20

345 24 0
                                    

"Aku pernah berharap untuk menghilang saja dari dunia ini. Dunia ini terlihat begitu gelap dan aku menangis sepanjang malam. Apakah aku akan merasa lebih baik jika aku menghilang?"

Ketika tiba di sebuah persimpangan dan harus memilih jalan yang dilalui. Terkadang, rasanya seperti berjalan di atas treadmill, berlarian di tempat yang sama.

"Aku mencintaimu karena Allah."
Deva keluar dari kamar tamu dan mencari seseorang yang menolongnya, sekarang pun Deva sudah tidak lagi menggunakan seragam sekolah, melainkan memakai baju yang berada di kamar tadi, entah kebetulan atau apa beberapa baju yang berada di kamar tamu itu semuanya pas di badan Deva.
“Orang itu mana ya?”

“Sebagai tanda terima kasih Gue masakin kali ya.”

Mencintai merupakan sebuah anugerah besar yang Tuhan berikan kepada manusia. Maka dari itu, kita perlu senantiasa bersyukur dan menjaga segala anugerah itu.

Tuhan tidak pernah keliru memberikan anugerah cinta kepada hamba-Nya, karena sebuah cinta yang datang itu pasti ada makna dan alasannya.

Cinta itu tidak bisa dijelaskan seberapa besarnya, orang mungkin menilai cinta itu sebesar dunia, samudera, bahkan langit. Namun tidak ada seseorang pun yang bisa menakar seberapa besar cintanya dengan logika.

“Dafa udah makan belum ya.”

“Apa Dafa baik-baik aja.”

Deva menghela napas, “Sebesar apa si Dev, lo cinta sama Dafa sampai-sampai lo kaya  gini,” gumamnya.
Cinta adalah suatu misteri yang terselubung sepanjang zaman, mengendap-endap di balik penampilan dan menjadikan hati kita sebagai sarangnya.

“Padahal lo selalu jahat kasar! Tapi gue tetap aja cinta dan perduli sama lo!”

"Dipersatukan denganmu adalah takdir, mengenalmu adalah pilihan, tapi jatuh cinta denganmu benar-benar di luar dayaku."

“Udah Dev, lebih baik lo cari dapur buat masak! Buat tanda terima kasih sama orang itu. Tapi ... dapurnya Dimana? Rumah besar gini kok gak ada orang?”   

Deva mencari dapur namun belum juga menemukan letak dapurnya, “Pria bermasker itu mana ya?”

“Mau ngapain?” tanya seseorang membuat Deva membalikkan badanya dan ternyata orang yang menolongnya, “Pria bermasker!” kagetnya.

“Pria bermasker?” tanyanya yang mendapat anggukan Deva, “Abisnya gue gak kenal nama lo!”

“Nama lo siapa?” tanya Deva. “Kalau gue Deva,” lanjutnya. 

“Panggil gue yang tadi lo sebut! Lo gak perlu tau nama Gue!”

“Tap--.” Deva tak melanjutkan karena melihat tatapan tajam pria bermasker itu.

“Lo gak pengap pakai masker?”
“Gak,” singkatnya.

Deva hanya mengangguk, “Em ... anu dapur Dimana?”

“Mau ngapain?”

“Ya ... masak, gak mungkin berenang kan,” kesal Deva.

“Lo gak perlu masak! Gue udah beli,” ucapnya sambil menujukan dua kantong Kresek putih.

Pria itu mendahului Deva, “Ikutin Gue! Kita ke meja makan!” Deva hanya menurut dan mengikuti dari belakang untuk menuju meja maka. Deva masih bertanya-tanya rumah sebesar ini tak adakah asistennya? Memang si, rumah ini dengan rumah yang di tempati Deva dan Dafa masih  besar  rumah orang tua Dafa. Tapi jika di rumah Dafa masih ada asisten dan penjaga rumah. Tapi di sini ... tidak ada.

Makanan sudah siap di makan meja, namun pria bermasker itu belum juga membuka maskernya, “Maskernya gak di buka?”

“Gak!”

“Kalau gak di buka lo makanya gimana?”

