4: GARA-GARA SOFIA

185 21 0
                                    

4. Gara-Gara Sofia
---

Keringat yang tak henti-hentinya bercucuran dan kepala yang terasa mengeluarkan asap akibat terik matahari tak membuat kelima most wanted tersebut merasa bersalah atas perbuatannya. Dihukum berdiri di tengah lapangan adalah hal yang mutlak bagi mereka lakukan.

Dipandang oleh orang-orang seantero sekolah tak membuat mereka malu atas apa yang mereka lakukan. Sepeti halnya saat ini.

"Sialan! Jangan ditarik, anjir!" umpat Danil. Ia menepis tangan-tangan laknat yang ingin menyentuh seragamnya.

"Buka nggak seragam lo!" ucap Reren sambil menarik-narik lengan baju Danil.

"Gak!" jawab Danil menepis tangan Reren.

"Buka nggak! Gua bukain atau lo sendiri yg buka?" timpal Algi mulai kesal.

"Lo semua napa sih, bangsat?!" Danil memandang satu persatu temannya dengan jengkel.

"Sensian banget sih. Ini juga untuk kebaikan lo bego," kata Caesar jengah. Wajah Caesar terlihat memerah karna kelamaan di bawah terik matahari.

"Kebaikan apaan maksud lo? Bagus dong kalo gua pake seragam kek gini. Panasnya matahari gak ngena langsung di kulit gua," jawab Danil sambil bersedekap. Danil tetap kukuh tak ingin mendengarkan perkataan sahabatnya.

"Dahlah. Nih anak kalo bukan bapaknya yang nyuruh gak akan mau." Setelah mengatakan itu, Reren kembali ke tempat awalnya berdiri. Reren menutup matanya dengan tubuh menghadap ke matahari.

Saat ini, para lelaki tampan itu tengah berkumpul melingkar dengan Danil di tengah-tengahnya.

Algi menyugar rambutnya ke belakang, "lo kalo gak mau buka, gua panggil si, Jupri kesini. Pilih mana lo?"

Danil menggeleng keras. Lelaki itu sampai-sampai memeluk dirinya sendiri sembari berusaha keluar dari lingkaran kematian ini.

"Baju lo nanti dakian, Nil." Daffa kini memberi nasihat dengan lembut. Walaupun lelaki itu sekuat tenaga menahan mual.

Algi dan teman-temannya tetap ngotot ingin membuka seragam Danil. Mereka tau kalo Danil juga memakai baju kaos di balik seragamnya. Entah ini rasa peduli mereka atau hanya akal-akalan saja. Tetapi, sekuat apapun mereka memaksa, Danil tetap pada pendiriannya.

Masih dengan aksi tarik menarik, mereka tak sadar bahwa dari awal mereka tengah diintai dari lantai dua. Siapa lagi kalau bukan Bu Marta. Dengan tangan yang bersedekap di depan dada, guru itu tak pernah mengalihkan perhatiannya pada kelima lelaki di bawah sana.

"Dakian-dakian, gigi lo dakian!" ucap Danil ngegas. "Kalo dakian juga gakpapa kali, yang nyuci baju juga gua, bukan nenek lo."

"Iya dah, lu doang mah yang jago. Buka, gih." Algi memilih untuk tidak memperpanjang.

"Gak mao!"

"Apa susahnya sih, Nil? Gua ama yang lain juga udah buka kok," jawab Algi meyakinkan Danil. Entahlah, mau bagaimana pun Algi harus bisa membuka seragam lelaki itu.

"Lo semua kesambet apaan sih? Biasanya kagak gini loh. Kalo gue bilang kagak mau, ya gue gak mau."

Habis sudah kesabaran Algi. Ia sebenarnya tidak peduli jika seragam lelaki itu berdaki atau semacamnya. Ia hanya ingin membuka seragamnya agar dunia tahu bahwa Danil memakai kaos bergambar Sofia. Jiwa Intel Algi benar-benar tidak bisa di ragukan.

Algi memberi kode kepada teman-temanya lewat ekor matanya. Paham dengan kode dari Algi, mereka akhirnya tersenyum licik.

Merasa ada yang berbeda dari aura senyum itu, Danil menyiapkan ancang-ancang untuk berlari. Daffa yang sudah peka langsung menarik kerah baju belakang Danil.

ALGIAN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang