14: ONE DAY

100 24 9
                                    

"Yang aku tahu, cinta adalah rasa. Yang datangnya entah dari mana, yang munculnya entah bagaimana, dan hadirnya  entah karena apa".
.
.
.

Hari ini adalah hari pertama Melda menjalani masa-masa buruknya.Gadis itu sengaja berdiam diri di kelas hanya untuk menjauhi Algi. Bisa-bisa lelaki itu dengan seenak jidat menyuruhnya melakukan ini dan itu jika mereka bertemu.

Melda menatap keluar jendela dimana siswa dan siswi sedang berdiri di lapangan sambil menunggu bel tanda upacara berbunyi. Nampak ada yang berkumpul sambil bercakap-cakap, ada juga anggota osis yang sibuk mengatur upacara,dan juga beberapa anak cowok yang sibuk menggoda cewek-cewek.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya pelan. "Mel, ke lapangan yuk. Upacaranya bentar lagi mulai," ajak Zeta sambil merogoh lacinya untuk mengambil topi di dalamnya.

Melda mengangguk. Matanya beralih ke arah Gwen yang masih sibuk mengoles lipbalm di bibirnya. "Tumben nggak pake liptink?," celetuk Melda kepada Gwen.

Gwen menaruh lipbalm miliknya di dalam tas. "Lo nggak ingat hari ini hari apa?. Bisa-bisa kena semprot gue ama kepala skolah kalo muridnya yang cantik dan rajin menabung ini tidak disiplin," cerocos Gwen.

Melda mendengus. Kumat lagi nih anak. "Iya-iya. Terserah lo!,". Melda kemudian berlalu bersama Zeta di sampingnya.

"EH, TUNGGUIN!," pekik Gwen. Ia berlari menyamakan langkahnya dengan Melda dan Zeta.

"Mel, kata Kak Daffa, lo kemaren dikalahin yah?," tanya Gwen sembari berjalan.

"Hah?! Beneran,Mel?!," teriak Zeta. Teriakan tersebut membuat para siswa menatapnya dengan tatapan bertanya-tanta.

Melda berdecak. "Iya," balas Melda malas. Sementara Zeta dan Gwen menganga mendengar ucapan Melda. Mereka berdua tak tahu kabar ini. Salahkan mereka yang tak bertanya.

"WHAT!," teriak keduanya serempak. Semua pasang mata pun menatap mereka bertiga,termasuk geng perusuh disana.

Algi yang memang sibuk mencari-cari keberadaan Melda pun tersentak mendengar teriakan yang tak asing di telinganya. Matanya pun menangkap sosok gadis yang selama dua bulan ini akan selalu berada di sekitarnya. Disana, Melda terlihat membungkam mulut kedua sahabatnya.

"Ck! Lo berdua bisa nggak sih nggak teriak-teriak?. Mereka semua liatin kita noh!," geram Melda. Ia lalu melepas bungkamannya.

Zeta dan Gwen mengedarkan pandangannya. Benar saja, mereka bertiga jadi bahan perhatian saat ini. Bel pun berbunyi,membuat para siswa sibuk kocar kacir ke barisan awal mereka.

Algi yang sedari tadi dilanda keringat dingin pun berjalan cepat ke arah Melda.

"Woy, babu," panggil Algi.

Melda yang menunduk untuk memperbaiki tata letak dasinya pun mendongak. Tatapan mereka bertemu. Ada apa lagi lelaki ini memanggilnya?.

"Pinjem dasi lo,cepetan," ucap Algi buru-buru.

Melda mengerutkan dahinya. "Ngapain gue pinjemin lo dasi?," tanya Melda jutek.

"Bentar doang kok. Selesai upacara gue balikin," jawab Algi dengan wajah lempeng.

"Nggak," ucap Melda singkat, jelas, dan berbobot.

"Lo nggak pengen dapet pahala?". Upacara akan dimulai dan lelaki itu masih sibuk berbicara dengan Melda. Semoga saja Bu Marta tak melihatnya.

Melda tak menjawab. Ia sibuk mengucir rambutnya dan memakai topi di kepalanya.

"Mending lo minjem ke siswa lain kek atau ke temen lo tuh," tunjuk Melda ke belakang tepat dimana teman-teman Algi berdiri.

ALGIAN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang