"Beda manusia,beda cerita".
Melda berjalan dengan santai menuju halte bus. Melupakan kejadian yang sempat terjadi tadi. Jika di ingat terus, bisa-bisa dirinya akan kalah oleh omongan lelaki itu. Jangankan omongan, rencananya saja bisa-bisa gagal kalau dipikir terus menerus.
Sesampainya di halte, Melda segera duduk di bangku halte untuk menunggu bus yang akan datang.
Tangannya merogoh isi tas untuk mengambil earphone. Kemudian memasangnya di ponselnya alias ponsel Rifky. Menekan aplikasi Joox kemudian memutar lagu kesukaannya.
Langit yang tampak cerah membuat para pejalan kaki menepi untuk sekedar berteduh. Ini adalah kesempatan besar bagi para pedagang di pinggir jalan.
Gadis dengan earphone yang menyumpal telinganya itu terlihat sedang menatap jalanan yang padat akan kendaraan. Pantas saja, karena ini adalah jam makan siang untuk para pekerja kantoran.
Tak sengaja mata hazel Melda menatap salah satu siswa yang sebaya dengannya. Bahkan seragam gadis itu juga sama. Bisa Melda kenali bahwa gadis disana adalah salah satu siswa di sekolahnya. Melda tau orangnya tapi tidak dengan namanya. Lucu bukan?.
Terlihat dari jauh,gadis itu tersenyum sumringah bersama seorang pria paruh baya. Ya, pria itu adalah ayah dari gadis ini. Mereka berdua terlihat bahagia. Tertawa bersama dengan dua buah ice cream di tangan masing-masing.
Melda membuang tatapannya. Tak ingin lagi melihat itu. Ia sangat iri melihat kedekatan antara anak dan ayah tersebut. Melda juga ingin tertawa bersama, Melda juga ingin makan ice cream bersama, Melda juga ingin bercanda bersama,tapi keadaan seolah mempermainkannya. Ayahnya sungguh berbeda dengan Ayah yang lain.
Sejenak Melda memejamkan matanya merasakan hiruk pikuk kota saat ini. Menikmati alunan lagu yang ia putar. Menghilangkan pikiran yang sejak tadi menemaninya.
Tanpa ia sadari, ternyata dari tadi ada seseorang yang mengamati setiap gerak geriknya. Lelaki dengan sepatu sneakers dan kaki baju yang keluar itu berjalan mendekati Melda. Sepertinya Melda tak menyadari itu.
Lelaki itu duduk disamping Melda. Menarik paksa sebelah earphone yang bertengger indah di telinga Melda,dan mengarahkan sebelah earphone itu di telinganya juga.
Karna tindakan yang tiba-tiba itu, Melda sontak membuka matanya dan menoleh cepat ke samping kirinya. Tatapannya kembali menajam saat tahu lelaki itu adalah Algi. Lagi-lagi dunia mempertemukan mereka.Seketika Melda berjanji,setelah ia menang melawan bajingan ini, tidak ada lagi pertemuan yang seperti ini. Melda jamin, ini adalah hari terakhir ia bertemu.
Algi bersedekap dengan mata yang tertutup. Sementara Melda masih meneliti wajah Algi sinis.
Algi membuka sebelah matanya melihat Melda. "Apa?" tanyanya.
"Ngapain lo disini. Nggak puas lo tadi gangguin gue?".
"Gue nggak ganggu kok tadi. Lo aja yang merasa," Algi menjawab dengan mata yang masih terpejam.
Melda membuang nafasnya kasar. "Lo bawa motor kan. Pergi sana!" usir Melda.
Gadis itu mencabut paksa earphone di telinga kanan Algi. "Pergi sana!" ulang Melda.
"Lo kenapa sih sensi banget, serasa semua tempat lo yang punya. Apa hak lo ngusir-ngusir gue?" ucap Algi.
Melda berdecak tak menjawab ucapan Algi. Matanya lagi-lagi tak sengaja mengarah ke gadis disana. Ayah dan anak itu masih memakan ice cream yang tinggal setengah. Mereka berdua pun berjalan ke arah mobil hitam dan menaikinya. Mobil itu pun bergerak pergi meninggalkan Melda yang masih menatap dari kejauhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALGIAN [ON GOING]
Teen Fiction[Follow dulu sebelum di baca!] "Gue tantang lo battle game bareng gue, by one." Imelda Youlanda. Algian Agatha Pramodya, lelaki berotak gesrek bin tengil tapi jangan salah, Algi adalah seorang Gamers pro yang terkenal di dunia pergame-an. Melawan...