Bukanya menjawab pria itu bangkit dari duduknya, “Gue makan di kamar!”

“Semisterius itukah?” tanyanya pada diri sendiri ketika pria itu sudah menaiki tangga menuju kamarnya.  

**
Dafa sibuk dengan HP-nya sambil sekali melirik pintu belum ada tanda Deva pulang, “Tu anak kemana sih?!
“Udah hampir isya belum juga pulang,” lanjutnya sambil meligat jam di HP-nya.

“Untung aja gue udah pesan makanan, jadi gue gak kelaparan.”

Dafa menghela napas, “Untung aja Bunda sama Ayah besok sampainya, kalau malam ini bisa pusing kena ceramah!”

Dafa sama sekali tidak khawatirkah? Atau sekedar memikirkan Deva sudah makan? Deva baik-baik saja? Apkah tidak  bisa seperti itukah. Seperti Deva yang selalu memikirkan Dafa Dimana pun Deca berada pasti selalu memikirkan Dafa. Namun Dafa sama sekali tidak. Walau sedikit untuk memikirkan Deva pun tidak! Jika memikirkan hanya cara membuat Deva menderita dan menderita.

“Gue harus cari cara buat bikin Deva menderita!”

Dafa terdiam memikirkan sesuatu, “Jika besok Bunda sama Ayah pulang, gue gak bisa leluasa mengerjai Deva!” Dafa tersenyum miring, “Gue minta pindah aja kali ya, biar gue bisa bebas buat bikin Deva menderita!”

“Besok gue garus bicarain soal ini.”
Deva sedang merapikan meja makan dan menaruh puring ke dapur untuk di cuci, karena dapur dan tempat makan tidak jauh. Deva mencuci piring dan setelah itu menaruh ke rak piring, setelah selesai mencuci piring Deva menuju ruang tamu.

“Harus pulang sekarang, takut Dafa khawatir.”

Namun sayangnya Dafa sama sekali tidak khawatir, jika Deva tau gimana? Deva akan biasa saja! Karena Deva tau sikap Dafa yang tak perduli namun masih ada harapan kecil untuk Dafa menghawatirkah dirinya. 

Berharap boleh saja tapi sewajarnya. Ingatlah Tuhan adalah sebaik-baik tempat kita berharap. Jangan sampai kamu berharap lebih pada manusia. Sebab jika harapan yang kamu inginkan tidak sesuai keinginan, maka kamu akan merasakan sakit hati, sedih, dan kecewa. Selalu iringi harapan dengan usaha dan doa.
Namun ... harapan adalah akar dari semua rasa sakit di hati. Apabila harapan itu tak sesuai yang kita bayangkan.

“Jangan terlalu berharap pada seseorang, terkadang dia yang paling kamu cinta adalah dia yang paling sering buatmu terluka,” ucap seseorang yang membuat Deva membalikkan badanya, dan ternyata pria masker.

“Jangan terlalu berharap pada seseorang yang belum pasti menyukaimu, namun hargailah mereka yang peduli denganmu."

Deva mengerutkan keningnya, “Maksudnya apa sih! Seakan dia tau apa yang di pikiran gue,” batinya.
“Gue gak bisa baca pikiran orang! Tai gue bisa lihat dari mata dan gerakan tubuhnya.”

Lagi dan lagi membuat Deva kaget, “Ko tau si,” batinya.

“Jangan berharap hidup tanpa masalah, sebab memang tak mungkin, namun percayalah sesulit apapun tetap akan lo lewati juga."

“Gue tau, lo cewek yang kuat. Dan gak mudah menyerah.”

“Lo kenal Dafa?” tanya Deva. “Dafa siapa?” tanya pria bermasker itu. Membuat Deva menggeleng.

Mampir ke CB baru yaaaa
Sambil menunggu lanjutnya kadang bingung buat lanjut dan malah dapat ide cerita baru.

Jadi ... ya gitu deh sambil mikir aluar cerita ini ada ide baru jadi buat deh hehe

17 April 2021

Gimana nihh puasanya lancar kah?
Siapa pengemar kalian?

Gimana nihh puasanya lancar kah?Siapa pengemar kalian?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Marriage Hurdle(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang