30

270 26 7
                                    

Malam yang gelap, di temani bintang dan bulan. Seseorang sedang duduk menunggu orang yang sedari siang udah di nanti.

Gara, saat ini sedang berada di sebuah taman, saat ia ingin menjemput Deva, namun Deva melarang ia ingin Gara menunggu di taman anggrek, taman anggrek tak jauh dari tempat tinggal Deva. Alasan Deva meminta Gara menunggu di taman karena Deva tidak ingin Gara tahu rumahnya, bukan apa-apa, ia takut jika suatu saat Gara berkunjung ke rumah dan ia melihat dirinya satu atap dengan Dafa.

“Deva mana ya?”

Berkali-kali Gara melihat jam ditangannya. “Kenapa Deva gak kasih tahu alamat rumahnya aja sih, kan biar gue jemput.”

Sambil menunggu Gara membuka Hanpone nya, entah apa yang sedang di lihat. Gara hanya menyentuh layar Hanpone menaik turunkan.
“Maaf lama.”

Gara tersenyum ketika mengenal suara yang tak asing di telinganya, ia langsung menyimpan ke dalam saku dan menoleh ke samping. “Cantik.”
“Apa?!

Gara gelagapan. “Anu ... itu kita jalan sekarang.”

Deva memakai dres berwarna hitam, dan ada sedikit warna putih bagian hiasan sedikit bunga yang kecil, dan itu sangat cocok untuk Deva. Dan seakan mereka berjanjian memakai baju, karena Gara memakai kaos putih di baluti jas hitam membuat kesan tampan, namun bagi Deva tetap Dafalah yang tampan dan ada di hatinya.

Gara dan Deva menuju kendaraan yang di bawa Gara. “Kita mau kemana?”

“Lo maunya kemana?”

Deva menatap Gara. “Kan lo yang ngajak, gue mah ngikut aja.”

“Gimana kalau kita makan dulu?” tawar Gara yang dapat anggukan Deva.

Sekarang hanya ada keheningan, Deva yang menatap samping, sedangkan Gara fokus menyetir sekali melirik Deva dengan senyum kecilnya. Ia sungguh senang bisa bersama Deva saat ini. Karena ini adalah momen yang di tunggu, pasti heran kan tentang Gara, baru mengenal tapi kenapa bisa langsung jatuh hati kepada Deva? Jangan kan kalian Gara pun bingung dengan dirinya sendiri.
**
“Gimana kita ke pasar malam?” tawar Gara pada Deva, Deva yang menatap ke samping menatap Gara. “Terserah lo aja.”

Gara mengangguk. Deva kembali menatap ke samping, ia memikirkan Dafa, ia harusnya menolak pergi dengan Gara, apa lagi dirinya itu berstatus sebagai istri, walau Deva sadar jika Dafa belum menerima. Namun ... jujur dirinya tidak enak jika harus menolak Gara.

‘Seandainya  orang yang di samping gue Dafa,” batinya.

Entahlah kenapa Deva tidak bisa membenci Dafa, kelakuan Dafa pada dirinya seakan hanya sebuah angin lalu.

Gara menatap Deva yang hanya terdiam. “Dev.”

Satu panggilan tak mampu membuat Deva menatap nya. “Deva!”

Masih tetap sama, tidak ada sahutan.
“Deva! Lo gak suka jalan sama gue!”
Gara menghentikan mobilnya. “Eh, kenapa berhenti?” tanya Deva.

“Lo gak suka jalan sama Gue?”

“Kata siapa?”

“Gue nanya! Kenapa lo malah balik nanya!”

“Suka kok, gue suka jalan sama lo.”
Deva tersenyum. “Jalankan mobilnya lagi ya.”

Gara mengangguk dan menjalankan mobilnya. “Sudah pernah ke pasar malam?”

Deva mengaleng. “Belum.”

“Berarti gue orang yang pertama yang ngajak lo ke pasar malam?”
“Iya,” jawab Deva sambil mengangguk membuat Gara tersenyum.

“Gue bisa gak jadi orang pertama di hati lo?”

“Hah! Apa?” tanya Deva yang tak begitu mendengar. “Gak jadi.”

Gara menghela napas, ia merutuki dirinya sendiri, kenapa ia bisa bicara seperti itu! Sungguh itu keluar dengan spontan.

