf, aku selalu berdoa semoga kamu akan membuka hati buat aku.”

“Aku akan sabar menanti sampai kamu menerima semua itu.”
Mungkin kalian akan menganggap Deva bodoh! Namun apa yang di lakukan Deva hanya ingin mempertahankan sebuah pernikahan, “Aku akan bertahan.”

******
Alhamduliah kita sudah memasuki bulan puasa, semoga kita bisa menjalankan puasa dengan ikhlas

Aamiin

Marriage Hurdle(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang