Nadine terbangun dengan kondisi wajah sembab dan mata bengkak. Apalagi penyebabnya kalau buka ia yang menangis semalaman. Meski sudah ditraktir Daniel makan di restoran mahal. Tetap saja, sampai di apartemen, perasaan perih dan hampa kembali menggerogoti hatinya. Ia nggak bisa berhenti memikirkan perpisahannya dengan Keenan. Nadine pikir ini yang terbaik. Tapi ternyata Nadine nggak merasa baik. Dunianya terasa begitu kelabu. Nadine nggak punya gairah untuk memulai harinya.
Jadi lah, ia memutuskan untuk skip kuliah hari ini. Toh, ujian telah selesai. Dan ia masih punya jatah absen. Daripada ke kampus dengan mata sembab. Nadine lebih memilih buat mengulang mata kuliah rekaya perangkat lunak. Ia bisa diledek habis-habisan bila orang-orang melihat matanya sebab.
Sejujurnya, Nadine nggak cukup yakin meminta putus dari Keenan. Nadine hanya nggak percaya diri dengan dirinya sendiri. Jauh di lubuk hatinya, ia sayang banget sama Keenan. Dan nggak mau mereka pisah. Tapi Nadine terlalu pengecut dan nggak berani mengambil risiko.
Dipandang ponselnya, berharap akan ada telpon dari Keenan. Nyatanya Keenan sama sekali nggak menghubunginya sejak kemarin. Yeah, nggak mungkin menghubungi juga. Bua apa? Mereka sudah putus kan?
Dilanda kegalauan, Nadine berniat untuk menghapus fotonya dengan Keenan di ponselnya. Ia harus segera move on. Nadine nggak bisa begini terus. Namun, ketika ia menggulir foto-fotonya dengan Keenan. Dada Nadine malah diserang oleh sesak. Matanya memanas dan nggak lama kemudian cairan bening turun dari matanya.
Nadine bukan orang yang gampang menangis. Bisa dibilang, Nadine nggak suka menunjukkan sisi lemahnya. Akan tetapi, sekarang, ia sudah nggak bisa menahan pedih dan perih di hatinya. Nadine nggak mau move on dari Keenan.
Di tengah isakkannya itu, ponselnya berdering. Awalnya Nadine nggak ingin mengangkat. Tapi melihat nama Daniel di sana, ia pikir ia membutuhkan cowok itu untuk bicara.
"Nad, lo nggak ngampus?" tanya Daniel langsung tanpa sapaan.
"Hm," Nadine bergumam sambil mengangguk. Menghapus air mata di pipinya.
"Nad...lo habis nangis?"
Nadine nggak menjawab. Ia mengigit bibirnya pelan. Menahan diri agar nggak kembali terisak. "Ternyata sesakit ini ya, Niel. Putus sama orang yang lo sayang."
"Emang sakit banget." Daniel menyetujui kemudian menghela napas. "Makanya, kalau memang sakit, coba kasih Keenan kesempatan. Toh, dia berhak untuk membuktikan ke elo kalau LDR bukan halangan buat kalian."
"Gue pengecut banget ya, Niel." Lirih Nadine.
"Nggak pegecut. Cuma lo terlalu sayang aja sama Keenan."
"Waktu Keenan nanya gue cinta apa nggak sama dia..." Nadine membasahi bibirnya lalu menelan ludah yang terasa begitu pahit. "Gue nggak jawab. Gue...takut...kalau gue bilang gue juga cinta sama dia...gue bakal makin sulit ngelapasin Keenan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
RomanceTrue romance isn't Romeo and Juliet who died together but grandma and grandpa who grew old together. Berada di jurusan Teknik yang di dominasi oleh kamu Adam nggak lantas membikin Nadine melepas status jomblonya. Malah Nadine bersyukur jomblo karena...