Gara terus saja meledek Deva. Deva pun terus memukul Gara. “Ih, Gara!”
“Deva Cengeng.”“Gue gak cengeng yah!”
Lagi dan lagi Gara tertawa membuat Deva kesal. Deva pun meninggalkan Gara yang tertawa, Gara sama sekali tidak sadar bahwa Deva tidak berada di sampingnya.
“Deva Cen---eng.” Gara membulatkan matanya karena Deva sudah tidak berada di sampingnya.
“Deva!” panggilnya.
“Deva, jangan bercanda deh.”
“Dev, lo Dimana sih,” kesal Gara mengacak rambutnya.
“Dev, gue janji gak ledekin lo lagi, asal lo keluar jangan sembunyi.”
Gara mencari-cari Deva. Gara pun mencoba menghubungi Deva namun tidak ada diangkat. “Dev, masa marah sih.”
Gara pun menanyakan ke pada pengunjung dengan cara menyebutkan ciri-cirinya, dengan warna baju panjang rambut serta tinggi badan dan warna kulit. Namun tidak ada yang melihatnya.
“Deva! Jangan bikin gue khawatir ih!”“Dev, gue gak ledekin lo lagi deh. Asal lo keluar jangan sembunyi.”
Gara menjambak rambutnya sendiri, jika ia tau akhirnya seperti ini ia tidak akan bikin Deva marah. Dirinya tidak akan meledek Deva, walau tujuannya untuk menghibur Deva dan bisa lebih dekat lagi.
Gara terus mencari Deva, ia harus menemukan Deva dan meminta maaf pada Deva, dan berjanji tidak akan meledeknya lagi. Dirinya akan melakukan apa saja untuk mendapat maaf dari Deva.
“Gue cari kemana nih?”
Gara pun mencoba menghubungi Deva, namun sama sekali tidak ada jawaban dari Deva membuat ia khawatir dan takut jika Deva marah dan tidak mau dekat dengannya lagi.
Oh tidak! Itu tidak boleh terjadi? Sebagai manusia, kita tak mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang. Semua menjadi misteri. Hal ini yang kerap membuat kita merasa cemas dan gelisah. Gara cemas jika Deva membencinya.**
Deva sedang berjalan mengelilingi pasar malam, ia masih kesal dengan Gara yang meledeknya tadi.
“Emang enak gue tinggal.”“Pasti sekarang lagi cariin gue nih.”
Deva terus melangkah, tak lupa juga boneka yang berada di tangannya. Ia berpikir, apakah suatu hari nanti dirinya bisa ke pasar malam dengan Dafa? Apakah Dafa akan mencintainya?Apakah harapan itu akan terwujud? Deva juga bingung dengan dirinya sendiri, kenapa ia bisa seperti ini? Kenapa ia selalu berharap dengan Dafa? Tapi tidak salah kan jika ia berharap kepada suaminya sendiri? Ia berharap di cintai, di sayang oleh Dafa, tak salah bukan? Toh, Dafa suaminya Deva.
Saat berjalan tak sengaja Deva melihat anak kecil yang sedang menangis. “Adek kenapa?” tanya Deva pada seorang anak kecil yang menangis.
Namun anak kecil itu sama sekali tidak menjawab. “Masa anak cowok nangis si.”
Anak kecil itu menatap Deva, terlihat matanya sembam, mungkin akibat kelamaan menangis. “Kenapa menangis? Mau es krim?”
Dengan sigap anak kecil itu mengangguk. Deva pun menghapus butiran bening yang membasahi pipi anak kecil itu. “Namanya siapa dek?” tanyanya saat menuju penjual es krim.“Alex.”
“Mama sama Ayahnya mana?”
Bukanya menjawab Alex malah menangis. “Kenapa hem?”“Mama sama papah tinggalin Alex.”
“Alex sendirian.”
“Alex takut.”
Deva menghentikan langkahnya dan berjongkok menyejajarkan dengan Alex. “Alex gak sendiri. Jadi jangan sedih ya.”
“Alex mau mamah sama papah.”
“Nanti kita cari ya, sekarang kita beli es krim dulu.”
Deva berdiri dan menuntun Alex menuju penjual es krim.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan cara vota and comment ceritanya.
Yang baca dari part awal part dima yang di suka dan paling bikin kesel menurut kalian???
13 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Hurdle(On Going)
Fiksi RemajaMenikah di usia muda itu tidaklah mudah, apa lagi menikah atas kemauan orang tua tak di dasari cinta yang hanya membuat luka di hatinya. Rintangan pernikahan yang akan terus ia terima, masalah-masalah yang terus datang, musuh yang tak terduga. Kese...