True romance isn't Romeo and Juliet who died together but grandma and grandpa who grew old together.
Berada di jurusan Teknik yang di dominasi oleh kamu Adam nggak lantas membikin Nadine melepas status jomblonya. Malah Nadine bersyukur jomblo karena...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Keenan aneh. Setidaknya itu kesimpulan yang bisa Nadine ambil mengenai sikap Keenan hari ini. Menghadapi dinginnnya Keenan sudah menjadi makan sehari-hari. Tapi menghadapi Keenan dalam mode bisa membakar orang hidup-hidup lewat tatapannya, tentu aja baru kali ini. Tuh kan, Nadine sudah punya firasat buruk waktu Karen sok ide ngajak Keenan ikut. Bukan ia menyetujui ucapan Karen yang bilang kalau Keenan cemburu. Cih, nggak mungkin Keenan cemburu. Cemburu itu kan tanda cinta. Urutannya itu cinta dulu baru cemburu. Masa cemburu dulu baru cinta? Lagian untuk mencapai level cinta kayaknya nggak mungkin bangetlah. Dibalas suka balik aja sama Keenan, Nadine mau sujud syukur apalagi dicintai. Umroh kali Nadine.
"Gue yakin Keenan cemburu sama Rafael." Kesya bilang gitu setelah Keenan melimpir ke toilet.
"Becanda lo. Nggak mungkin Keenan cemburu sama Rafael."
Karen membuang napas. "Nad, nggak sekali dua kali gue ngeliat cowok lagi cemburu. And he's fucking jealous with you!"
Nadine mendesah. Seminggu ini ia sudah merenung soal perasaannya ke Keenan. Meski Nadine nggak tahu seberapa besar ia menyukai Keenan. Namun yang pasti, Nadine nggak mau merusak hubungan awal mereka yang udah terjalin sejak kecil. Mungkin aja apa yang dirasakannya ini hanya euforia sehabis dekat lagi dengan Keenan setelah hubungan mereka yang sempat renggang selama dua tahun. Apalagi setelah insiden Adis, Keenan sama sekali nggak ada menghubungi Nadine. Bukannya Nadine berharap Keenan akan jelasin soal Adis—oke, Nadine memang sedikit berharap Keenan aka melakukan itu—nyatanya, Keenan nggak peduli soal apa yang bakal dipikirkan Nadine saat ngeliat Adis, kan? See? Itu sudah cukup menjelaskan kalau Keenan nggk ada perasaan apa-apa padanya.
"Keenan lagi badmood mungkin." Nadine masih menolak untuk percaya.
"Iya. Badmood karena tahu lo pernah naksir Rafael."
Nadine mengangkat tangan untuk mengambil gelas minumannya. Beradu argumen sama Karen soal cowok sama sekali nggak ada gunanya. Karen selalu menganggap dirinya sebagai pakar cowok. Mudah untuknya membaca karakter cowok hanya dengan sekali scanning. Nadine mau bilang kalau Karen nggak sehebat itu. Buktinya dia nggak tahu kalau sobat bangsatnya naksir Karen gila-gilaan. Sekali lagi, Nadine nggak mau mendahului Daniel. Karen harus tahu perasaan Daniel dari mulut Daniel sendiri bukan orang lain.
"Apa ini karena mantan Keenan yang bernama Adis itu?" Bangsat! Nadine berikrar bakal mencocol bibir Daniel pakai sambelnya Bu Yanti—Ibu kantin yang terkenal dengan sambel pedasnya yang bikin mampus—nggak disangkanya Daniel benar-benar bakal murahan kalau di depan Karen.
"Si bangsat itu juga yang ngasih tahu lo?" Ringis Nadine agak bete.
"Jangan marahin Daniel. Marahin aja gue kalau lo kesel karena dia ngasih tau gue." Jika Daniel tahu Karen membelanya, mungkin Daniel bakal mengelilingi bundaran HI sambil salto. "Tapi lo nanti aja marahnya, sekarang lo jawab pertanyaan gue. Apa ini karena mantan Keenan itu?"