17. SABUN MANDI

111 16 3
                                    

"Orang bilang Sejarah, Matematika, dan Kimia adalah hal yang sukar dan rumit. Tapi ada yang lebih dari sukar dan rumit, yaitu menata kembali keharmonisan keluarga."

Sungguh hari yang melelahkan. Melda baru saja sampai tepat jam delapan malam setelah habis bersenang-senang bersama dua sahabatnya tadi. Andai saja Zeta tak mengajaknya bermain di time zone dan Gwen yang tak minta ditemani membeli liptink, pastinya Melda tak akan pulang selama itu.

Melda menutup pagar rumahnya dan berjalan melewati pekarangan rumah yang dihiasi lampu-lampu di sudutnya. Tak sengaja matanya melihat mobil terparkir di garasi rumahnya. Itu adalah mobil sang ayah. Melda berkata dalam hati 'Ingat rumah ternyata '.

Melda melangkah memasuki rumah dan membuka pintu utama.

"Assalamualaikum," salam Melda sambil menutup kembali pintu rumah.

Tak ada yang menjawab. Mungkin karena suaranya yang kekecilan sehingga orang rumah tak mendengarnya. Ia melangkah menaiki satu persatu anak tangga berniat menuju ke kamarnya tetapi terhenti di anak tangga ke tiga. Melda memutar kepalanya ke samping ketika mendengar gelak tawa yang berasal dari ruang makan yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Disana Ayah, Ibu, dan Abangnya sedang bercanda ria di meja makan. Terlihat harmonis tanpa dirinya. Melda hanya bisa memandang dari jauh tanpa berniat bergabung ke sana. Melda tak ingin merusak acara makan malam yang bahagia itu.

Melda terdiam, menunduk memperhatikan anak tangga yang ia pijak. Bohong jika hatinya tak iri. Makan malam di rumah bersama keluarga lengkap adalah hal yang di inginkan setiap orang. Melda sungguh bosan jika hanya bisa makan berdua bersama Alya,sesekali Agam juga ikut serta bila pulang lebih awal dari rumah sakit.

Tawa Agam mereda setelah matanya tak sengaja melihat adiknya berdiri di anak tangga sambil menunduk. Agam kemudian memanggil Melda untuk bergabung.

"Dek,Oi!" panggil Agam.

Melda terkesiap dan memandang Agam. "Sini! Malah bengong," ucap Agam terkekeh setelahnya.

Karna panggilan Agam, Alya dan Erwin sontak menghentikan percakapannya lalu melihat ke arah tangga. Melda mengamati wajah Erwin yang langsung berubah datar.

"Sini sayang. Kita makan malam sama-sama," ajak Alya tersenyum lembut. Tetapi Melda tak luluh.

Melda memandang mereka dingin lalu berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata. Lagipula ia sudah makan bersama Zeta dan Gwen. Telinganya tiba-tiba menangkap suara ayahnya yang berkata.

"Dasar,anak tak sopan," kata Erwin pelan sembari menggeleng kepala.

"Mas, udah. Nanti Melda denger trus salah paham," sahut Alya kepada Erwin.

Melda terkekeh mendengarnya. Agam terdiam menatap kepergian Melda.

Melda menutup pintunya tak lupa mengunci juga. Gadis itu terduduk di lantai dengan punggung yang menyandar di pintu. Kepalanya mendongak menatap langit-langit kamar.

Melda membuang nafasnya kasar. Ia berdiri dan menyugar rambutnya ke belakang. Pikirannya sedang kacau. Ia butuh mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah ini.

~ALGIAN~

Keesokan harinya, Melda sengaja bangun terlambat. Selain ingin menjauhi Algi, Melda juga menunggu Erwin pergi ke kantor duluan. Ia malas bersitatap dengan Ayahnya makanya ia memilih bangun agak lama.

Sedetik setelah kepergian Ayahnya, Melda bangun dan meregangkan ototnya yang kaku. Mata Melda melihat jam yang menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Agam juga daritadi sibuk menggedor-gedor pintunya berniat ingin membangunkan dirinya.

ALGIAN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang