26

204 21 3
                                    

Dafa telah sampai di rumahnya dan ketika sudah berada di dalam menatap sekeliling rumah yang sudah bersih, namun ... ia tak melihat kehadiran Deva, rumah terlihat sunyi seperti tidak ada yang menghuni. Tak disangka Dafa langsung menuju kamar Deva dan, sampai dikamar Deva ia langsung membuka kamar Deva yang sudah tidak ada baju Deva satu pun yang mampu membuat tubuh Dafa lemah, “Kemana semua baju-bajunya?”

Dafa berkali-kali membuka, namun tetap sama tidak ada baju dari Deva, Dafa mengarah ke sebuah meja yang biasanya ada foto pernikahan, namun ... tidak ada foto juga membuat Dafa panil, entah kenapa ia sangat takut.

Dia langsung berlari keluar kamar untuk mencari di beberapa tempat, dari dapur, kamar mandi bawah, taman belakang, dan tempat lainya, namun ia sama sekali tidak menemukan keberadaan Deva. Kemana?  Kata itu terus dalam otaknya.

“Kemana Deva? Apa ... dia pergi? Karena gak sanggup lagi,” gumamnya.

Dafa langsung mengwmbil  Hanpone di saku, terdapat dua puluh panggilan tak terjawab dari bundanya, dirinya baru ingat jika Hanpone nya ia Selen hingga tidak mendengar ada telepon masuk dari Bundanya. Dafa pun menelepon balik Bundanya.

Setelah tersambung menanyakan keadaan, dan bundanya berucap bahwa sudah pulang dan sekarang sedang berada di rumah Almarhum orang tua Dafa, saat Dafa pergi orang tua Dafa sampai, dan saat itu juga Deva berbicara soal rumah, untung saja orang tua Dafa belum menemukan rumahnya, jadi ia akan tinggal di rumah Deva dulu. Bunda Dafa pun memberi kabar jika Deva sudah berada di rumahnya dan sudah membawa seluruh pakaian, begitu pula dengan pakaian Dafa.

(Dafa sekarang kesana)

Tiga kata terakhir menutup percakapan antara Dafa dan Bundanya, dengan segera Dafa keluar dari rumah menuju mobilnya, ia melajukan mobilnya ke rumah Deva.
**
“Hari minggu yang membosankan!”

Seseorang yang sedang berbaring di kamarnya, yang tak lain adalah Gara, ia sangat bosan jika harus rumah. Mau keluar pun malas. Jika hari libur ia tak bisa bertemu dengan Deva, “Andai gue tau alamat Deva,” gumamnya. “Sekarang udah main ke rumahnya,” lanjutnya.

“Em ... rumahnya Dimana ya?” tanyanya pada diri sendiri dan bangkit dari tempat tidurnya dan menuju ruang tamu untuk menonton Tv.

Dafa yang sudah sampai di rumah Deva pun turun dari mobilnya, entah sadar atau tidak dirinya begitu bahagia ternyata Deva tidak pergi, melainkan hanya pindah rumah. Ia langsung berlari kecil namun saat hendak buka pintu iya tersadar, “Bodoh!” ia memaki diri sendiri, “Kenapa tadi lo malah sedih ketika memikirkan Deva pergi! Seharusnya lo senang!”

Ceklek

Pintu terbuka, betapa terkejutnya Dafa ketika tiba-tiba pintu terbuka yang ternyata Deva yang membuka Deva, “Dafa! Kamu udah sampai?” tanya Deva yang sama terkejutnya.
“Hemm,” dehem Dafa dan melirik sebuah kantong plastik hitam di tangan Deva.

“Masuk Daf, Bunda sama Ayah di dalam, aku mau buang sampah dulu,” ucap Deva mempersilahkan masuk.

Dafa hanya berdehem dan masuk, sedangkan Deva menuju depan gerbang untuk membuang sampah, karena sampah akan di angkut sekitar jam tiga sore oleh truk sampah, sedangkan sekarang masih jam satu. 

“Udah sampai Daf? Tadi bunda telepon kamu tapi kamu gak angkat, kamu kemana?” tanya  bundanya ketika melihat anaknya datang menghampiri untuk menyalaminya, “Tadi Dafa ada urusan,” jawabnya yang sudah menyalami ayah dan bundanya.

“Daf, bunda bersyukur, kata Deva kamu sangat perhatian dan baik sama Deva ya?”

“Apa kamu sudah menerima pernikahannya juga?” timpal Ayahnya

Marriage Hurdle(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang