Tak sulit buat Nadine akrab dengan orang baru. Termasuk dengan Rafael yang baru dua kali ia temui. Dalam waktu sesingkat itu, mereka sudah bisa saling bercanda bak teman lama. Apalagi Rafael punya karakter yang asik kalau diajak ngobrol. Apapun bahan obrolannya pasti tidak akan berakhir canggung. Mereka punya banyak kesamaan dan selera humor yang serupa. Namun harus Nadine akui, kalau skill ngalus Rafael patut untuk diacungi jempol. Meski, Nadine sudah tahu kalau Rafael playboy. Tetap saja pipinya bersemu tatkala Rafael melemparkan sweet talknya pada Nadine.
"Seriusan, lo nggak pernah pacaran?"
Nadine meringis pelan lantas menganggukan kepalanya. "Kenapa? Gue cupu banget, ya?"
"Maksud gue bukan gitu," Rafael membantah sambil menggeleng kecil. Masih separuh tidak percaya dengan kejujuran cewek dihadapannya sekarang. Ayolah, mana mungkin cewek semanis Nadine belum pernah pacaran? "Cuma nggak nyangka aja."
Dilihat dari sudut manapun—Nadine terlihat sangat amat menarik. Bahkan sedari tadi, Rafael menahan dirinya untuk tidak mendaratkan tangannya ke kepala Nadine karena gemas dengan segala sikap polos cewek itu. Bagaimana cara Rafael harus mendeksripsikan diri Nadine? Intinya, Rafael merasa Nadine ini murni. Tidak ada satupun sikapnya yang dibuat-buat. Bahkan, Nadine sama sekali tidak canggung menyantap es creamnya dengan lahap. Seakan tidak peduli bagaimana Rafael akan memandangnya nanti.
"Kenapa nggak nyangka?"
Rafael tersenyum kecil. Memperlihatkan lesung pipinya. Menatap Nadine yang kini memandangnya dengan raut wajah penasaran sementara ada bekas es cream yang melekat di sudut bibirnya. "Lo cantik."
Bola mata Nadine membulat diiringi dengan pipinya yang menampakkan semburat merah jambu. Rafael terkekeh lantas menarik tangannya dan mengusap sudut bibir Nadine.
"Ada es cream di sudut bibir lo." Ujarnya seraya menunjuk jempolnya.
Nadine mengangguk lantas menunduk sambil bergumam pelan. "Lo cowok pertama selain bokap gue yang bilang gue cantik."
"Bohong."
"Gue nggak bohong." Bantahnya cepat. "Temen-temen cowok gue selalu ngeledek gue tiap kali gue dandan."
"Ngeledek lo bukan bearti lo nggak cantik."
Nadine tersenyum. Ternyata begini rasanya saat ada orang yang memujinya cantik. "By the way, makasih. Lo juga ganteng."
Rafael terdiam sejenak, di detik kedua cowok itu tergelak. Benar-benar tidak menyangka ada cewek seperti Nadine di dunia ini. "Well, makasih."
Kepala Nadine mengangguk lantas kembali melanjutkan makan es creamnya. Rafael mengamati Nadine dengan seksama. Sepertinya dia tidak keberatan untuk meneruskan hubungan ini. Bersama dengan Nadine, semuanya terasa menyenangkan.
"Filmnya udah mau mulai. Berangkat sekarang?" Cowok itu bertanya sambil melirik arloji di tangannya.
Nadine mengangguk mengambil tasnya dan mengikuti langkah Rafael keluar dari Baskin Robbins. Seperti orang pedekatean pada umumnya—mereka menghabiskan waktu bersama dengan makan dan juga nonton. Kebetulan Nadine juga sudah lama tidak nonton—terakhir waktu nemenin Daniel, itu pun Nadine mau karena ditraktir. Tidak usah heran, Nadine lebih rela uangnya habis untuk makanan daripada beli baju ataupun nonton. Sementara Daniel adalah cowok hopeless romantic yang tergila-gila pada film 500 days of summer. Cowok itu menyukai segala hal yang berbau cinta. Saat nonton film romantis, Daniel selalu membayangkan dirinya sebagai pemeran utama. Well, Daniel itu casingnya doang macho. Dalamnya mah, sensitif banget kayak jerawat baru tumbuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
RomanceTrue romance isn't Romeo and Juliet who died together but grandma and grandpa who grew old together. Berada di jurusan Teknik yang di dominasi oleh kamu Adam nggak lantas membikin Nadine melepas status jomblonya. Malah Nadine bersyukur jomblo karena...