Jujur, entah kenapa, ketika melihat tatapan Keenan padanya, Nadine dihinggapi perasaan bersalah. Padahal ia tidak merasa punya salah apapun. Malah seharusnya dirinya yang berhak marah karena ia yang dipermainkan perasaannnya. Sudah baperin anak orang tapi nggak dikasih kejelasan. Terus suka muncul tiba-tiba kayak gini lagi tanpa pemberitahuan. Memang ya, berkomunikasi sama Keenan itu gampang-gampang susah. Dulu sih sebelum Nadine naksir Keenan, cewek itu bodo amat sama respon Keenan. Mau dibales irit atau dicuekkin pun Nadine nggak mikirin—yang penting hati senang. Sekarang mah, rasanya Nadine pengin mengucang bahu Keenan terus teriak; LO ITU MAUNYA APA SI, GANTENG?!
"Baru balik?" Huh? Sumpah, pertanyaan Keenan tumben basa-basi busuk gini. Jelaslah ia baru balik.
Nadine mengangguk sambil maju lebih dekat hingga sampai di depan pintunya. "Lo...nungguin gue?"
"Like you see."
"Kenapa lo suka banget sih muncul tiba-tiba tanpa kasih kabar dulu?" Cecar Nadine agak sebal. Mungkin efek perasaannya yang digantung terus ia merasa bersalah karena bikin Keenan nunggu di depan pintu apartemennya. Eh, tapi parahan Keenan lah yang sudah membuat dirinya menunggu tanpa kepastian. Oke, Nadine lanjut marah lagi. "Gue rasa lo nggak kere-kere amat buat beli kuota atau pulsa."
"Gue udah nelpon lo berpuluh kali tapi nggak lo angkat." Keenan menyahut datar. "Pas gue coba lagi, nomor lo tiba-tiba nggak aktif."
Mendengar itu, Nadine meringis. Perasaan bersalah balik muncul. "Oh, soal itu, hape gue emang disilent. Gue nggak tahu lo nelpon. Pas mau ngecek ternyata hape gue lowbatt."
"Seru banget pasti main sama Rafael sampai lo nggak ada ngecek hape lagi." Sindir Keenan dengan nada superrrr santai.
"Maksud lo?"
Keenan nggak membalas. Menegakkan badannya terus mengedikkan kepala ke arah pintu. "Buka pintu lo. Kita ngobrol di dalam."
Kening Nadine mengerut. "Lo kesini karena mau ngobrol sama gue?"
"Hm," angguk Keenan. "Bukannya masih banyak hal yang perlu kita obrolin?"
Nadine menatap Keenan. Mencoba membaca ekspresi cowok itu. Berbeda dengan semalam—dimana Keenan agak emosional. Sekarang Keenan balik lagi jadi cowok cool yang bermuka tembok. Datar cuy. Bikin Nadine jadi penasaran, obrolan apa aja yang akan mereka bicarakan nanti. Sadar kalau ia tidak berhasil, Nadine pun menyerah. Lantas menekan password apartemen dan membuka pintu. Tanpa menunggu diundang masuk, Keenan langsung mengikuti Nadine dari belakang. Seperti yang di duga oleh Keenan, suatu kemustahilan bisa melihat apartemen Nadine agak manusiawi.
"Gue lagi nggak sempet beres-beres." Nadine menjelaskan tanpa diminta. Memutar badannya menghadap Keenan. "Kemarin apartemen gue rapi kok."
"Gue nggak bilang apa-apa."
Nadine cemberut. "Tapi cara lo memandang ke seantero apartemen gue untuk menggambarkan semuanya tau."
Keenan tersenyum sedikit. "Oh, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
RomantizmTrue romance isn't Romeo and Juliet who died together but grandma and grandpa who grew old together. Berada di jurusan Teknik yang di dominasi oleh kamu Adam nggak lantas membikin Nadine melepas status jomblonya. Malah Nadine bersyukur jomblo karena...