“Udah sampai, yuk kita turun.”
Deva dan Gara pun turun dari mobilnya, Deva terdiam sesaat dia mengagumi suasana ramai Pasar Malam, karena baru kali ini Deva datang ke pasar malam. Ia berharap bahwa yang mengajak itu Dafa bukan Gara, dia ingin saat ini yang berada di sampingnya adalah Dafa suaminya, namun itu sangat mustahil, karena kenyataannya yang berada di samping dirinya adalah Gara.

“Mau naik apa?”

Deva menatap Gara. “Kalau kita permainan itu boleh gak?” tanya Deva sambil menunjuk permainan, dan di situ ada orang yang melempar sesuatu tetapi tidak masuk sasaran.
“Boleh kok, Ayok,” ucap Gara dan menarik lembut Deva.

“Saya mau main bang,” ucap Gara. Penjaga permainan pun memberikan beberapa benda yang berbentuk gelang.

“Ini Mas, jika berhasil memasuki kalian bisa bebas pilih bonekanya.”
Gara mengangguk dan menerimanya, Deva hanya diam melihat cara bermain Gara, udah Tiga lemparan namun belum kena sasaran.

“Boleh coba gak?”

Gara menatap Deva. “Boleh dong.”
Deva menerima benda yang berbentuk Gelang dari Gara, ia mencoba melempar namun sama sekali tidak masuk, Deva begitu serius memainkannya membuat Gara tersenyum.

“Ih, susah banget sih,” gerutu Deva yang membuat Gara terkekeh.

“Em ... Gara, gelangnya abis tapi gak ada yang masuk,” ucapannya dengan cemberut.

“Bang, kita mau main lagi.”

Gara bermain dengan begitu serius, sehingga ia begitu terlihat tampan terlihat orang-orang memuji-muji Gara. Sedangkan Deva hanya diam melihat Gara bermain.

“Yes, berhasil,” girang Gara yang membuat Deva tersenyum karena bisa memilih boneka yang ia suka.
“Silahkan pilih bonekanya.”

Dengan sigap Deva mengambil boneka Doraemon yang cukup besar, Gara tersenyum lebar melihat senyuman Deva. “Makasih, Makasih.”

Gara mengacak rambutnya Deva karena gemas. “Sama-sama.” 

Mereka berjalan kembali. “Mau ngapain lagi?”

Deva terdiam. “Em ... keliling-keliling aja, sama beli es krim.”

“Okh!”
**
“Suka?”

Dengan antusias Deva mengangguk semangat membuat Gara terkekeh. Saat ini mereka sedang duduk menikmati es krim, lebih tepatnya Deva yang memakan es krim, sedangkan Gara hanya memandang Deva. “Makan Es krimnya ko belepotan?”  tanya Gara sambil mengusap es  krim yang berada di sudut bibir Deva. Deva pun Refleks menatap Gara.

Entah kenapa Mata Deva sekarang sudah berkaca-kaca membuat Gara panik dan khawatir. “Lo kenapa? Es krimnya kurang? Atau mau beli lagi?”

Deva hanya menggeleng untuk jawabannya. Butiran bening menetes di pelupuk matanya membuat Gara bertambah khawatir. “Lo kenapa?” Gara mengulang kembali sambil mengusap butiran bening yang membasahi  pipi.

“Dev, jangan bikin gue khawatir.”
“Makasih.”

Gara menatap lekat Deva. “Terima kasih buat apa?”

“Lo udah baik sama gue, padahal baru kenal.”

‘Sedangkan Dafa yang sudah lumayan kenal lama, apa lagi gue istrinya tak sebaik ini,” lanjut dengan membatin.

“Lo gak perlu terimakasih.”
Gara tersenyum. “Cengeng banget sih,” ledek Gara membuat Deva cemberut.

“Gue gak cengeng yah,” bantah Deva.

“Itu buktinya nangis.” Goda Gara membuat Deva memukul Gara. Gara pun tertawa.

Okh aku next cepat kan? Gimana.
menurut kalian di part ini? Senang gak?
Satu kata buat

Deva

Dafa

Gara

Yukk jangan cuma next yaa

Marriage Hurdle(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang