2. Kebersamaan
———Pagi yang cerah tapi tak secerah wajahnya saat ini. Dengan wajah juteknya ia berjalan di koridor tanpa mempedulikan tatapan tajam yang diberikan oleh orang-orang. Persetan dengan itu semua.
Dari luar, Melda bisa mendengar suara ricuh dari penghuni kelasnya itu. Ia melangkahkan kakinya ke dalam kelas. Tepat di ambang pintu, ia menghentikan langkahnya seraya mengernyit heran.
Melda merasa atmosfer disekitarnya berubah. Semua orang tiba-tiba menghentikan kegiatannya masing-masing sambil menatap dirinya dengan tatapan yang Melda tak tahu artinya. Ada apa ini, sepertinya tak ada yang salah dari penampilan Melda saat ini.
Setelah beberapa saat hening, seseorang dengan suara bak toa masjid membuyarkan tatapan orang-orang.
"Ah! Ngagetin aja lo, Mel, gue kira lo guru tadi," ucap Gwen kesal.
Gadis itu kemudian merogoh saku bajunya untuk mengambil kembali liptint dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda tadi.
Selain Zeta, Melda memiliki sohib yang tak kalah ajaibnya. Gwen Aruna Maharani. Gadis pecinta liptint garis keras. Kerjaannya tiap hari hanya memoles benda itu di bibirnya. Ia tak peduli jika guru akan memarahinya ataupun nilai akhlaknya akan dikurangi karena mengabaikan ucapan guru, selagi liptint kesayangannya tidak di ambil maka ia fine-fine saja.
"Baperan banget tuh jantung. Kalo guru emang napa?" tanya Melda yang baru mendudukkan bokongnya di kursi.
"Melmel sayang, kalo liptint gue diambil, disita, dibuang sama guru, emang kamu mau ganti? Nggak kan," jawab Gwen dramatis. Gadis itu kembali sibuk melakukan aktivitasnya dengan cermin di tangannya.
Melda berdecih "Liptint harga tiga puluh ribuan aja bangga."
"Dih, iri bilang bos." ucap Gwen sewot. "Eh ngomong-ngomong sahabat lo mana?"
"Sahabat lo juga bangke. Gue aduin lo ya ama Zeta biar di hapus dari daftar sahabatnya."
"Ye, bercanda mbak," jawab Gwen cengengesan.
Melda tak menghiraukan jawaban Gwen. Ia sibuk memainkan ponsel dengan jari-jari lentiknya, apalagi kalo bukan memainkan game cacing andalannya. Rutinitas Melda di kelas kala guru belum masuk.
"Hello eprebadeh! Zeta Razeline udah datang!" teriak Zeta dengan suara cemprengnya.
Sekali lagi. Jantung baperan milik Gwen hampir loncat dari tempatnya. Tatapan horor diberikan kepada si pemilik suara yang kini melambaikan tangannya bak model. Lain halnya dengan Melda yang sudah biasa mendengarnya. Entah kesalahan apa yang telah diperbuat Melda di masa lalu sehingga dia diberi dua sahabat jenis begini.
"Eh, tuh mata kenapa, minta di colok yah?" ucap Zeta seraya meletakkan tasnya.
"Heh! Tuh mulut kenapa? minta di sumpal kaos kaki yah?" balas Gwen sewot. Ia menyimpan benda tersayangnya di saku baju.
"Najis, sensian banget." Zeta merebut cermin di tangan Gwen berniat ingin melihat wajahnya.
"Suara lo tuh. Cempreng banget kek tikus kejepit." Gwen mendumel.
"Gak nyadar diri banget nih tante-tante!" ucap Zeta menunjuk wajah Gwen.
Gwen melotot tak terima dikatai tante-tante, "siapa yang tante-tante?"
Zeta menjawab mantap, "lo, lah. Yakali gue."
Gwen kesal bukan main. Zeta ini selalu saja menyebalkan. Tangan Gwen terangkat ingin mencekik leher Zeta. Zeta yang tertawa terbahak-bahak belum sadar akan niat berdosa Gwen.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGIAN [ON GOING]
Teen Fiction[Follow dulu sebelum di baca!] "Gue tantang lo battle game bareng gue, by one." Imelda Youlanda. Algian Agatha Pramodya, lelaki berotak gesrek bin tengil tapi jangan salah, Algi adalah seorang Gamers pro yang terkenal di dunia pergame-an. Melawan...