Dafa sedang berada di rooftop “Sial!” Dafa mengusap wajahnya dengan kasar, “Apa yang terjadi sama lo Daf!”
“Dafa!” panggil seseorang, Dafa menoleh ke belakang lalu melihat dua orang yang di anggap sahabat Ali dan Adit.
“Apa?” pandangan menatap tajam Adit, itu membuat Ali heran begitu pun dengan Adit, “Kenapa natap gue gitu?” Dafa ber decak mendengar ucapan Adit.
Ali menghela napas, “Kalian ada masalah apa sih?! Tanya Ali membuat Dafa menatap Ali, “Tanya aja sama sahabat lo!” ketus Dafa meninggalkan kedua sahabatnya dengan menyenggol bahu Adit membuat Adit terhiyung ke belakang.
Adit dan Ali menatap kepergian Dafa yang mulai menjauh, “Sebenarnya kalian ada masalah apa?” tanya Ali.
“Gue gak tau! Kemarin juga Dafa gajak ketemu terus dia hajar gue!”
“Hajar lo?”“Iya, dan dia juga bilang kalau Deva miliknya!”
“Miliknya?” tanya Ali yang diangguki Adit.
“Sebenarnya Deva siapa? Apa hubungannya dengan Dafa?” tanya Ali yang dapat galengan Adit.
“Lo ingat kan kalau Dafa pernah bilang kalau Deva pembantu?” tanya Ali, “ Tapi setelah dengar lo bilang Dafa bicara ‘Miliknya’ ko gue jadi ragu ya,” lanjutnya.
Adit hanya menggeleng pertanda ia tidak tau, “Terus kenapa Dafa nuduh lo?”
“Sepertinya gara-gara kemarin gue belain Deva, tapi kan lo juga bela kan? Kok Cuma gue yang di salahin?”
“Belain yang mana?” tanya Ali bingung.
“Saat di kantin! Saat Gara sama Deva duduk bareng,” jelasnya.
“Owh ... tapi ko Dafa marah banget, dan menganggap lo seakan suka sama Deva?”
Adit menggeleng, “Entah lah!”
“Kita susul Dafa,” usul Ali yang di angguki Adit, mereka pun meninggalkan rooftop.
**
“Gara! Ngapain kesini?” tanya Deva saat melihat Gara ke kelasnya, membuat kelas menjadi riuh.“Emang kenapa? Gak boleh?”
“B-bukan gitu, tapi kan--.”
“Tapi apa?” tanya Gara, “Karena bukan kelasnya?” lanjutnya. Yang dapat anggukan Deva.
“Gue kesini yang penting bukan waktu pelajaran kan.”
“Ini masih istirahat, jadi gak ada yang melarang.”
“Terserah deh,” jawabannya.
“Sudah makan belum? Tadi gue gak liat lo di kantin.”
“Em ... belum,” jawabannya membuat Gara tersenyum, “Kebetulan gue bawa roti nih buat lo,” ucapannya sambil menyodorkan roti.
“Buat sahabat gue gak ada?”
“Ada,” jawabannya sambil memberikan kepada Rani, “Makasih,” ucap Rani yang dapat deheman Gara.
“Jadi ... Lo bisa kan nanti malam?”
“Bisa, em ... ajak Rani boleh kan?” tanya Deva ragu-ragu.
Belum sempat Gara menjawab Rani lebih dulu memotong, “Gue gak bisa Dev, gue ada urusan lain.”
Perkataan Rani mampu membuat Gara tersenyum. Karena Gara hanya ingin berdua dengan Deva.”
“Yahhh, ko gitu sih Ran!”
“Hehe, sorry.”
“Lo, berdua aja,” lanjutnya.
Gara menatap Deva, ia sangat berharap jika Deva akan menjawab ‘Iya’
“Dev?” Deva mengangguk membuat Gara tersenyum, “Sehabis isya gue jemput ya.”
“Iya, entar gue sher lokasinya.”
“Okh deh, gue ke kelas dulu ya, sampai ketemu nanti malam,” ucapannya sambil berdiri dan keluar dari kelas Deva untuk menuju kelasnya.
**
“Aksa, lo kenapa?” tanya Adam.
“Gue lagi kesal sama pembantu gue! Dia udah buang foto gue sama sahabat gue satu-satunya!”“Terus ... lo apain?”
“Gue pecat lah!”
“Kok, lo tega banget! Cuma gara-gara foto lo pecat!”
Aksa menatap tajam Adam, “Itu foto satu-satunya gue Dam! Itu pun foto watu gue masih SMP! Gue gak ada lagi!”
