#15 - di persimpangan dilema

2K 408 49
                                    

Nadine tidak pernah merasakan sakitnya patah hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nadine tidak pernah merasakan sakitnya patah hati. Tentu saja, sebelumnya hidup Nadine hanya berputar pada; main-makan, main-makan. Mana pernah ia memusingkan cowok. Toh, hidupnya sudah dikelilingi banyak cowok. Tanpa harus punya pacar, Nadine juga merasa bahagia-bahagia aja kok. Kalau tahu mencintai juga berarti harus siap tersakiti. Nadine akan berpikir ulang untuk meletakkan hatinya ke Keenan. Mungkin ia memang terlalu naif. Kalau semua perasaan akan mendapat balasan, mana mungkin jomblo di dunia merajalela.

Membuang napas. Nadine pun merubah posisinya menjadi terlentang. Menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Saking kosongnya dengan mudah bayangan sialan itu kembali menghantuinya. Bayangan dimana ia merasa jadi orang ketiga di antara Keenan dan Adis.

Untungnya, Daniel menyelamatkan Nadine dari situasi canggung dan menyakitkan itu. Tatkala mendapat pesan dari Daniel yang bilang kalau cowok itu sudah di depan. Nadine langsung pamit dengan langkah tergesa-gesa. Rasanya kalau ia lebih lama disana, air matanya tidak akan malu untuk keluar.

Nadine bedecak—mengusir bayangan itu dari kepalanya. Tidak bisa dibiarkan. Nadine harus melakukan sesuatu. Ia pikir tidak berangkat ke kampus akan membuatnya bisa sejenak beristirahat dan memulihkan perasaanya. Boro-boro, memulihkan hati. Justru yang ada Nadine makin nelangsa. Jadilah, daripada nganggur, Nadine berinisiatif membersihkan apartemennya.

Benar-benar keajaiban dunia ke delapan. Kalau Mamanya melihat ini, beliau pasti sudah mengadakan syukuran tujuh hari tujuh malam. Di tengah aktivitas beres-beresnya—dimana Nadine lagi masukin pakaian kotor ke mesin cuci—ponselnya berdering. Daniel menghubunginya.

"Kenapa lu?" Tanpa intro, Daniel langsung bertanya.

"Nggak apa-apa. Lagi males ngampus aja gue."

"Beneran?"

"Ya, iya. Masa bohongan." Sahut Nadine sambil menyandarkan badannya ke mesin cuci. Informasi aja, Daniel belum tahu soal patahnya hati Nadine. Saat menjemput Nadine kemarin, Nadine diam aja. Nggak mau  cerita.

"Habis kelas Bu Susan. Gue ke apart lo deh. Mau makan apa?"

"Nggak usah. Gue nggak apa-apa kok."

"Nad, jangan gitu dong." Desah Daniel. "Lo bikin gue takut tahu."

"Lah, ngapa?"

"Lo nolak makanan berasa kayak kiamat makin dekat, njir! " Papar Daniel, agak ngeri. "Terus, gue nggak mau ya, habis ini ada berita 'Ditemukan seorang Gadis yang Gantung Diri di Apartemennya'. Kalau panggilan terakhir lo gue, nanti gue yang jadi tersangka dong?"

"Yee, si anjing."

Daniel ketawa. "Yaudah, kalau udah mau cerita telpon  gue. Kalau mau makan sesuatu telpon gue. Gue always on kok buat lo."

"Dih, tumben baik?"

"Dari dulu keles." Sahut Daniel. "Lo aja yang nggak tahu diri dan terima kasih."

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang