True romance isn't Romeo and Juliet who died together but grandma and grandpa who grew old together.
Berada di jurusan Teknik yang di dominasi oleh kamu Adam nggak lantas membikin Nadine melepas status jomblonya. Malah Nadine bersyukur jomblo karena...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nadine puyeng bukan main. Rafael kayaknya beneran serius soal perasaannya. Alih-alih memberi jarak, cowok itu malah makin leket kayak lem altiko. Tiap ada kesempatan, Rafael bakal main ke kantin teknik. Bikin keriuhan akibat dari sorakkan cowok-cowok akhlakless yang begitu terpana oleh fakta Nadine berhasil menggaet seorang jantan. Mana diledekkin ngedukun dimana lagi? Meski tidak religius amat, Nadine kan bukan pemuja setan.
Oleh sebab itu, tiap kali mau ke kantin, Nadine kudu periksa keadaan dulu. Soalnya Rafael itu udah kayak jelangkung. Datang nggak dijemput, pulang nggak diantar. Mana langsung akrab lagi sama teman-temannya, jadi bingung mau mengusir kayak gimana sedangkan anak-anak yang lain tidak keberatan dengan kehadiran Rafael yang gabung sama mereka.
Dipikirnya, hari ini ia akan aman. Nadine takut aja kalau Rafael sering-sering ke kantek (kantin teknik) terus muncul gosip dan gosip untuk sampai ke telinga Carisa. Bisa perang saudara mereka.
Namun sesaat Nadine sedang mengunyah baksonya. Ikutan membully Daniel bersama yang lainnya—sosok bongsor Rafael tertangkap oleh matanya. Celingak-celinguk yang Nadine pastikan mencari keberadaannya.
Nadine panik dong. Refleks langsung sembunyi di bawah meja. Menarik kebingungan dari Daniel, Alex, Faras, Aji yang memandang Nadine dengan kening berkerut.
"Heh, lo ngapain di bawah situ kayak curut?" Alex bertanya dengan nada heran.
Nadine meringis, meletakkan telunjuk di depan bibir, meminta cowok itu untuk diam. "Mingkem dulu, Lex. Lo pada lanjut makan aja, nggak usah peduliin gue."
"Gimana mau lanjut makan kalau lo dibawah, cuk. Kelihatan nih otong gue kalau lo jongkok di bawah gitu." Faras menyahut dengan senyum penuh makna.
"Bangsat. Nggak napsu gue ngeliat otong lo!" Decak Nadine, lantas mengambil tasnya dan mendongakkan kepala menatap Daniel dengan memasang tampang puppy eyes. "Beb, bayarin dulu ya. Makin cinta deh aku sama kamu."
"Muntah nih gue di muka lo." Sahut Daniel datar. Kepalang terbiasa. Selain itu, dia juga tahu kenapa tiba-tiba Nadine ngumpet kayak gini. Apalagi kalau tidak menghindari Rafael.
Dengan tidak tahu malunya, cewek itu merayap, bersembunyi dari meja ke meja lain. Hingga makin dekat dengan pintu kantin. Beruntungnya, kantin lagi ramai. Meski ada yang menatapnya geli dan ada juga yang masa bodo—Nadine sama sekali tidak ambil pusing.
Penuh waspada, Nadine mengangkat kepala, mengintip Rafael yang tengah berjalan menuju meja tempatnya makan tadi. Tidak mau kehilangan kesempatan, Nadine pun bergegas bangkit berdiri—bersamaan dengan sosok Keenan yang juga akan keluar dari kantin.
Ngeliat itu, langsung saja digandengnya tangan Keenan, bikin cowok itu tersentak kaget, bersiap untuk menukas. Namun kala tahu kalau pelaku itu adalah Nadine. Cowok itu hanya menghela napas dengan Nadine yang nyengir kuda.