“Tapi lo jangan asal pecat aja kali, kasian.”
“Lo gak usah ikutan! Lagian pembantu gue bukan lo yang bayar!” ketusnya dan meninggalkan Adam di kelas sendirian.
Aksa berjalan dengan santai menelusuri koridor, “Ken, berharap lo masih kenal gue.”
“Maaf, gue gak bisa simpan foto dengan baik.”
Aksa menulikan telinganya saat dirinya banyak yang menyapanya. Aksa terus melangkah sampai ia sampai di parkiran dan mengendarai motor untuk meninggalkan sekolah, ia tak perduli jika ia bolos.
“Buka Pak!”“Tapi---.”
“Saya bilang buka!”
Dengan terpaksa satpam pun membuka gerbangnya.
Aksa menjalankan motornya dengan di atas rata-rata, untung saja jalan sedang sepi. Jadi ... tidak mengganggu pengguna jalan yang lain. Ia berhenti di sebuah tempat yang indah di penuhi bunga-bunga, tempat yang sepi, “Lo ingat tempat ini gak Ken, tempat dulu kita sering bermain.”
“Gue ... rindu sama lo Ken.”“Gue ... rindu kebersamaan kita.”
**
“Daf! Tentang Deva pembantu lo itu bohong kan?” tanya Ali yang sekarang sudah berada di ruang rahasia sekolah yang hanya Dafa dan kedua temanya yang tahu.“Gue ... dengar dari Adit lo bilang Deva milik lo?”
“Jangan bilang lo suka sama Deva?”
“Gengsi amat!” ketus Adit yang mendapat gerbangkan meja. “Diam lo! Gue gak suka sama Deva! Dia Cuma pembantu gue!” jawab Dafa dengan ketus yang membuat Adit tersenyum miring. “Pembantu,” kekehnya terdengar menyindir.
“Kenapa? Lo suka sama pembantu gue? Selera lo rendahan!”
Adit hanya terkekeh rendahan? Apa tidak salah dengar? “Kalau iya kenapa?” tantang Adit. “Gak ada masalah kan sama lo?” lanjutnya tersenyum miring.
Dafa terkekeh menatap tajam Adit. “Gak!”
Adit mendekati Dafa dan menepuk bahunya. “Jangan salahkan gue kalau Deva bakal suka sama gue atau Gara,” kata Adit dan meninggalkan kedua sahabatnya.
Ali hanya diam, ia juga bingung harus melakukan apa? Dan tidak bisa juga membela salah satu dari mereka, dirinya hanya bisa menengahi mereka agar tidak ada perkelahian atau kekerasan di antara mereka.
“Kenapa? Gak ikut sama si penghianat itu?!Ali menghela napas, “Adit lakukan itu Cuma biar lo sadar kalau lo suka sama Deva! Dia Cuma gak mau lo menyesal!”
“Lo pasti kenal Adit! Kita bersahabat! Walau kita bersahabat baru saat kita masuk SMA, tapi kita tau sifat Adit gak akan menyakiti sahabatnya! Melainkan melindunginya.”
“Tanya hati lo sendiri, lo suka Deva atau Gak! Jangan bilang gak nyatanya lo cinta! Dan jangan bikin Deva tersiksa! Berhenti untuk bully Deva.”
“Gue peringatin! Gue gak suka sama Deva!” tekan Dafa.
Ali mengusap wajahnya sendiri. “Terserah lo! Gue pusing!”
Ali pun beranjak meninggalkan Dafa sendiri, biarlah Dafa sadar dengan sendirinya, menasihatinya pun akan sia-sia saja, biar Dafa dengan sendirinya sadar dan akan berubah.
“Gue gak suka Deva!”Dafa membanting minuman yang ia pegang. “Gue akan bikin menderita Deva! Bukan bahagia!”
Lanjutnya penuh penekanan, namun ... kita tidak tau ke depanya seperti apa.Plis jangan jadi pembaca gelap. Oh iya, kalian ada ide gak buat judul cerita ini. Aku pengin.ganti tapi bingung.cari.judul yang cocok buat cerita ini.
Nikah Muda kayaknya gak cocok, munurut kalian gimana?
Coba ya barang kali ada judul yg cocok menurut kalian.Comment yaaaa
Minggu 29 Agustus 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Hurdle(On Going)
Teen FictionMenikah di usia muda itu tidaklah mudah, apa lagi menikah atas kemauan orang tua tak di dasari cinta yang hanya membuat luka di hatinya. Rintangan pernikahan yang akan terus ia terima, masalah-masalah yang terus datang, musuh yang tak terduga. Kese...