Deva menatap intens wajah pria yang berada di depanya membuat peria itu bingung, “Kenapa?! Tanya pria itu mendapat galengan Deva.
“Sekali lagi terima kasih.”
Pria itu tersenyum lalu mengaguk. “Sama-sama.”
“Nama gue Aksa,” ucapnya memperkenalkan diri.
Deva tersenyum menerima uluran tangannya, “Nama gue Deva.”
“Kenapa Malam-malam keluar, mau beli apa?” tanya Aksa.
“Beli Sate. Hah! Satenya mana?” kaget Deva yang ternyata sudah tak membawa bungkusan sate, dan ia teringat jika saat ia menginjak kaki penjahat itu satenya rerjatuh.
“Buat siapa memang?”
“Buat Dafa.”
“Dafa?” tanya Aksa.
“Apa Dafa yang gue kenal." Gumamnya, Ia mengingat tadi penjahat itu menyebut nama Dafa saat hendak berlari, “Apa jangan-jangan mereka suruhan Dafa,” batin Aksa.
“Lo kenal?” tanya Deva.
“Gue juga punya teman Nama Dafa, tapi mungkin beda orang,” ucap Aksa.
“Mungkin kali ya, kan banyak di dunia ini yang namanya sama.”
Aksa masih terdiam, “Jika Dafa yang Deva kenal itu sama, kenapa Dafa mau mencelaki Deva, jika benar ...,” batin Aksa.
“Aksa, Gue pamit dulu ya, pasti Dafa nungguin satenya, gue harus beli lagi,” cecer Deva. Namun saat hendak berlari tangannya lebih dulu di cekal oleh Aksa.
“Biar Gue antar, sudah hampir jam sembilan. Gak baik perempuan jalan sendiri malam-malam.”
Deva hanya diam, ia berpikir apakah orang yang di depanya benar-bebar baik? Namun dari wajah Deva membuat Aska mengerti, “Tenang, gue orang baik kok,” ucapnya membuat Deva membulatkan matanya.
**
“Makasih ya sudah mau nganterin, dan bayarin satenya lagi.”“Sama-sama, em sekalian gue antar yuk,” ucap Aksa yang di angguki Deva.
Dalam perjalanan hanya ada keheningan, tidak ada obrolan dari mereka. Hanya saja sekali Deva menujukan arah rumahnya.
‘Ini kok kaya jalan rumah Dafa,’ batin Aksa.“Lo siapanya Dafa?” teriak Aksa agar Deva mendengarnya.
“Gue Is, Pembantunya,” hampir saja Deva berbicara bahwa dirinya adalah istri dari Dafa.
“Pembantu,” gumamnya.
Dan benar, Aksa ingat sekali jika ia rumah yang ia lihat adalah rumah Dimana Dafa tinggal. Tapi apa rencana Dafa menyuruh preman itu menangap Deva?
“Ini benar rumahnya?” tanya Aksa pada Deva yang sedang membuka halem nya.
“Iya, gue kerja di sini,” jawabnya sambil memberikan halem pada Aksa, Aksa pun menerima halem nya, “Ini kan rumah teman gue,” ucap Aska.
“Maksud lo Dafa?”
“Iya, gue masih inget betul kalau ini rumah Dafa, gue pernah main kesini sama yang lain,” jelasnya.
Deva hanya mengangguk dan bersyukur jika tadi saat dalam perjalanan tidak kelepasan menyebut dirinya istri dari Dafa. Jika iya, apa yang akan terjadi!
“Gue ... masuk dulu ya, terima kasih untuk semuanya.”
Aksa hanya menangguk dan menjalankan motornya sedangkan Deva melangkah menuju rumah untuk memberikan sate kepada Dafa.
Deva mencari keberadaan Dafa, “Dafa kemana?” tanyanya pada diri sendiri.
Deva menaruh satenya ke meja makan dan menuju dapur untuk mengambil piring.
Sedangkan Dafa? Ia sekarang berada di kamar sedang menunggu kabar, namun sampai saat ini belum juga ada kabar dari orang suruhannya.
Dafa mengotak-atik Hp nya ingin menghubungi sesuatu, namun aksinya berhenti ketika mendengar panggilan dan dirinya mengenali suara itu.“Daf, satenya sudah ada.”
“Sial! Berati suruhan gue gagal! Gak becus emang!”
Defa melangkah menuju pintu dan membukanya menatap datar Deva, “Gue udah gak mood! Lo lama!”
“Tapi ....”
“Gue bilang gak ya gak!” potong Dafa membuat Deva gaget.
“Maaf,” lirihnya dan meninggalkan kamar Dafa.
Brakk!
Dafa menutup pintu dengan keras membuat Deva yang sedang menuruni tangga tersentak kaget.
“Sial! Cuma suruh tangkap satu cewek aja gagal!”
**
Deva menatap sate yang sudah ia taruh di atas piring dengan sendu, “Padahal buat dapat sate perlu perjuangan. Apa lagi tadi sampai ada yang mau jahat in aku, tapi Dafa sama sekali tidak menghargai,” lirihnya.“Lo tega banget si Daf.”
“Dari pada mubazir mending gue makan sendiri aja deh.”
Deva pun memakan satenya dari pada tidak ada dimakan, lebih baik di makan sendiri kan? Dafa pun sama sekali tidak menghargai Deva yang telah membelikan Deva.
Deva memakan sate yang ia beli buat Dafa dengan pelan, ia melirik tangga berharap Dafa akan muncul namun Dafa sama sekali tidak muncul membuat Deva menghela napas.
Seandainya orang tua Dafa mungkin Dafa akan di tegur oleh orang tuanya, namun ... saat ini orang tua Dafa belum pulang sibuk dengan pekerjaannya, dan kemungkinan besok akan kembali lagi dan berkumpul, namun saat berkumpul dirinya yakin jika Dafa tidak akan perduli juga, entah kapan Dafa menganggap Deva dan menayangi Deva. Deva sangat berharap.
Berharap Dafa mencintainya, berharap Dafa selalu ada untuknya dan menyayanginya, apakah keinginan itu akan terwujud? Apakah semua itu akan datang? Jika iya, Deva berharap semua itu akan cepat datang Dimana Dafa mencintai dirinya. Namun....
Jangan percaya terlalu banyak, jangan mencintai terlalu banyak, jangan berharap terlalu banyak, sebab terlalu banyak akan melukai begitu banyak pula.
Beberapa orang ingin suatu hal terjadi, beberapa orang berharap suatu hal terjadi, yang lainnya membuat itu terjadi. Jadilah orang yang membuat hal terjadi, jangan hanya menginginkan dan berharap.
Jangan Terlalu berharap pada seseorang, terkadang dia yang paling kamu cinta adalah dia yang paling sering buatmu terluka.Ketika hatimu terlalu berharap kepada manusia maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebauh pengharapan, suapaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya.
Jangan terlalu berharap pada seseorang yang belum pasti menyukaimu, namun hargailah mereka yang peduli denganmu.
“Aku gak boleh terlalu berharap, aku harus lebih mendekatkan diri pada Allah, karena Allah lah yang membolak-balikan hati manusia,” gumamnya.Aku tunggu comment and vote kalian yaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Hurdle(On Going)
Teen FictionMenikah di usia muda itu tidaklah mudah, apa lagi menikah atas kemauan orang tua tak di dasari cinta yang hanya membuat luka di hatinya. Rintangan pernikahan yang akan terus ia terima, masalah-masalah yang terus datang, musuh yang tak terduga. Kese...